“Bu Nur!” Wajah Alula berseri-seri saat melihat wanita yang masih cantik meski usianya tidak lagi muda tersebut ada di ruang tamu kediaman Jannah.Nur pun yang awalnya duduk, bangkit.Alula menghampiri Nur, lalu mencium tangan wanita itu takzim. Nur membingkai wajah Alula dengan kedua telapak tangan. Diciumnya pipi Alula kanan-kiri bergantian. Hal itu malah membuat hati Alula gerimis, ia terpaku beberapa saat sebab terharu sampai terbengong-bengong.Terharu karena dua wanita asing yang ada di sekelilingnya ini, memberikan banyak kasih sayang yang tidak didapat dari ibunya. Dua wanita itu Nur dan Jannah.“Kamu apa kabar? Sudah sehat? Tapi kelihatannya tambah kurusan,” tanya Nur. Tangannya belum beralih dari pipi Alula.Air mata Alula justru lolos dari pelupuk.“Loh, kok, malah nangis?” kelakar Nur. Ia membelai pipi Alula, menghapus air mata itu.“Kediri sekecil ini, Bu. Nggak nyangka bertemu Ibu di sini. Saya sangat bahagia.”Nur tersenyum.“Kalian sudah saling kenal?” Pertanyaan Janna
Aruni tersenyum sambil mengaduk minuman di hadapannya. Sebuah jus alpukat minuman favorit Yongki sudah tersaji sempurna.Malam ini, Aruni akan menjalankan misi untuk kesekian kali setelah sebelumnya gagal, untuk merebut hati dan cinta sang suami.“Kita lihat, Bang. Setelah obat perang*sang aku bubuhkan di minuman ini, apa kamu akan menolakku lagi?” gumam wanita itu.Sebuah rencana sudah disusun rapi oleh Aruni. Ia sebagai istri sah merasa harus mendapatkan lahir batin Yongki yang masih terpaut dengan masa lalunya. Wanita itu harus mengenyahkan bayang-bayang Alula dari hidup sang suami. Satu-satunya cara adalah hamil anak Yongki. Untuk mendapatkan kehamilan, harus melepas jubah keperawanan pada pria itu.“Obat ini dulu. Kalau tetap tidak berhasil, nanti akan kubuat kamu mabuk agar kamu tidak sadar dan aku akan memaksamu melakukannya. Aku berjanji akan melakukan apa pun untuk mendapatkan nafkah batinku, Bang.” Aruni kembali tersenyum.Resepsi pernikahan belum dihelat. Pun belum ada sebu
“Aruni?” Yongki yang awalnya tiduran, mengubah posisi menjadi duduk.Aruni mengenakan handuk berbentuk kimono, tetapi entah mengapa di mata Yongki Aruni terlihat begitu seksi.Tidak lupa Aruni mengunci kamar sambil tersenyum.“Bang, bisa minta tolong nggak?”“A-apa?” Yongki meraba dada. Yang berada di dalam sana, berdebar-debar.“Aku kayak masuk angin. Tolong olesi punggungku sama minyak kayu putih, ya?”Yongki diam. Berkali-kali ia meneguk ludah.“Gimana? Bisa?” Aruni memastikan.“O-oke.”Aruni berjalan gemulai menuju ranjang. Ia tengkurap di sana. Betisnya terekspose sempurna.Dilihat dari belakang, Yongki malah membayangkan Alula yang ada di sana.“Bang, ayo sini. Ini udah aku bawakan minyak kayu putihnya.” Aruni terus menarik target yang sudah terpancing umpannya.Dengan gusar, Yongki pun berdiri. Rasa panas, jantung berdebar, dan sesuatu yang biasanya di bawah sana jinak, mendadak buas butuh mangsa.Yongki pun mendekati Aruni. Ia menerima uluran minyak kayu putih dari sang istri.
