"Minggir Yud! Aku harus kembali ke ruanganku," ucap Amanda setelah perbincangan mereka usai.Yuda bergeming enggan berubah dari posisinya yang menghalangi jalan Amanda hingga akhirnya dengan lancang lelaki itu mencium Amanda membuat wanita itu terbelalak tak percaya. Dia berniat menjauhkan wajah, tetapi Yuda berhasil menahan tengkuknya."Gila, kamu!" hardik Amanda ketika dia berhasil mendorong tubuh sahabatnya yang telah lancang itu."Kenapa? Aku salah," kata Yuda seolah perbuatannya adalah hal wajar.Amanda tercengang, ada apakah dengan Yuda? Dia seolah tak mengenali sahabatnya sendiri. Lelaki itu berubah menjadi orang lain."Kamu itu yang kenapa? Tiba-tiba cium aku seperti itu."Yuda tersenyum meremehkan. Mengatakan kalau Amanda tak perlu berpura-pura lagi, dia yakin bahwa wanita itu sudah sering melakukannya."Maksud kamu apa?" Amanda benar-benar tak mengerti dengan perkataan lelaki itu."Kamu pikir aku nggak t
"Amanda."Merasa namanya dipanggil dia menoleh, lalu terbelalak menatap seseorang yang telah dia rindukan selama beberapa tahun terakhir."Nggak lupa, 'kan, sama aku?" tanya lelaki manis berlesung pipi itu sambil menatap Amanda yang kini merubah ekspresi terkejutnya menjadi cemberut. Pria itu melangkah mendekat dan tanpa diduga Amanda langsung memeluknya cukup erat membuat si empunya merasa sesak dan hampir kehilangan napas, dengan wajah tanpa dosa dia melepaskan pelukan dan masih tak percaya kini dipertemukan kembali setelah bertahun-tahun tak bertemu. Tak ingin melewatkan waktu, mereka langsung memutuskan berbincang lebih jauh, saling melepas rindu sampai Amanda lupa akan kebiasannya di jam makan siang."Masih berteman juga sama Yuda?" tanya lelaki itu memulai perbincangan di sela makan siang mereka.Amanda mengangguk mengiyakan masih menikmati nasi goreng seafood di hadapannya. Namun, dia langsung mendongak ketika lelaki itu tahu tentang
"Sebentar!" teriak Amanda dari arah dapur saat rungunya mendengar suara seseorang mengetuk pintu."Iya sebentar!" teriak Amanda lagi sambil berusaha melanjutkan masakannya yang hampir selesai. Namun, orang iseng dari balik pintu masih saja mengetuk pintu tersebut."Astaga! Siapa, sih, yang mainin pintu kayak gitu. Lagian ada bel kenapa malah mainin pintu," gerutu Amanda sambil berjalan menuju pintu untuk memeriksa siapakah orang iseng tersebut.Tok! Tok! Tok!"Iya sabar!" ucap Amanda sambil memutar anak kunci.Setelah pintu terbuka Amanda semakin dibuat kesal saat tahu siapa pelakunya. Amanda mendengkus sambil berkacak pinggang ketika mengetahui siapa yang sudah membuat kegaduhan di rumahnya tersebut."Siapa, sih, Yang. Mainin pintu kayak gitu, berisik banget?" tanya Angga sambil keluar dari kamar dengan muka bantalnya dan berjalan menghampiri Amanda."Hai adik ipar," sapa Vero kepada Angga sambil melambaikan tangannya membuat pria yang baru
Tiada hari tanpa membuat Amanda kesal, itulah motto seorang Angga. Hampir setiap saat lelaki itu selalu saja menggoda wanita itu, mengusiknya yang sedang fokus ketika memasak atau hal-hal lainnya."Angga sudah, deh. jangan usil aku lagi masak!" protes Amanda untuk kesekian kalinya."Apasih, Yang? Siapa juga yang usil, aku itu lagi peluk istri cantikku, kok." Angga semakin mengeratkan pelukannya tanpa perduli bila Amanda terus melarang."Angga ada tamu. Tolong bukain pintunya!" pinta Amanda ketika mendengar suara bel rumah berbunyi. Namun, yang dimintai malah tak acuh dan kian mengeratkan pelukannya."Angga, tolong bukain pintu!" pinta Amanda lagi."Males, Yang!" tegas Angga."Ya udah kalau kamu nggak mau bukain, biar aku yang buka." Amanda berusaha melepaskan pelukan Angga, tetapi tenaganya tak sebanding dengan pelukan lelaki itu."Enggak, Yang! Aku nggak mau jauh-jauh dari kamu," rengek Angga."Kalau kamu nggak mau buka pintu biar aku y
"Aku mau bicara penting." Amanda menghampiri Angga yang baru saja datang dan sedang bersantai di ruang tamu. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa lelaki itu sangat kelelahan."Sebentar, Yang. Aku masih capek.""Aku tunggu di taman belakang." Amanda berbalik, mengayun langkah menuju taman belakang. Dia berulangkali menghela napas pelan, menguatkan hati bila sesuatu yang tak diinginkan benar-benar terjadi. Namun, sekuat apa pun dia mencoba terlihat tegar, tetapi itu percuma karena rasa sakit itu jauh lebih nyata dari segala hal.***"Yang, buka pintunya!" Angga mengetuk pintu kamar mereka yang telah Amanda kunci dari dalam. Berharap Amanda membukakan pintu dan mau mendengarkan semua penjelasan darinya."Pergi Angga!" usir Amanda tak ingin mendengar alasan apa pun dari Angga."Yang, aku mohon kamu ngertiin aku! Ini semua demi kita," bujuk Angga. Namun, Amanda tak perduli. Wanita itu terus mengusirnya supaya pergi dari balik pintu.
