Nadira duduk di sofa sembari teringat kejadian di kampus tadi. Kalau saja Ghea dan Denia tidak segera menemukannya di dalam toilet, kemungkinan Vera akan menampar kembali dirinya.
"Anak Mama yang cantik kenapa akhir-akhir ini murung banget sih?" tanya Hera menghampiri Nadira yang sedang duduk manis seorang diri."Gapapa, Ma. Cuma capek saja," kata Nadira berdusta."Kamu gak berbakat membohongi Mama, Nad! Cerita saja sama Mama. Apa mungkin kamu masih sedih karena Abian?" tanya Hera pelan. Bagaimanapun, wanita setengah paruh baya itu tidak ingin salah bicara.Tanpa ragu, Nadia mengambil kertas yang sengaja dibawa pulang dan ditaruh dalam tasnya. Kemudian, wanita cantik tersebut menyodorkan surat undangan itu pada Hera. Sang Mama tampak terkejut ketika melihat foto prewedding yang sudah terpampang jelas di belakang undangan."Jadi ini alasan kamu murung?" tanya Hera memancing agar putrinya mau bercerita.Nadira menganggukkan kepala dengan pelan. "Dia keterlaluan, Ma. Kenapa juga harus sama Vera?" cetus Nadira tidak terima.Hera memberikan senyuman. "Semua sudah takdir, Nadira. Kamu juga harus terima, itu artinya Abian bukan yang terbaik untukmu. Kamu percaya 'kan, Allah pasti tidak akan salah memilihkan jodoh," ujar Hera memberikan penjelasan. Berharap agar putrinya lebih legowo dalam menjalani semua yang sudah terjadi."Iya sih, Ma. Cuma aku masih tidak habis pikir dengan semuanya!" Nadira kembali meluapkan isi hatinya."Gak usah dipikirin, Mama do'akan semoga kamu bisa mendapatkan yang lebih baik darinya." Hera hanya bisa mendo'akan terbaik untuk putrinya.Nadira menyandarkan kepalanya ke bahu Hera, lalu tangan sang Mama membelai kerudung wanita yang berkulit putih itu."Kamu gak usah khawatir perihal jodoh, Nadira. Semua sudah diatur dan akan datang di waktu yang tepat. Pasti kamu mendapatkan yang lebih baik, lebih tampan dan lebih dari segalanya dari Abian. Aamiin ...." Hera membelai lembut sembari tersenyum pada putrinya."Aamiin." Hanya kata itu yang diucapkan oleh Nadira karena do'a dari Hera."Sekarang mending kamu mandi dan sholat, terus kita makan malam bersama. Mama sudah masak makanan kesukaanmu dan juga Papa." Hera memberikan seulas senyuman."Papa sudah pulang, Ma?" tanya Nadira karena belum melihat Restu."Paling sebentar lagi pulang, yang penting kamu siap-siap dulu. Sembari bersiap untuk sholat," ucap Hera menasihati."Siap, Bos!" Nadira dengan semangat langsung pergi ke kamarnya untuk membersihkan tubuh yang sudah lengket dengan keringat.***Semua sudah berkumpul di meja makan untuk menyantap hidangan yang sudah disiapkan oleh Hera. Terlihat lezat dan menggugah selera, bahkan Nadira sudah tidak tahan untuk menyantapnya. Akan tetapi, aktivitas mereka berhenti saat terdengar bel rumah berbunyi.Bi Ina yang merupakan asisten rumah tangga pun membukakan pintu. Ternyata tamu yang datang adalah Ghea dan Denia, mereka berdua sengaja tidak memberitahu sahabatnya terlebih dulu. Kedua wanita itu tersenyum ketika melihat Hera dan Restu, mereka juga bersalaman dengan kedua orang tua Nadira."Kalian sudah makan?" tanya Restu ketika melihat teman baik putrinya datang."Belum, Om." Denia menyahut singkat. Sedangkan Ghea menyenggol lengan sahabatnya.'Lo jangan malu-maluin,' bisik Ghea merasa malu dengan kelakuan sahabatnya.'Gue memang lapar,' ucap Denia menyeringai."Makan bareng yuk!" ajak Hera sembari tersenyum."Ayuk," sahut Denia tanpa malu, bahkan wanita tomboi itu langsung mencari kursi untuk duduk.Ghea hanya geleng-geleng kepala dan meminta maaf atas kelakuan sahabatnya. Namun, Hera dan Restu tidak mempermasalahkan hal tersebut.Selesai menyantap