Share

Bab 3

Penulis: Fuko
Aku balas mencibir.

"Hansen, berapa kali sih aku harus bilang kalau sekarang nyawaku terancam dan aku nggak ada waktu lagi menunggu pendonor berikutnya!"

Hansen mendorongku ke atas kasur dengan kesal.

"Kamu mau mempertaruhkan nyawamu demi sebuah ginjal?"

"Karena kamu sendiri yang terus mengatakan akan mati, ya sudah sana mati saja!"

Setelah itu, Hansen langsung berjalan keluar dari kamar.

Tidak lama kemudian, aku mendengar suara mobil di lantai bawah sana. Hansen pun meninggalkan vila ini.

Aku tidak dapat bertahan lagi. Darah menyembur dari mulutku dan aku pingsan di atas tempat tidur.

...

Entah berapa lama kemudian, yang jelas aku terbangun oleh dering telepon.

Aku membuka mataku dengan bingung dan tidak ingin menjawab, tetapi telepon yang terletak di samping tempat tidur itu terus berdering.

Begitu kuangkat, suara sombong Lidya langsung terdengar dari ujung telepon sana.

"Kak, bagaimana rasanya dikurung sendirian di vila?"

Karena aku hanya diam, Lidya pun terus berujar dengan nada menantang.

"Kak Hansen bilang dia telah mengatur telepon itu supaya hanya bisa menerima panggilan, tapi nggak bisa melakukan panggilan keluar. Jadi, jangan coba-coba meminta bantuan."

Rasa perih yang menusuk dari ujung hatiku membuatku sangat kesakitan, rasanya tubuhku nyaris mati lemas.

Hansen tega mengurungku di vila dan memutuskan semua kontakku dengan dunia luar semata-mata agar aku tidak bisa mengusik operasi Lidya.

Ternyata aku sudah begitu buta sampai-sampai mencintai pria seperti itu selama delapan tahun.

"Kak, kamu pasti nggak tahu bahwa waktu kamu masuk ICU, Kak Hansen nggak menemanimu dan lebih memilih untuk menemaniku."

"Begitu aku menangis, dia langsung ingin memberiku seluruh dunia."

"Termasuk nyawamu ...."

Aku segera menutup telepon itu. Hidungku terasa pedih dan mataku langsung berkaca-kaca.

Aku buru-buru menundukkan kepalaku sehingga air mataku menetes meninggalkan bekas di atas selimut.

Saat aku dirawat di ICU adalah momen paling dekatku dengan kematian.

Saat perawat mengobrol di samping tempat tidurku, aku baru tahu bahwa ibuku bergegas datang untuk menandatangani surat keterangan aku sedang kritis sebelum buru-buru pergi lagi.

Nada bicara mereka terdengar sangat kasihan.

"Pasien ini kasihan sekali. Padahal lagi di ICU, tapi nggak ada seorang pun anggota keluarga yang menjenguknya."

"Dokter sudah meminta ibunya untuk tetap di sini, tapi si ibu bilang minta perawat saja yang mengurus pasien karena putrinya sedang dirawat akibat patah kaki. Si ibu jelas-jelas pilih kasih sama adik si pasien. Masa iya patah kaki lebih serius daripada pasien yang dirawat di ICU?"

"Lagi pula, katanya si adik itu dijaga oleh pacarnya yang kaya. Harusnya si ibu nggak perlu mengkhawatirkannya."

Aku masih menghirup oksigen dengan mata terpejam, tetapi air mataku mengalir dari sudut mata. Aku merasa begitu sedih, rasanya seperti ada bagian yang hilang dari hatiku. Rasa sakitnya begitu hebat sampai-sampai aku merasa sesak.

Saat itu, aku bertanya-tanya sejak kapan Lidya mulai punya pacar.

Dua hari setelah aku dipindahkan ke kamar rawat biasa, Hansen akhirnya tiba. Dengan lambaian tangannya, dia memindahkanku ke kamar rawat kelas atas.

Dia bilang terlambat pulang karena habis dinas ke luar negeri.

Aku percaya begitu saja. Saat memeluk Hansen, rasanya semua kesedihanku lenyap.