***Semakin mendekati hari H, Angga semakin sibuk. Hampir setiap hari berangkat pagi dan pulang tengah malam dan hampir setiap malam juga Amanda selalu menangis di dalam kamarnya, ia tak mau Angganya menikah lagi, tetapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Meminta bercerai kepada Angga, itu bukan solusi yang baik. Tuhan sangat membenci kata itu lagipula Amanda sudah berjanji pada almarhumah Bundanya bahwa seberat apa pun masalahnya dengan Angga ia tak akan mau mengucapkan kata itu."Aku mencintaimu, Angga. Sungguh aku gak bisa ngelihat kamu menikah sama wanita lain," lirih Amanda di sela Isak tangisnya.Andaikan Amanda saat ini tengah hamil mungkin saja Angga tidak akan meninggalkannya. Angga tidak meninggalkannya, tetapi membagi dirinya dan Amanda tidak mau itu. Ia ingin Angga hanya memiliki satu istri dan istrinya hanya dirinya."Yang, kamu udah tidur atau belum?" tanya Angga dari balik pintu. Lelaki itu masih berharap bisa tidur di kamar yang sama lagi dengan sang i
Terlalu banyak menangis membuat Amanda merasa lelah dan akhirnya tertidur. Ia kembali terbangun ketika mendengar namanya dipanggil berulangkali. Amanda mengernyit, merasa asing dengan tempatnya saat ini—taman yang begitu sejuk dan indah dengan banyaknya tanaman hijau."Amanda, sini Sayang!"Amanda menoleh, senyuman lebar menghiasi bibir indahnya dengan rinai yang mengalir dari kedua pelupuk mata. Ia berlari dan segera mendekap wanita cantik bergamis putih yang sudah sangat ia rindukan."Amanda kangen sama Bunda," ungkap Amanda memeluk tubuh Rania yang terasa begitu nyata. "Akhirnya bisa memeluk Bunda seerat ini.""Kamu apa kabar?"Amanda melepaskan pelukannya, menatap wajah sang ibunda yang terlihat lebih cantik dan muda dari sebelumnya. "Amanda mau ikut sama Bunda aja, nggak mau di dunia lagi. Nggak ada yang sayang sama aku, Bunda."Rania tersenyum, mengusap sisa-sisa air mata yang masih membasahi pipi Amanda. Membingkai
Acara demi acara berjalan dengan lancar, Angga sibuk menemui para kolega perusahaan yang hadir hari itu. Dalam hati Amanda memaki karena merasa iri ini bukanlah pesta untuk pernikahannya dengan Angga melainkan pesta lelaki itu bersama istri barunya. Dia juga melihat semuanya, tatapan kagum Angga ketika melihat Seffi yang begitu cantik dan anggun dengan gaun merah marunnya. Namun, Amanda juga jadi pusat perhatian ketika menginjakkan kaki dalam pesta di pinggir pantai itu, banyak pasang mata yang menatapnya kagum seolah Amanda lah pemilik pestanya. "Amanda." Panggilan dari Lina membuat Amanda menoleh, dia memutuskan menemui para teman satu ruangannya itu dan bercengkrama sebentar sebagai pengalihan. "Ih! Amanda cantik banget, deh," puji Lina dan diangguki oleh Radisty dan Ifa. "Bukan hanya banget tapi parah cantiknya, berasa ini pesta kamu yang punya," imbuh Ifa. Namun, Amanda hanya merespons dengan senyuman tipis. Amanda hanya te