Share

Pria Tampan

Calista duduk di depan bartender yang sibuk melayani pelanggan-pelanggan yang ada di bar itu. Tidak ada tempat mana pun yang terpikirkan oleh Calista setelah pergi dari rumahnya.

“Mau minum apa nona cantik?” tanya barternder yang telah selesai melayani pelanggan lainnya.

“Minuman dengan tingkat alkohol paling tinggi,” pinta Calista tanpa berpikir panjang pada bartender yang ada di depannya.

“Baiklah, tunggu sebentar nona cantik. Aku akan segera menyiapkannya khusus untukmu.” Bartender itu tersenyum ramah pada Calista lalu dengan sigap menyiapkan pesanan Calista.

Pertama-tama ia meletakkan sebuah gelas kaca kosong pada meja yang ada di depan Calista. Lalu ia mengambil sebotol whiskey dengan tingkat alkohol yang paling tinggi sesuai dengan permintaan Calista.

“Tambah batu es atau tidak, nona cantik?” tanya bartender itu sembari menuangkan whiskey yang ada di botol ke dalam gelas.

“Tidak usah,” ucap Calista dengan nada yang datar.

Setelah mendapatkan anggukan dan senyuman yang ramah dari pelayan itu, ia langsung saja menenggak minumannya. Seketika rasa pahit langsung menjalar di lidah Calista. Minuman itu mengalir langsung di kerongkongannya.

Kerongkongan Calista terasa sangat panas seperti seakan-akan terbakar. Namun, Rasa pahit dan panas dari minuman itu tidak menghentikan Calista untuk mencobanya lagi dan lagi. Pada tegukan kelima, ia kehilangan setengah kesadarannya.

Calista sudah muak dengan perlakuan orangtuanya padanya. Walaupun ini pertama kalinya ia ke bar, Calista tidak merasa takut dan khawatir sama sekali. Ia sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi padanya.

Dalam keadaan yang masih setengah sadar, Calista bergabung dengan orang-orang yang meliuk-liuk di lantai dansa. Calista menggerakan tubuhnya sesuai dengan dentuman musik yang dimainkan DJ di atas sana.

Sesaat setelah Calista bergabung di lantai dansa, pria hidung belang langsung merapat ke arahnya. Pria-pria hidung belang itu tidak segan-segan dengan sengaja menyudutkan tubuh Calista untuk sekedar merasakan kulit mulusnya.

“Sendiri saja cantik?” tanya salah satu pria yang memang sudah mengincar Calista.

“Iya, tentu saja,” jawab Calista tanpa memikirkan konsekuensi apa yang akan terjadi padanya setelah ini.

Calista yang memang sudah tidak peduli sama sekali dengan dirinya, hanya mengabaikan hal itu. Ia tetap asik menggerakkan tubuhnya mengikuti dentuman musik yang semakin bersemangat.

“Mau minum?” pria itu menyodorkan minuman yang ia pegang di tangannya pada Calista.

Tanpa pikir panjang, Calista menegak minuman yang diberikan pria itu dengan santai. Setelah meminumnya, Calista merasa seluruh tubuhnya gerah kepanasan. Padahal ia mengenakan baju yang cukup terbuka, tapi entah kenapa ia tetap merasa kepanasan.

Tanpa sepengetahuan Calista, pria yang tadi memberikan minuman padanya telah menambahkan obat perangsang di munuman itu. Karena itu Calista merasa gerah dan kepanasan meski pakaiannya terbuka.

Calista menghiraukan rasa tidak nyaman yang terjadi pada tubuhnya. Pria yang tadi menawarkan minuman padanya hanya tersenyum seolah tidak melakukan apa-apa.

“Rumahmu dimana?” tanya pria itu mencoba untuk mendekati Calista.

“Kenapa? Jika kau ingin mengantarku ke rumah, tidak usah. Terimakasih. Aku tidak ingin pulang hari ini.”

Respon dari Calista malah ditangkap sebagai lampu hijau oleh pria bejat yang ingin bermaksud jahat padanya. Padahal Calista hanya mengatakan apa yang sebenarnya. Ia tidak bermaksud yang lain dengan mengatakan hal itu.

“Baguslah. Ini, minum lagi” Pria itu menyodorkan botol minuman yang masih belum ditegak habis oleh Calista tadi.

Calista sedikit curiga dengan senyuman pria yang sedang menawarinya minuman ini. Seakan ada maksud yang tersirat dari sana. Namun, karena pikirannya sedang tidak jernih. Ia hanya mengabaikan hal itu.

Calista menegak habis minuman yang diberikan pria itu. Sesaat kemudian, kepalanya terasa sangat berat. Calista tidak bisa mempertahankan kesadaran dirinya lagi. Ia pun jatuh ke pundak pria itu.

Sebelum kehilangan kesadarannya, Calista merasa ada seseorang yang menggiringnya menjauh dari lantai dansa. Suara musik pun perlahan-lahan menghilang dari pendengarannya. Calista kehilangan kesadaran sepenuhnya.

“Hey bro, dia adikku. Kemana kau akan membawanya?”

Suara serak dari seorang pria yang mengakuinya sebagai adik mengembalikan kesadarannya. Samar-samar Calista bisa mendengar percakapan antara dua orang pria.

Calista baru menyadari ia sedang di papah oleh pria yang menawarinya minuman tadi. Sesaat, ia merasa menyesal telah menerima minuman dari orang yang tidak dikenal begitu saja.

“Tadi dia terlihat tidak sadarkan diri. Aku hanya ingin menolongnya,” jelas pria itu berdalih dari maksud jahatnya.

Calista bisa merasakan getaran ketakutan dari pria yang sedang memapahnya saat ini. Dengan segenap tenaga, ia berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya kembali. Ia penasaran dengan pria yang sedang menghadang mereka saat ini.

Di depan sana Calista bisa melihat seorang pria berkemeja hitam dengan tubuh yang tegap dan tinggi. Lebih tinggi dari pria yang sedang memapahnya ini.

“Niat baikmu cukup sampai di sini saja, sekarang serahkan dia padaku. Aku akan mengurusnya setelah ini.” Pria itu memasang tampang yang sangar agar pria bejat ini segera menyingkir dari hadapannya.

Pria yang memapah Calista tadi langsung kabur menjauh dari mereka setelah menyerahkan dirinya pada pria itu. Ia dirangkul dengan hati-hati oleh tangannya yang kekar.

“Apa kau bisa jalan sendiri?” tanya tanya pria itu untuk memastikan.

“Tidak.” Calista menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia bahkan tidak tahu apakah kakinya masih berpijak atau tidak.

Dengan cekatan pria itu menggendong Calista ala brydal style. Calista bisa mencium aroma harum yang maskulin dari tubuhnya. Obat perangsang yang diberikan pada minuman Calista tadi, mulai sedikit bekerja saat ini.

“Ada apa?” tanya pria itu pada Calista yang menyentuh dada bidangnya.

“Tidak ada, tiba-tiba aku hanya ingin menyentuh dada bidangmu ini. Terlihat sangat menggoda.” Calista mulai sedikit bergairah pada pria yang sedang menggendongnya itu.

Pria berhidung mancung, dengan mata tajam seperti elang itu terlihat begitu menarik di mata Calista. Ditambah dengan tubuhnya yang tegap dan cukup atletis. Otot-otot di tubuhnya itu seakan menggoda Calista untuk menyentuhnya.

“Hentikan perbuatanmu. Atau kau akan menyesal telah melakukan hal ini padaku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status