"Hansen, kukira kamu meninggalkanku begitu saja."

"Kalau aku nggak bisa melihatmu untuk terakhir kalinya, aku pasti nggak akan mati dengan tenang."

Hansen balas memelukku dengan erat. Dia mencium keningku dan membisikkan sebuah janji.

"Revina, jangan menakut-nakutiku dengan mengatakan hal-hal seperti itu. Nggak akan kubiarkan kamu kenapa-kenapa. Aku akan selalu berada di sisimu."

Akal sehatku pun kembali dan tersenyum pucat menatap noda darah di atas lantai.

Hansen, kamu sudah bilang tidak akan membiarkan aku kenapa-kenapa dan akan selalu bersamaku.

Namun, di mana kamu saat sekarang aku akan mati?
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tunanganku Mendonor Ginjalku   Bab 11

    Orang-orang di Myano Utara mengirimkan video penyiksaan ibuku kepada Hansen dan meminta imbalan uang.Dalam video itu, ibuku dipukuli sampai berlumuran darah. Dia terus mengutuk Lydia agar mati dengan mengenaskan sekaligus mengutarakan kerinduannya padaku.Hansen mengembuskan asap rokoknya dengan santai dan berujar."Cabut kedua ginjalnya, baru aku akan memberimu uang."Aku menatap sorot tatapan Hansen yang sarat akan hasrat membunuh dan sontak bergidik.Lalu, aku pun tersenyum dengan lega.Hansen belum tahu, tetapi adikku sudah menyiapkan sebuah kejutan besar untuknya.…Selama beberapa waktu belakangan ini, Hansen tidak pernah datang bekerja. Dia sibuk mabuk-mabukan setiap hari sambil memegang guci abuku dan memanggil namaku. Aku jadi merasa jengah.Aku berputar-putar mengelilingi Hansen selama beberapa saat, lalu Pak Erik mengangkat Hansen agar bangkit berdiri dari lantai dan berkata dengan cemas."Sesuatu terjadi, Pak Hansen. Dokumen rahasia perusahaan bocor, jadi proyek kita diblo

  • Tunanganku Mendonor Ginjalku   Bab 10

    [Hal yang paling kusesali dalam hidup ini adalah jatuh cinta padamu. Kalau ada kehidupan kedua, kuharap kita nggak akan pernah bertemu lagi ….]Air mata Hansen pun terjatuh dan membasahi surat itu.Aku menonton dengan agak senang hingga Hansen tiba-tiba bergegas keluar kamar, lalu mengambil kunci mobil dari pintu masuk dan melaju menuju rumah sakit.…Lidya sangat gembira melihat Hansen. Dia bahkan menyapa sambil tersenyum, "Kak Hansen."Hansen segera menghampiri tempat tidur Lidya dengan ekspresi yang mengerikan, lalu mencengkeram leher Lidya dengan kencang.Tentu saja Lidya sangat terkejut dengan sikap Hansen.Wajahnya memerah dan dia mengayunkan tangannya dengan lemah untuk mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Hansen."Lidya! Pak Hansen, apa-apaan ini! Lepaskan!"Ibuku bergegas mendekat dan memukuli Hansen, bahkan mencakar dan menggigit pria itu dengan kencang. Akhirnya, Hansen melepaskan Lydia.Ibuku memeluk Lidya yang terbatuk-batuk dan menegur Hansen sambil menangis."Pak Han

  • Tunanganku Mendonor Ginjalku   Bab 9

    Aku sebenarnya sudah berulang kali mengingatkan diriku agar jangan merasa sedih atau kesal.Namun, entah kenapa air mataku tetap mengalir.Sekarang, aku baru sadar bahwa arwah juga bisa menangis.Ibuku terus mengoceh, dia tidak menyadari sorot tatapan Hansen yang berubah menjadi makin tajam dan sarat akan hasrat membunuh.Setelah ibuku bilang membuang abuku, tangan Hansen yang besar langsung mencengkeram tulang bahu ibuku dengan begitu kuat hingga nyaris meremukkannya.Pak Erik berusaha sekuat tenaga untuk menarik Hansen menjauh, lalu mencondongkan tubuhnya ke telinga Hansen dan menasihati dengan serius."Pak Hansen, kalau nggak segera ke sana, abu Nona Revina akan hilang."Lidya tidak mengacuhkan tubuhnya yang baru saja menjalani operasi. Dia bergegas keluar dari kamar rawat dan berseru dengan lantang."Kak Hansen, apa kamu sudah nggak menginginkan aku lagi?""Kakakku sudah tiada, tapi apa kamu juga mau aku menyusul?"Hansen berhenti melangkah, tetapi tidak menoleh."Sudah kubilang, y