makan malam, Nadira mengajak kedua temannya ke kamar. Sebelumnya, Ghea dan Denia memang mengatakan akan menginap di rumah sahabatnya itu."Lo mau hadir ke pernikahan Abian, Nad?" tanya Ghea ragu."Lo lagi, masih tanya. Harus datang dong!" cetus Denia penuh semangat."Memang gue harus datang ya? Gue gak mau jadi bahan tertawaan oleh mereka. Terlebih, gue yang harusnya ada di pelaminan bersama Abian, bukan Vera," ujar Nadira sembari memeluk bantal guling di atas tempat tidurnya.Denia menghampiri, lalu memeluk erat tubuh wanita cantik berkulit putih itu. "Gue paham dengan apa yang lo rasakan. Namun, lo harus kuat, Nad. Jangan lari dari kenyataan, kalau bisa lo harus buktikan pada mereka kalau lo tetap bahagia meskipun mereka menikah." Denia memberikan nasihat."Gue setuju dengan Denia, Nad. Bagaimanapun, lo jangan mau dianggap lemah oleh mereka. Lo harus kuat. Jangan biarkan mereka tertawa karena melihat kesedihan lo." Ghea menghampiri dan duduk bersama di atas tempat tidur."Gue mau, tapi kalian berdua harus menemaniku," kata Nadira memelas."Kita berdua mana bisa ikut, Nad. Abian atau Vera saja gak ada yang mengundang kita. Kayaknya mereka memang sengaja melakukan ini semua," tebak Ghea memikirkannya dan Denia tidak ada yang diundang."Iya, padahal Abian tahu kalau kita sahabat. Entah ... gue gak tau apa yang sedang pasangan itu rencanakan untuk sahabat kita yang satu ini." Denia mulai menebak-nebak."Apa mungkin Abian dan Vera masih mau menyakitiku? Apa mereka belum puas?" cecar Nadira berpikir sejenak."Jelas saja, Nad. Lo gimana sih! Gak peka banget." Denia berbicara sewot.Di saat mereka asik mengobrol, pintu kamar terbuka perlahan. Ternyata Hera masuk untuk mengantarkan minuman untuk tamu-tamu anaknya."Tante bawakan jus jeruk, biar kalian lebih enak ngobrolnya. Kan biasanya kalau lagi asik bisa kehausan," kata Hera memberikan senyuman."Terima kasih, Tante. Memang Tante ini paling baik deh!" Tanpa rasa malu, Denia langsung menyambar jus jeruk yang masih ada di atas nampan.Selanjutnya, Hera menaruh sisa jus di atas meja yang ada di samping tempat tidur anaknya."Tante taruh di sini, ya." Hera pamit pergi."Terima kasih, Tante." Ghea mengucapkan terima kasih.Setelah pintu kamar kembali tertutup, mereka melanjutkan obrolan yang sempat terputus."Sampai di mana tadi kita?" tanya Ghea melupakan sesuatu."Perihal Abian ingin membuat Nadira sakit hati," sahut Denia yang masih teringat jelas akan obrolan yang sempat berhenti."Bagaimana menurutmu, Nad?" tanya Ghea penasaran."Gue sendiri gak yakin kalau Abian itu sengaja ingin menyakiti gue. Pasti semua ini ulah Vera deh! Gue membelanya bukan karena masih berharap pada Abian. Cuma firasatku saja mengatakan demikian." Nadia memaparkan."Menurut gue, terserah juga Abian kalau semisal ingin menyakiti Nadira. Yang terpenting untuk saat ini, bagaimana caranya agar Abian itu menyesal sudah melepaskan Nadira." Denia memberikan pendapatnya."Gue sebenarnya sudah ada ide untuk semua itu," ucap Ghea memberikan senyuman yang membuat kedua temannya curiga."Gue gak yakin kalau lo yang punya ide, memang apa ide lo?" tanya Denia mulai penasaran.Biasanya kalau Ghea sudah memiliki ide, Nadira dan Denia harus waspada."Nadira harus datang bersama pasangan. Soal pasangan itu, serahkan saja sama gue. Soalnya gue sudah booking pria tampan untuk datang ke pernikahan Abian menemani Nadira." Ghea menjelaskan panjang lebar hingga membuat kedua sahabatnya melongo."Ide gila!" seru Denia dan Nadira.Bahkan Denia yang tomboi pun tidak berpikir sampai sejauh itu. Wanita itu akhirnya bertepuk tangan bangga dengan ide yang diberikan