Share

Bab 2

Nadira duduk di sofa sembari teringat kejadian di kampus tadi. Kalau saja Ghea dan Denia tidak segera menemukannya di dalam toilet, kemungkinan Vera akan menampar kembali dirinya.

"Anak Mama yang cantik kenapa akhir-akhir ini murung banget sih?" tanya Hera menghampiri Nadira yang sedang duduk manis seorang diri.

"Gapapa, Ma. Cuma capek saja," kata Nadira berdusta.

"Kamu gak berbakat membohongi Mama, Nad! Cerita saja sama Mama. Apa mungkin kamu masih sedih karena Abian?" tanya Hera pelan. Bagaimanapun, wanita setengah paruh baya itu tidak ingin salah bicara.

Tanpa ragu, Nadia mengambil kertas yang sengaja dibawa pulang dan ditaruh dalam tasnya. Kemudian, wanita cantik tersebut menyodorkan surat undangan itu pada Hera. Sang Mama tampak terkejut ketika melihat foto prewedding yang sudah terpampang jelas di belakang undangan.

"Jadi ini alasan kamu murung?" tanya Hera memancing agar putrinya mau bercerita.

Nadira menganggukkan kepala dengan pelan. "Dia keterlaluan, Ma. Kenapa juga harus sama Vera?" cetus Nadira tidak terima.

Hera memberikan senyuman. "Semua sudah takdir, Nadira. Kamu juga harus terima, itu artinya Abian bukan yang terbaik untukmu. Kamu percaya 'kan, Allah pasti tidak akan salah memilihkan jodoh," ujar Hera memberikan penjelasan. Berharap agar putrinya lebih legowo dalam menjalani semua yang sudah terjadi.

"Iya sih, Ma. Cuma aku masih tidak habis pikir dengan semuanya!" Nadira kembali meluapkan isi hatinya.

"Gak usah dipikirin, Mama do'akan semoga kamu bisa mendapatkan yang lebih baik darinya." Hera hanya bisa mendo'akan terbaik untuk putrinya.

Nadira menyandarkan kepalanya ke bahu Hera, lalu tangan sang Mama membelai kerudung wanita yang berkulit putih itu.

"Kamu gak usah khawatir perihal jodoh, Nadira. Semua sudah diatur dan akan datang di waktu yang tepat. Pasti kamu mendapatkan yang lebih baik, lebih tampan dan lebih dari segalanya dari Abian. Aamiin ...." Hera membelai lembut sembari tersenyum pada putrinya.

"Aamiin." Hanya kata itu yang diucapkan oleh Nadira karena do'a dari Hera.

"Sekarang mending kamu mandi dan sholat, terus kita makan malam bersama. Mama sudah masak makanan kesukaanmu dan juga Papa." Hera memberikan seulas senyuman.

"Papa sudah pulang, Ma?" tanya Nadira karena belum melihat Restu.

"Paling sebentar lagi pulang, yang penting kamu siap-siap dulu. Sembari bersiap untuk sholat," ucap Hera menasihati.

"Siap, Bos!" Nadira dengan semangat langsung pergi ke kamarnya untuk membersihkan tubuh yang sudah lengket dengan keringat.

***

Semua sudah berkumpul di meja makan untuk menyantap hidangan yang sudah disiapkan oleh Hera. Terlihat lezat dan menggugah selera, bahkan Nadira sudah tidak tahan untuk menyantapnya. Akan tetapi, aktivitas mereka berhenti saat terdengar bel rumah berbunyi.

Bi Ina yang merupakan asisten rumah tangga pun membukakan pintu. Ternyata tamu yang datang adalah Ghea dan Denia, mereka berdua sengaja tidak memberitahu sahabatnya terlebih dulu. Kedua wanita itu tersenyum ketika melihat Hera dan Restu, mereka juga bersalaman dengan kedua orang tua Nadira.

"Kalian sudah makan?" tanya Restu ketika melihat teman baik putrinya datang.

"Belum, Om." Denia menyahut singkat. Sedangkan Ghea menyenggol lengan sahabatnya.

'Lo jangan malu-maluin,' bisik Ghea merasa malu dengan kelakuan sahabatnya.

'Gue memang lapar,' ucap Denia menyeringai.

"Makan bareng yuk!" ajak Hera sembari tersenyum.

"Ayuk," sahut Denia tanpa malu, bahkan wanita tomboi itu langsung mencari kursi untuk duduk.