Yongki mengendarai sepeda motornya tidak tentu arah. Jalanan malam begitu lengang, memudahkannya mengendarai secara ugal-ugalan. Hanya saja, ia harus waspada karena banyak kendaraan roda empat yang besar dan panjang.Pria itu terlihat sangat kacau. Matanya memerah, menyimpan kesedihan dan luka yang mendalam.“Alula, bersabarlah, Sayang. Aku akan berusaha lebih keras agar kita bersama,” gumamnya.Jika bukan karena Alula, hampir saja kesucian Aruni direnggutnya dan itu artinya berpisah dengan istrinya makin sulit. Apalagi jika wanita itu hamil. Tambah pelik.“Astagfirullah. Aku tahu ini semua salah. Mengabaikan istri juga berdosa, aku tahu itu. Tapi aku harus apa kalau aku belum bisa melupakan Alula?”Yongki melambatkan laju sepeda motor ketika tiba di sebuah jembatan yang membentang di atas sungai Brantas. Ia pun berhenti.Setelah mematikan mesin sepeda motor, Yongki berdiri di atas jembatan. Ia merentangkan tangan, lalu berteriak.“Alulaa!” Tubuh pria itu lantas ambruk. Ia terpejam, t
“Alula dasar pelakor! Keluar kau! Di mana kamu sembunyikan Bang Yongki!” Suara teriakan itu terdengar.“La, siapa itu?” Jannah yang baru keluar dari rumah, ikut gugup.“Ibu di sini saja. Biar aku yang hadapi dia karena dia bermasalah denganku. Bu Nur, saya permisi dulu.” Tanpa mendengar jawaban Nur, Alula menemui Aruni.“Bu Jannah kenal sama yang teriak itu?” tanya Nur.Jannah pun melihat siapa yang datang. Ia lantas mengangguk. “Nggak kenal, hanya tahu siapa dia. Dia itu Aruni, saudara tiri Alula. Alula itu sedang ada masalah rumit, Bu.”“Apa kalau boleh tahu?”Jannah mengajak Nur duduk di dalam rumahnya. “Saya tidak bisa cerita karena ini masalah pribadinya.”“Sedikit saja, Bu. Saya janji tidak akan membocorkan dengan siapa pun. Soalnya saya sudah membaca sejak bertemu di rumah sakit waktu itu kalau dia seperti sedang menanggung beban kesedihan begitu berat.”Jannah terdiam. Ia tidak bisa cerita begitu saja sebab menghargai privasi anak asuhnya.“Siapa tahu saya bisa membantu, Bu. K
Aruni terdiam. Ia terlihat ragu melakukan itu.“Berarti kamu tidak berani. Ya, sudah. Cari sendiri suamimu.”“Bagaimana aku bisa percaya kalau Ibu bisa menghubungi dan membujuknya agar dia kembali pulang?”Jannah merogoh ponselnya dari saku gamis. Kemarin sebelum Yongki benar-benar pergi, pria itu memberikan nomor ponsel satunya kepada Jannah.“Nomor ini hanya beberapa orang terdekat saja yang tahu, Bu. Aku minta tolong dengan sangat. Kalau ada apa-apa sama Alula, kabari aku. Semua ini salahku yang menyetujui begitu saja menikah dengan Aruni. Aku sangat menyesal. Aku yakin Alula sama terlukanya sepertiku,” ujar Yongki kala itu.“Jangan terus menyalahkan diri sendiri, Ki. Semua ini sudah takdir. Kalian semua sebenarnya adalah korban dari masa lalu seseorang, yaitu ayahnya Alula dan Aruni sampai kalian mengalami situasi pelik ini. Cobalah ikhlas, bangun rumah tanggamu dengan Aruni dengan sungguh-sungguh meski pernikahan kalian terjadi karena desakan. Biar Alula di sini Ibu yang menjaga.
Jannah menghela napas berat, lalu mengeluarkannya pelan.”Alula, Sayang. Dosa hukumnya jika memikirkan suami orang. Belajar, ya. Dia sudah punya istri, biar dipikirkan istrinya. Entah di mana dan kenapa, nggak usah lagi peduli. Sekarang kamu hanya harus fokus melupakan."Tapi, Bu firasatku nggak–""Nggak ada tapi-tapi. Entah kamu mikir Ibu ini kejam atau apa terserah. Tapi Ibu galak gini demi kebaikanmu. Jangan jadi wanita menya-menye yang masih mengharapkan mantan, dikasih janji manis sedikit aja luluh. Jadilah wanita berwibawa dan badas. Mantan, libas."Pelan, akhirnya Alula mengangguk."Ya sudah, biar Ibu yang bawa bukunya dan yang buat teh. Kamu duduk di sini dulu. Keburu ditunggu sama Bu Nur.” Dengan cekatan, Jannah membuat sendiri teh untuk Nur. Sementara Alula masih duduk dengan pandangan kosong.Saat Jannah akan melangkah kembali ke ruang tamu, Alula menahan.“Ibu ada uang nganggur nggak? Aku pinjam dulu lima juta buat ganti uang Bu Nur yang aku pinjam boleh? Aku menggadaikan
Selepas keluar dari panti, Aruni langsung menuju konter pulsa untuk membeli kartu baru.“Awas kau, Bang! Berani-beraninya kamu memblokir nomorku dan keluarga kita. Tapi setidaknya aku lega, ternyata kamu nggak kabur sama Alula sialan itu,” gumam Aruni di tengah perjalanan sambil mengemudi.Sejak obat perangsang waktu itu, Yongki tidak pulang. Pihak keluarga sudah mencari di semua laundry, rekannya, juga tempat yang biasa didatangi. Namun, pria itu tetap tidak ditemukan.Awalnya, Aruni akan datang bersama Rohima untuk melabrak Alula. Akan tetapi, mendadak ada salah satu kerabat yang meninggal. Terpaksa Rohima batal ikut karena harus takziah dan Aruni datang ke panti sendiri. Mereka berpikir, menunggu sampai pulang takziah terlalu lama.Aruni memarkirkan mobil di salah satu konter. Ia lantas turun, dan membeli kartu baru.Proses mengaktifkan kartu baru ternyata tidaklah mudah. Harus daftar dengan nomor kartu keluarga dan nomor KTP. Aruni kesal bukan main karena merasa semuanya ribet.“S