Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa

Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa

By:  Zuya  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 ratings
117Chapters
8.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Alula hanya bisa pasrah saat sang calon suami direbut saudara tirinya tersebab sebuah kesalahan masa lalu orang tuanya. Sakit hati atau mengamuk pun percuma karena pernikahan sudah terlaksana. Hidup sedang susah-susahnya move on, bukannya pria rupawan nan kaya raya seperti di cerita novel yang datang menawarkan rasa. Eh, yang menyukainya justru dosen tonggos, culun, dan buruk rupa. Bagaimana kelanjutan hidup Alula? Menerima uluran rasa dosen itu atau kembali pada mantan yang juga masih sangat mencintainya?

View More
Tunangan Direbut Paksa, Diincar Pria Buruk Rupa Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Susi Hendra
selamat berkarya thor.....
2024-01-02 23:49:05
0
user avatar
MOON
ya ampuun kasian bgt alula. untung akhir2 ceritanya manis bikin senyum2 sendiri
2023-12-30 18:22:58
1
user avatar
Syadza Zakaria
menginspirasi dan membantu mengisi waktu yang membosankan...tetap berkarya ya author...
2023-11-04 12:51:01
1
user avatar
Wildatuz Zaqiyyah
semangat update, Thor...
2023-10-29 19:34:18
1
117 Chapters
1. Pergilah, La!
"Aku menginginkan Bang Yongki, calon suamimu, La!" Aruni menatap nyalang pada Alula. “A-pa maksudmu, Run?” Alula tergemap dengan pernyataan Aruni, saudara tirinya. “Batalkan pernikahanmu atau aku akan mengakhiri hidup!” Dengan napas memburu, Aruni siap menggoreskan pisau di pergelangan tangan. “Run-Runi, jangan! Apa yang kamu lakukan!” Alula berteriak sambil mendekat. “Sst, diam! Jangan berteriak apalagi mendekat!” Aruni menempelkan pisau di bibirnya. “Runi, jangan berbuat nekat kayak gitu. Tenang, oke?” Alula terus mencoba mendekat, tetapi Aruni bergerak mundur. “Diam di tempat, La! Atau aku benar-benar akan menggoreskan pisau ini ke tanganku dan aku akan mengaku kamulah yang menyakitiku.” “Run, kita bicara baik-baik. Ada apa ini sebenarnya? Aku nggak ngerti. Kenapa kamu tiba-tiba datang minta Mas Yongki?” “Pergilah dari sini sejauh-jauhnya malam ini juga! Biar aku yang besok menggantikanmu menjadi pengantin wanita untuk Bang Yongki.” Aruni berbicara dengan mata membola. Alul
Read more
2. Sebuah Saran
Yongki memijat kening. Sementara ponsel masih tersambung dengan Adi."Mas Adi, jangan bercanda. Aku nggak percaya dengan omonganmu. Pasti kamu mengada-ngada!""Apa untungnya aku mengada-ngada? Datanglah ke sini cepat kalau kamu nggak percaya.""Lalu kenapa Alula sampai nggak ada?" Ingin rasanya Yongki menyangkal, tetapi pesannya pada Alula juga tidak terkirim. Itu artinya, mungkin benar. Alula tidak ada di kos-kosan.“Untuk masalah itu, aku nggak tahu. Sekarang gini aja. Aku kasih saran. Gimana kalau Aruni–““Aku akan berusaha nyari dia dulu aja, Mas. Sarannya nanti saja kalau pikiranku sudah mentok. Assalamualaikum.” Yongki kemudian mematikan panggilan karena ingin berusaha berpikir jernih tanpa adanya campur tangan omongan Adi. Ketika mendengar nama Aruni disebut, firasat Yongki sudah tidak enak.Yongki kembali mencoba menghubungi Alula. Hasilnya sama seperti beberapa menit yang lalu; tidak ada tanggapan. Pesan pun tetap ceklis satu. Pria itu kembali melihat jam di mana terakhir kal
Read more
3. Aku Nggak Bisa