Ghea hanya geleng-geleng kepala dan meminta maaf atas kelakuan sahabatnya. Namun, Hera dan Restu tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Selesai menyantap makan malam, Nadira mengajak kedua temannya ke kamar. Sebelumnya, Ghea dan Denia memang mengatakan akan menginap di rumah sahabatnya itu.

"Lo mau hadir ke pernikahan Abian, Nad?" tanya Ghea ragu.

"Lo lagi, masih tanya. Harus datang dong!" cetus Denia penuh semangat.

"Memang gue harus datang ya? Gue gak mau jadi bahan tertawaan oleh mereka. Terlebih, gue yang harusnya ada di pelaminan bersama Abian, bukan Vera," ujar Nadira sembari memeluk bantal guling di atas tempat tidurnya.

Denia menghampiri, lalu memeluk erat tubuh wanita cantik berkulit putih itu. "Gue paham dengan apa yang lo rasakan. Namun, lo harus kuat, Nad. Jangan lari dari kenyataan, kalau bisa lo harus buktikan pada mereka kalau lo tetap bahagia meskipun mereka menikah." Denia memberikan nasihat.

"Gue setuju dengan Denia, Nad. Bagaimanapun, lo jangan mau dianggap lemah oleh mereka. Lo harus kuat. Jangan biarkan mereka tertawa karena melihat kesedihan lo." Ghea menghampiri dan duduk bersama di atas tempat tidur.

"Gue mau, tapi kalian berdua harus menemaniku," kata Nadira memelas.

"Kita berdua mana bisa ikut, Nad. Abian atau Vera saja gak ada yang mengundang kita. Kayaknya mereka memang sengaja melakukan ini semua," tebak Ghea memikirkannya dan Denia tidak ada yang diundang.

"Iya, padahal Abian tahu kalau kita sahabat. Entah ... gue gak tau apa yang sedang pasangan itu rencanakan untuk sahabat kita yang satu ini." Denia mulai menebak-nebak.

"Apa mungkin Abian dan Vera masih mau menyakitiku? Apa mereka belum puas?" cecar Nadira berpikir sejenak.

"Jelas saja, Nad. Lo gimana sih! Gak peka banget." Denia berbicara sewot.

Di saat mereka asik mengobrol, pintu kamar terbuka perlahan. Ternyata Hera masuk untuk mengantarkan minuman untuk tamu-tamu anaknya.

"Tante bawakan jus jeruk, biar kalian lebih enak ngobrolnya. Kan biasanya kalau lagi asik bisa kehausan," kata Hera memberikan senyuman.

"Terima kasih, Tante. Memang Tante ini paling baik deh!" Tanpa rasa malu, Denia langsung menyambar jus jeruk yang masih ada di atas nampan.

Selanjutnya, Hera menaruh sisa jus di atas meja yang ada di samping tempat tidur anaknya.

"Tante taruh di sini, ya." Hera pamit pergi.

"Terima kasih, Tante." Ghea mengucapkan terima kasih.

Setelah pintu kamar kembali tertutup, mereka melanjutkan obrolan yang sempat terputus.

"Sampai di mana tadi kita?" tanya Ghea melupakan sesuatu.

"Perihal Abian ingin membuat Nadira sakit hati," sahut Denia yang masih teringat jelas akan obrolan yang sempat berhenti.

"Bagaimana menurutmu, Nad?" tanya Ghea penasaran.

"Gue sendiri gak yakin kalau Abian itu sengaja ingin menyakiti gue. Pasti semua ini ulah Vera deh! Gue membelanya bukan karena masih berharap pada Abian. Cuma firasatku saja mengatakan demikian." Nadia memaparkan.

"Menurut gue, terserah juga Abian kalau semisal ingin menyakiti Nadira. Yang terpenting untuk saat ini, bagaimana caranya agar Abian itu menyesal sudah melepaskan Nadira." Denia memberikan pendapatnya.

"Gue sebenarnya sudah ada ide untuk semua itu," ucap Ghea memberikan senyuman yang membuat kedua temannya curiga.

"Gue gak yakin kalau lo yang punya ide, memang apa ide lo?" tanya Denia mulai penasaran.

Biasanya kalau Ghea sudah memiliki ide, Nadira dan Denia harus waspada.

"Nadira harus datang bersama pasangan. Soal pasangan itu, serahkan saja sama gue. Soalnya gue sudah booking pria tampan untuk datang ke pernikahan Abian menemani Nadira." Ghea menjelaskan panjang lebar hingga membuat kedua sahabatnya melongo.

"Ide gila!" seru Denia dan Nadira.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status