Ghea."Emang harus ya, begitu?" tanya Nadira enggan."Menurut gue sih, harus. Semua itu agar mereka tidak meremehkan lo, Nad! Buktikan kalau lo bisa mendapatkan yang lebih baik," jawab Ghea sesuai pendapatnya."Kali ini gue setuju dengan ide Ghea. Udah lah, Nad. Gak usah banyak berpikir, mending atur saja kapan teman kita yang satu ini bisa bertemu dengan pria itu?" tanya Denia tidak sabaran."Gue masih belum setuju, ya. Kenapa seolah-olah kalian berdua yang ngebet." Nadira mulai kesal dengan sikap Ghea dan Denia."Semua ini demi kebaikan lo, Nad. Kalau lo tetap tidak mau, terserah sih. Namun, kalau gue sendiri sih mending ikut saran Ghea. Dari pada dijuluki pecundang nanti. Mengingat datang sendiri ditertawakan, tidak datang tambah diremehkan." Denia justru membela Ghea hingga wanita cantik berlesung pipi itu harus berpikir berulang kali. "Tau ah! Gue p
Nadira hanya tersenyum tipis secara terpaksa, lalu menarik tangan Ghea sembari berbisik pelan."Lo yakin dia orangnya?" tanya Nadira pelan. Bagaimanapun, wanita satu ini tidak ingin menyinggung perasaan pria yang saat ini ada di hadapannya."Gue gak tahu kenapa kayak gini orangnya, kata temanku sih ganteng," sahut Ghea kebingungan, dia juga mulai melihat penampilan pria yang terlihat cupu."Lo gimana sih, kalau kayak gini mah ... mending gue gak usah datang saja ke acara. Bisa-bisa gue ditertawakan Ghe," ucap Nadira sembari membayangkan apa yang akan terjadi jika datang bersama pria itu."Terus, enaknya bagaimana ini?" tanya Ghea meminta pendapat sahabatnya."Gue gak mau ikut-ikutan, lebih baik gue pulang." Nadira kesal, hingga pergi begitu saja meninggalkan Ghea yang mulai mengajak ngobrol pria itu lagi."Maaf, ya. Teman gue gak setuju, mending pulang saja." Ghea berbicara tanpa basa-basi, lalu mengejar Nadira yang sudah berjalan jauh darinya. Wanita cantik yang sudah siap datang ke
Mereka memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Dia juga tidak mungkin membuat acara pernikahan mantan tunangannya semakin kacau karenanya. Ketika berada di dalam mobil, Nadira mulai tertawa secara perlahan."Kamu kenapa?" tanya Hendra heran. Biasanya kalau seorang wanita ditinggal pergi, pasti sakit hati dan sedih. Entah kenapa Nadira harus tertawa untuk semuanya."Gapapa, gue cuma teringat sama Abian saja. Ternyata dia cemburu melihat kita," jelas Nadira tersenyum tipis.Sebagai mantan tunangan yang baik, Nadira tahu persis bagaimana ekspresi mantan tunangannya ketika sedang cemburu."Jadi kamu masih berharap dia kembali?" tanya Hendra perlahan."Enggak ... ngapain juga mengharapkannya kembali? Lagi pula dia sudah menjadi suami orang sekarang. By the way, thanks. Karena lo sudah membantu gue," ujar Nadira dengan wajahnya yang masih terlihat begitu bahagia."Sama-sama." Hendra berbicara sembari memberikan senyuman. Dari raut wajah pria tampan itu sedang mengharapkan sesuatu, ta
"Ponsel lo dari tadi berdering tuh! Kenapa gak diangkat saja?" tanya Ghea menatap wajah Nadira yang mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal."Gue malas, biarkan saja," ujar Nadira malas.Ghea tidak banyak berbicara lagi, jika sahabatnya sudah terlihat malas begitu. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Wanita berhidung mancung itu pun mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal dari ponsel Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea. Kalau gue gak mau angkat panggilannya, bukan berarti lo harus mengangkatnya!" pekik Nadira kesal. Dia berusaha untuk mengambil alih ponsel yang ada dalam genggaman tangan Ghea.Sudah terlambat, sebuah suara terdengar dari seberang sana. Sebuah suara yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka berdua. "Bukankah itu suara ...," ucap Ghea, tapi dipotong oleh Nadira.Wanita cantik berkulit putih segera mengambil alih ponselnya dan segera berbicara dengan pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar. Ghea hanya bisa menggelengkan kepala melihat kela
"Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus."Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu."Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri."Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai penga
Nadira langsung mencubit pinggang Denia secara samar, tapi semua percuma saat sahabatnya merintih kesakitan. Dia mulai mempermalukan Nadira lagi. Langsung saja Ghea menutup mulut Denia agar tidak berbicara lebih banyak lagi. "Kita berdua mau beli kentang dulu, ya. Kalian berdua bersenang-senang saja dulu," ujar Ghea mengajak Denia pergi.Davin memberikan senyuman termanisnya sembari melihat kepergian sahabat-sahabat Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea! Mana gak jelas banget, beli kentang, kentang. Kentang apaan? Gue belum makan gratis juga, malah ditarik ke sini," ujar Denia kesal. "Lo tuh biasa ya, suka malu-maluin. Lo gak sadar apa yang lo katakan itu sangat memalukan?" cetus Ghea dengan kaki yang masih terus melangkah.Denia masih bingung, dari segi mana wanita itu telah membuat malu? Dia bahkan berpikir apa yang dikatakan masih wajar-wajar saja. Wanita tomboi itu tidak mau membuang kesempatan untuk makan gratis, jadi memilih untuk kembali menemui Nadira dan Davin."Lo mau ke mana, D
Cindy merubah ekspresinya menjadi baik ketika melihat Davin datang. "Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan mendadak," pamit Davin terlihat buru-buru."Kita juga mau pergi," ujar Ghea menyeringai."Ya sudah, bareng yuk!" ajak Davin bersemangat. Namun tawarannya ditolak karena di sana ada Cindy yang menatap ke arah Ghea dan Nadira tajam."Gue dan Nadira masih ada urusan lain di sekitar sini. Jadi, lo bisa pulang duluan saja," ucap Ghea berdusta."Mending pulang sama aku saja, Vin." Cindy malah langsung menarik tangan Davin, tapi pria itu malah menepis tangan wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Ghea dan Nadira hanya menahan tawa melihat perlakuan Davin pada Cindy, lalu mereka berdua pergi meninggalkan tempat tersebut."Gue gak habis pikir sama si Cindy itu. Belum menikah saja sudah seperti itu kelakuan, gue jadi curiga deh. Jangan-jangan cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Davin mau dijodohin karena terpaksa," papar Ghea sok tahu. Nadira menggelengkan kepala. "Gue gak mau
Vera menarik tangan Abian secara paksa agar pergi dari hadapan wanita yang pernah disakitinya."Mas, bisa gak sih! Kamu jangan ganggu lagi Nadira. Kamu sudah menikah denganku, setidaknya kamu hargai perasaanku." Vera terus memarahi Abian karena telah menemui Nadira secara diam-diam."Aku sudah menuruti untuk menikah denganmu, seharusnya kamu ingat! Aku tidak pernah sudi menikah denganmu!" cetus Abian serius.Vera membawa suaminya pulang sembari memarahi sepanjang jalan karena apa yang dilakukan Abian begitu memalukan.***Nadira dan Ghea memilih untuk pulang, dari pada Abian terus mengganggu wanita itu. Pilihan yang tepat untuk saat ini adalah aman."Lo harus banyak bersyukur, Nad. Sudah terlepas dari pria kayak Abian, coba saja kalau lo sampai menikah dengannya. Gue jamin hidup lo tidak akan bahagia," kata Ghea menjelaskan pendapatnya."Iya, gue juga berpikir begitu, Ghea. Pria yang awalnya tegas sekarang malah berubah plin-plan." Nadira kembali teringat akan sikap tegas yang dimilik