"Saya terima nikah dan kawinnya Alula ....” Kalimat Yongki terhenti. Pria itu menunduk dalam setelah melepaskan tangannya dari penghulu. Air matanya menitik.Nurani pria itu menolak pernikahan konyol ini. Alula, hanya Alula yang diinginkan. Akan tetapi, sang pujaan hati entah ada di mana sekarang, ia tidak tahu. Sementara keluarganya terus mendesak, ia terkubang dalam ketidakberdayaan.Sang papa yang duduk di sebelahnya, mengusap pelan bahu Yongki. “Tenangkan dirimu dulu, Ki. Tenang.”Yongki terpejam dalam menunduknya. Pria itu benar-benar tidak bisa berpikir jernih sekarang. Semua orang seolah-olah mengatur hidupnya, masa depannya. Terutama memikirkan Alula yang membuat kepalanya terasa berat.“Aku nggak bisa, Pa.” Yongki mengambil napas panjang dan mengeluarkan pelan.“Jangan diteruskan kalau kamu nggak bisa.” Hanya sang papa yang mengerti kebimbangan putranya itu dan yang dulu paling setuju Yongki mempersunting Alula. Hanya saja, kalah dan tidak bisa menentang istrinya.“Kamu sudah
Read more
4. Tidak Bisa Membayar
"Bang, ja hat banget kamu, ya. Aku sudah menggadaikan diriku, kebebasanku, dan cintaku pada pria lain, demi menutupi aib yang ditorehkan Alula.Tapi apa? Seperti ini Abang belesnya?” Aruni menatap sang suami tajam.“Ini semua sudah menjadi konsekuensimu karena mau menikah denganku. Pernikahan ini hanya maumu, mau keluargamu, dan mamaku. Tapi semua itu bukan kemauan murni dariku. Ingat, Aruni. Jangan pernah berharap cinta karena aku nggak bisa janji ke kamu. Atau mungkin selamanya cintaku mustahil untukmu. Cintaku hanya untuk Alula. Camkan itu!”Aruni menatap Yongki dengan napas memburu. Harga dirinya seperti diinjak-injak.“Oh, ya? Kalau kamu nerima aku hanya demi mamamu, setidaknya hormati aku demi dia kalau kamu tidak ingin mamamu menderita. Asal kamu tahu, Bang. Kamu itu bo doh! Bisa-bisanya masih memikirkan wanita yang sudah pergi meninggalkanmu saat pernikahan. Di mana harga dirimu sebagai pria!”“Aruni! Jangan mengajariku tentang harga diri. Lihat dirimu sendiri yang tidak punya
Read more
5. Wanita Asing
“Maaf, Dek. Saya tadi mendengar percakapan kalian,” sambung suara itu. Alula menatap orang itu tidak enak dengan mata berembun.“Berapa tagihan rumah sakitnya? Biar saya bayar. Sekalian punya Bu Sulastri pasien di ruang Mekah 2,” sambung orang itu, berbicara kepada petugas administrasi.“Ta-tapi.” Alula terbata-bata mengucapkannya.“Sudah, nggak apa-apa.”“Saya bisa menghubungi teman atau kerabat saya. Tidak perlu dibayarkan.”“Kelamaan. Kamu diam dan tenang saja, biar saya urus.”Alula bingung harus bersikap. Bahagia sebab ada yang menolong, atau sungkan karena tidak mengenal orang yang berniat menolong itu, atau justru malu karena terlihat sangat memprihatinkan?Sekiranya tadi Alula akan menghubungi temannya dengan meminjam ponsel perawat untuk meminta tolong membayarkan tagihan rumah sakit via Me**nger karena perhiasannya tidak bisa dibuat untuk membayar. Namun, belum sempat dilakukan, sudah ada orang itu yang datang menawarkan pertolongan.Alula menatap orang itu dan perhiasan di
Read more
6. Itu Mahasiswi Saya!
“Jangan! Baiklah, perhiasanmu saya terima dengan terpaksa.” Nur pun menerima, lalu memasukkan perhiasan Alula ke dalam tas.“Sudah. Puas kamu?” lanjut Nur sambil menatap Alula.Alula tersenyum, lalu mengangguk.“Baiklah, Sus. Sekarang infusnya boleh dilepas,” ucap Alula.Dengan hati-hati, perawat akhirnya melepas jarum infus dari punggung tangan Alula.“Sudah selesai. Sekarang sudah boleh pulang. Jaga kesehatan, ya, Mbak. Jangan lupa pola makan dan istirahatnya dijaga,” pesan perawat.“Iya, Sus. Terima kasih.”“Sama jangan lupa, tebus obat di apotek. Sudah?"Alula menggeleng."Ambil dulu obatnya, cukup tunjukkan resep dan nota pembayaran. Kalau begitu, saya permisi."Ucapan perawat ditanggapi Alula dan Nur dengan anggukan dan ucapan terima kasih.Tepat saat perawat keluar ruang rawat, ponsel Nur berdering. Ia meminta izin Alula mengangkat telepon dan mengode agar Alula tetap diam di tempat, tidak keluar ruangan dulu.“Waalaikumussalam. Iya, Le.” Nur berbicara dengan ponselnya.Alula
