"Angga," panggil Amanda, lalu mendekati Angga yang sedang mencuci tangannya di westafel karena baru saja selesai makan."Kenapa, Yang?""Aku mau bicara, penting!"Angga mengeringkan tangannya, lalu menarik pinggang Amanda mendekat menghilangkan jarak di antara mereka."Kamu mau bicara apa? Heum.""Lepasin tangannya dulu," pinta Amanda mulai merasa risih dengan sikap Angga yang kini berubah agresif."Bicara apa, Yang, kamu mau anak?"Amanda terbelalak, meringis tipis dan memukul pelan lengan Angga yang melingkari pinggangnya. Dia pun mulai mengatakan bila sejak hubungan mereka terbongkar, para karyawan yang lain selalu segan kepadanya dan itu membuat Amanda risih.Angga merasa bingung dengan permintaan Amanda, seharusnya wanita itu bahagia banyak yang bersikap demikian. Namun, nyatanya tidak. Amanda bersikeras supaya Angga memberitahu kepada semua, untuk kembali bersikap biasa bukan lagi segan seperti sekarang."Ok, besok aku bilang sama mereka supaya n
"Sudah, sana! Kamu ngapain masih di situ?" "Tunggu kamu masuk, baru aku pergi." "Mas," tegur gadis cantik kepada kekasihnya yang masih menunggunya di depan kafe. "Iya, Sayang. Mau ambil cuti hari ini?" tanyanya dengan binar bahagia. "Cepat berangkat! Kamu bilang ada ujian hari ini. Katanya mau jadi arsitek terkenal tapi males pergi ke kampus," ejeknya membuat lelaki berparas tampan itu memberenggut. "Aku masih kangen sama kamu," rengeknya seperti biasa. Gadis itu mendesah pelan, harus bersikap ekstra sabar bila menghadapi lelaki di hadapannya ini. "Mas Bima, nanti kita bertemu lagi. Jadi sekarang! Ke kampus dulu karena aku harus bekerja." Bima terpaksa menurut meski rasanya sangat enggan berjauhan dengan sang kekasih. "Oke aku pergi, tapi nanti pulangnya tungguin aku, oke." Gadis berambut panjang itu tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya bersemangat. Hari-hari keduanya sebagai sepasang kekasih bisa
"Maaf, mas. Aku benar-benar minta maaf sama kamu, aku salah dan mungkin, kesalahan ini sulit untuk dimaafkan." "Maafkan aku, Mas Bima." Angga mendesah kasar, masih menerka-nerka nama lelaki yang pernah Amanda sebut dalam mimpi. Bahkan, wanita itu sempat meneteskan air mata dalam keadaan mata terpejam. Lalu kemarin, dia kembali mendengar Amanda menyebutkan nama itu kembali. "Siapa Bima? Kenapa aku merasa kalau dia sangat berarti buat kamu. Apa mungkin, dia seseorang yang pernah ada di hidup kamu. Kenapa juga kamu nggak pernah cerita apa pun soal nama itu, Yang." Angga bermonolog, perasaannya kembali dilanda bimbang memikirkan sikap Amanda yang sedikit berubah. Angga juga ingat benar, setelah hari di mana Amanda bermimpi waktu itu. Panggilannya berubah, dari yang hanya memanggil nama kini tidak lagi. Namun, Angga mencoba menepis perasaan itu. Amanda mencintainya dan dia yakin akan hal itu. Soal Bima, bisa ditanyakan nanti dan berharap san
"Ra," panggil Yuda kepada perempuan yang sedang sibuk dengan gawai di sampingnya. "Kenapa?" "Fara," panggil Yuda lagi saat dia melirik dan Fara masih saja sibuk dengan benda pipih di tangannya. "Apa sih, Yud. Udah fokus nyetir aja jangan mulai iseng lagi." Fara mendumel dan masih saja sibuk dengan gawai. Yuda mendesah pelan. Menghentikan laju mobilnya, lalu memutar tubuhnya supaya bisa melihat Fara dengan jelas. Kemudian merebut dengan paksa gawai perempuan itu membuat si empunya merasa sangat kesal. "Apa sih, Yud. Balikin ponselku!" gertak Fara sambil mencoba merebut kembali gawainya di tangan Yuda. "Balikin, Yuda. Mau ngomong apa sih. Ngomong aja tapi jangan usil." "Makanya dengerin. Aku tuh nggak suka kalau kamu cuekin, Ra," protes Yuda sambil mengembalikan gawai milik tunangannya. "Oke, mau ngomong apa? Cepetan, aku udah laper ini." Fara menyimpan gawainya ke dalam tas dan kini menghadap ke Yuda dan ber
