Share

4. Menemukan Kalina

    Reza dan yang lain mulai putus asa mencari keberadaan Kalian. Semak belukar dan jalanan yang licin, belum lagi hujan mulai turun membasahi badan mereka. 

    "Linsi, lebih baik kita balik ke tenda dulu saja. Malam semakin larut, hujan juga mulai turun," ujar salah seorang di antaranya.

   "Kita lanjut pencarian besok aja ya Lin, angin semakin bertiup kencang belum lagi ada kilat dan petir juga." Reza menjelaskan.

    "Tapi kalau kita gak segera menemukan Kalina, nyawanya bisa dalam bahaya," jawab Linsi.

   "Alinsi ini tengah malam, kita berada di hutan. Dalam cuaca buruk seperti ini bisa membahayakan nyawa kita semua." Rando lanjut menjelaskan.

    Alinsia mengerutkan dahinya berpikir keras, dengan berat hati ia mengikuti nasehat yang lain untuk kembali ke tenda. Tak mungkin ia membahayakan nyawa banyak orang meski ia sangat ingin mencari sang sahabat. Mereka berjalan kembali menaiki tebing. Rando mengantarnya hingga sampai di depan tenda.

    "Udah sana masuk, ganti pakaian dan hangatkan badan di dalam. Doakan Kalina agar dia baik-baik saja, berpikir positif selalu," ucap Rando dibelainya rambut Alinsia dengan tangan kanannya. Gadis itu mengangguk dan masuk ke dalam tenda. Dengan segera ia mengganti pakaian basahnya dengan yang kering. Kemudian meringkuk di balik selimut, menangis

*****

    Sang surya mulai menyapa dunia, burung-burung berkicauan dengan merdu. Tetesan air bekas hujan semalam berjatuhan dari daun-daun yang tertiup angin. Gemercik air terjun terdengar nyaring ditambah kokokan ayam milik penduduk setempat bersahut-sahutan. Sungguh alunan musik alami khas pedesaan di pagi hari. Reza, Alinsia dan yang lainnya dibantu warga setempat mulai kembali menyusuri tebing semak belukar mencari Kalina. Di tempat yang berbeda Natalie dan kedua dayangnya malah asyik perawatan wajah dalam tenda sekretariat. Udara yang masih terasa dingin tak menyurutkan niat tiga gadis yang terkenal dengan julukan nenek sihir tersebut.

    "Kalina!" teriak mereka bersahut-sahutan memanggil satu nama orang yang dari dulu mereka anggap penting gak penting.

    "Kalina, kamu di mana?" teriak Rando. Alinsia yang berjalan beriringan dengan Rando tiba-tiba berhenti melangkah. Membuat semua yang berjalan di belakangnya ikut berhenti. Terdengar suara teriakan dari warga sekitar dari arah berlainan. Mereka pun bergegas ke arah suara tersebut.

   "Ada apa pak?" tanya Reza.

   "Lihat Mas, ada orang tiduran di atas batu sana." Seorang lelaki paruh baya menunjuk mulut sebuah gua besar. Mereka berlari melompati berbatuan, sesaat tempat tersebut padat. Kalina tergeletak tak sadarkan diri.

    "Kalina bangun Kalin," berderai kembali tangisan Alinsia

    "Kenapa Kalina bisa tiduran di tempat ini, apa jangan-jangan ada yang menolong dia sebelum kita sampai di tempat ini tadi?" tanya Reza. Mendengar suara gaduh perlahan-lahan Kalina membuka matanya. "Alinsi." Suara Kalina terdengar lirih.

    "Kalina kamu gak apa-apa ‘kan, atau ada yang terasa sakit?" tanya Alinsi.

   "Aku cuma merasa lemas dan perut aku sedikit sakit," jelas Kalina.

   "Ya sudah nanti habis ini kita langsung ke rumah sakit ya," ujar Reza.

    "Aku gak apa-apa kok beneran kita langsung pulang aja."

    "Tadi katanya sakit perut," ujar Rando.

    "Itu karena aku lapar belum sarapan."

    "Oalah," teriak yang lain kompak.

    Kalina berdiri dan dipapah oleh kedua pangeran tampan Reza dan Rando. Dengan pelan dan hati-hati mereka melangkah menjauhi air terjun tersebut. Namun, tanpa disadari sepasang tatapan mata dengan tajam memperhatikan mereka dari kejauhan sejak tadi. Kalina berhenti melangkah dan menoleh ke arah belakang, dia tak mendapati siapa-siapa. Semua orang telah berjalan di depannya.

   "Cuma perasaanku saja kali ya," ucapnya dalam hati.

   "Kenapa Kalin?" tanya Reza.

   "Gak apa-apa kok." Kalina tersenyum meyakinkan.

   "Atau kamu gak kuat jalan, mau aku gendong aja gimana?" usul Reza.

   "Gak, gak usah, nggak apa-apa beneran, deh."

    Di perjalanan, mereka melihat seekor burung elang berbulu putih terbang mendekat seolah-olah menggoda untuk dipegang.

    "Burung yang cantik," ucap Kalina melihat burung itu terbang mendekat ke arahnya.

    Belum sempat Kalina membelainya burung itu sudah melesat terbang ke atas menembus cakrawala. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, menyusuri jalan terjal. Wajah lelah mereka berubah lega ketika sampai di tepi jalan raya. Bus sekolah menanti, teriak sorak-sorai bahagia ketika mereka berhamburan masuk ke dalam. Jarak yang lumayan jauh hampir setengah hari.

Bersambung….

@lovely_karra

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status