Read more
7. Jangan-Jangan Kamu ....
“Permisi, itu mahasiswi saya!” Suara Lutfan sangat keras hingga orang yang awalnya berjubel sedikit merenggang. Cepat-cepat pria tersebut melihat korban yang dikerumuni beberapa orang.“Dia orang gi*la yang sering wara-wiri di sini, Mas. Apa mungkin dia seorang mahasiswi?” Suara seorang pria membuat kaki Lutfan mendadak kaku.“A-apa? Orang gi*la?” Lutfan memicing, lalu melihat dengan saksama wanita yang wajahnya sudah berlumuran darah tersebut. Bajunya bukan baju yang dipakai Alula, kepalanya pun tertutup hijab ala kadarnya, tidak seperti Alula yang memakai hijab abu-abu panjang.“Oh, maaf. Saya salah orang. Saya pikir tadi mahasiswi saya yang juga baru saja melintas di sini.” Lutfan menjelaskan.“Huuu!” Sorakan orang-orang terdengar.Lutfan kemudian mengurai diri dari kerumunan itu. Ia berkacak pinggang sambil membetulkan kacamata tebalnya. “Astagfirullah! Kena prank! Bikin malu. Lalu di mana gadis itu?” Mata Lutfan menyisir sekitar sampai beberapa kali. Pada satu titik, ia melihat
Read more
8. Diusir
“Fan, jaga bicaramu! Dosa memfitnah wanita baik-baik dengan tuduhan kayak gitu!” Nur memukul pelan lengan sang putra.“Lalu apa lagi, Bu? Wanita sakit sendirian di rumah sakit, lalu nangis nggak jelas.”Alula terkekeh, tetapi air matanya terjatuh.“Apa saya terlihat seperti wanita serendah itu, Pak? Apa wanita sakit, sendirian di rumah sakit, lalu menangis, itu semua wanita nggak bener seperti yang Bapak pikirkan?”“Alula, jangan–““Apa bagi Bapak wanita sakit itu selalu hamil? Apa rumah sakit hanya untuk wanita hamil? Orang selain hamil nggak boleh ke rumah sakit?" Alula tersenyum kecut. "Nggak nyangka, orang berpendidikan seperti Bapak punya pemikiran begitu picik,” ujar Alula lemah, memotong perkataan Nur.“Fan! Pergi kamu dari sini kalau cuma bikin suasana hati orang buruk!” usir Nur.Lutfan terdiam. Ia sadar telah salah bicara. Yang ada di pikiran pria itu, sekarang sedang marak wanita hamil duluan dan entah mengapa ia merasa Alula salah satunya.Alula menatap dosen buruk rupa it
Read more
9. Ambruk
“Alula! Kamu masih hidup ternyata!” lanjut pria itu.Alula menoleh dan saat itu juga, sebuah undangan dilemparkan ke wajahnya. Wanita itu terpejam sambil mengatur napas.“Datanglah ke resepsi pernikahan Aruni dan Yongki. Kalau kamu nggak datang, berarti kamu pecundang, cemen,” ledek Adi.“Tadi aku ke sini mau ngundang pemilik kos-kosanmu. Sebagai bentuk rasa terima kasih karena sudah berkenan ketika kusuruh mengusirmu, tapi ternyata kamu ada di sini. Ya udah, undangannya buat kamu aja,” lanjut pria pemilik sebuah bengkel sepeda motor tersebut.Alula masih diam. Ia menunduk, menatap undangan itu. Undangannya dan Yongki sudah selesai dicetak dan sudah disebar, tetapi sekarang ia menerima undangan baru atas nama wanita lain sebagai pendamping Yongki.Alula baru tahu kalau Aruni benar-benar sudah merebut sang tunangan darinya. Lalu bagaimana caranya nanti mengatakan kalau pernikahannya dan Yongki telah batal padahal undangan sudah disebar? PR berat untuk Alula.Pandangan Alula kosong. Ia
Read more
10. Menggoda
Bangunan yang didatangi Alula adalah panti asuhan. Di bangunan itulah, ia merasa dimanusiakan oleh manusia. Di situ, ia mendapatkan kasih sayang meski bukan dari kerabat. Sementara yang tersambung darah, tidak pernah terasa dekat.Alula ambruk di bawah kaki Jannah, ibu asuh sekaligus pemilik panti.“Alulaa, bangun, Nak. Jangan kayak gini. Ada apa?” Jannah mencekal lengan Alula, memintanya bangkit. Ia menatap koper yang dibawa Alula dengan perasaan bingung.Alula menggeleng, terus menangis, dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.“Bukannya beberapa hari lalu kamu baru nikah? Apa suamimu menyakitimu? Mengusirmu?” tanya Jannah yang sudah diberitahu sebelumnya tentang pernikahan Alula. Namun, tidak diminta menjadi saksi pernikahan.Tangis Alula kian kencang. Bukan, bukan Yongki yang menyakitinya, tetapi ia yang mungkin telah menyakiti pria yang selama ini begitu baik dengannya tersebut. Wanita itu tidak bisa membayangkan seperti apa ekspresi kecewa yang ditunjukkan Yongki jika n
Read more
DMCA.com Protection Status