"Kamu yakin sama keputusan itu? Coba pikirkan lagi, jangan gegabah mengambil keputusan."Perempuan cantik yang sedari tadi menunduk itu kini mendongak, lalu menatap lelaki tampan yang sejak menit lalu sudah duduk di sampingnya. Ia menghela napas dengan berat dan tak berniat menjawab pertanyaan lelaki yang berstatus sebagai sahabatnya tersebut."Kamu belum berusaha jadi ....""Aku bukan Amanda, yang masih saja bertahan dengan lelaki yang belum berdamai dengan masa lalu. Aku nggak akan bisa bersikap setegar itu. Aku orang yang berbeda, Angga." Seffina menatap Angga dengan tajam membuat lelaki itu langsung bungkam, karena teringat akan kesalahannya yang lalu kepada sang istri.Seffina hanya diam, lalu meraih benda pipih di hadapannya dan memandang foto di layar gawai dengan perasaan tak percaya. Bayangan kebahagiaan yang pernah dibayangkan seolah menghilang begitu saja, dia benar-benar tak percaya bahwa kisah cintanya harus bernasib seperti ini.Angga menghela napas
Setelah merasa cukup puas berbincang dengan Fara, Amanda berpamitan untuk pulang. Fara menawarkan diri untuk mengantar wanita itu, tetapi ditolak dengan alasan Angga yang akan menjemputnya."Ingat sama kata-kataku ya, Nda. Cukup jaga jarak aja, kalau dia hubungi kamu jangan pernah direspons. Kalau perlu blokir aja nomornya atau kamu ganti nomor yang baru."Amanda hanya mengangguk, tetapi dalam diamnya dia memikirkan banyak hal. Setelah Angga datang Amanda langsung berpamitan kepada Fara dan segera pergi dari area rumah perempuan itu. Sepanjang perjalanan Amanda masih saja diam. Dia bukannya memikirkan soal Abimanyu melainkan memikirkan sesuatu yang sudah dia temukan tadi di tempat Fara."Kenapa, Yang. Kok dari tadi diem terus. Biasanya kalau habis ketemu sama Fara pasti bakalan hepi tapi ini kok malah kebalikannya." Angga menoleh sebentar untuk melihat sang istri yang hanya diam saja sejak tadi."Aku curiga, Mas.""Curiga sama siapa?" tanya Angga tanpa menoleh, la
"Yang," panggil Angga, lalu mendongak dan menatap wajah Amanda di atasnya sambil tersenyum manja. "Kenapa?" tanya Amanda membalas senyuman Angga. Angga tetap tersenyum tanpa menjawab pertanyaan wanita itu, lalu menjulurkan satu tangan dan mengusap pelan pipi lembut Amanda. Mengucapkan kata maaf karena sering membuat wanita itu terluka dengan segala sikap dan ucapannya. Rupanya rasa bersalah itu masih cukup besar sehingga rasa penyesalan masih dirasakan oleh Angga. Amanda tersenyum lebar dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Angga, mengatakan bila dia sudah memaafkan semua kesalahan lelaki itu dan menganggapnya sebagai angin lalu. "Aku cinta sama kamu. Jadi kumohon! Jangan pernah pergi," tutur Angga sungguh-sungguh membuat Amanda merasa terharu. Angga mengangkat kepalanya dari atas pangkuan Amanda, memutar tubuh supaya berhadapan dengan wanita itu. Menatap wajah sang istri cukup lama dan akhirnya mendekapn
Hidup itu ibaratkan sebuah roda yang selalu berputar setiap saat. Seperti halnya sebuah hubungan yang tak selamanya berjalan mulus, ada kalanya datang sebuah ujian yang datang silih berganti dan tugasnya hanyalah satu, bersabar dan menghadapinya dengan hati lapang. Sikap Angga pun masih sama, lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah daripada dengan Amanda dan wanita itu juga masih tetap diam, menahan rasa sakitnya seorang diri. Mereka hidup bersama. Namun, seolah tak begitu, Angga selalu sibuk dengan urusannya sehingga sering mengabaikan sang istri yang membutuhkan cukup banyak waktu untuk mereka berdua. Ibaratnya seperti ada, tetapi tak terlihat ada. Makan malam dengan keheningan, Amanda yang terus fokus dengan makanannya dan Angga yang berulang kali mendongak untuk melihat wajah istrinya itu. "Beberapa bulan ke depan aku ada urusan di luar kota." Amanda menghentikan suapan dan menatap wajah Angga sebentar, lalu menunduk dan memilih menat