  • Tunanganku Mendonor Ginjalku   Bab 8

    Hansen juga balas tersenyum."Lydia, kamu baik-baik saja. Istirahatlah yang cukup. Aku pergi dulu."Lydia buru-buru meraih tangan Hansen dengan wajah yang pucat dan air mata yang mengalir turun."Kak Hansen, sebelum aku masuk ke ruang operasi, kamu bilang akan berjanji satu hal padaku. Apa itu masih berlaku?"Hansen mengangguk dan berujar dengan tegas."Tentu saja, itu berlaku sampai kapan pun."Lidya pun berujar dengan suara pelan."Kak Hansen, aku menyukaimu dan ingin bersamamu."Pengakuan mendadak ini membuat Hansen sedikit kehilangan kata-kata.Dia terdiam beberapa saat, lalu berkata perlahan."Lydia, aku sudah berjanji pada kakakmu untuk menikahinya. Aku nggak bisa mengecewakannya."Lidya menyahut dengan tercekat."Kamu nggak bisa mengecewakannya, tapi bisa mengecewakanku? Kamu sudah lupa perbuatanmu padaku malam itu?"Rasanya seperti ada seutas tali dalam hatikku yang langsung putus.Aku sontak merasa mual dan muntah-muntah.Ternyata arwah masih memiliki emosi dan perasaan. Sudah

  • Tunanganku Mendonor Ginjalku   Bab 7

    "Kamu fokus saja dengan operasimu, biarkan dia di vila itu untuk merefleksikan diri. Nggak usah memikirkan soal itu."...Malam itu, Hansen tidak pulang karena Lidya memohon agar dia tetap tinggal.Hansen pun bersandar di jendela tangga darurat sambil merokok. Dia mengeluarkan ponselnya dan berulang kali menghubungi telepon rumah vila itu.Telepon Hansen tidak tersambung karena telepon rumah sedang sibuk, jadi dia akhirnya menelepon Pak Erik dengan frustasi."Kamu yakin telepon di vila hanya bisa menerima panggilan masuk dan nggak bisa melakukan panggilan keluar?""Iya, yakin, Pak Hansen," jawab Pak Erik dengan tegas di ujung telepon sana.Hansen mengisap rokoknya dalam-dalam dan berkata dengan dingin."Besok pergilah ke sana. Cari tahu mengapa telepon vila selalu sibuk dan nggak bisa dihubungi."Entah apa yang sedang dirasakan Hansen saat ini. Yang jelas, dia sama sekali tidak bisa tidur dan sesekali mencoba menelepon ke telepon rumah vila.Pagi-pagi sekali, dokter datang untuk memban

  • Tunanganku Mendonor Ginjalku   Bab 6

    Ayahku diam-diam mengajakku makan restoran cepat saji karena Lydia sendiri sedang sakit dan tidak bisa makan. Ayahku tidak ingin aku kehilangan kegembiraan masa kecilku.Orang tua kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperlakukan Lidya secara adil, tetapi ternyata itu justru menumbuhkan bibit kebencian dalam hati Lidya.Lidya menatapku dengan ekspresi arogan."Sebenarnya, aku sudah lama tahu soal perselingkuhan Ayah. Akulah yang menutupinya.""Bibi itu sangat baik, dia lebih cantik dan lembut daripada Ibu. Yang terpenting, dia kaya dan selalu membelikanku apa yang kuinginkan.""Siapa sangka pas pertama kali Ayah mengajakmu berselingkuh, Ayah malah ketahuan. Sayang sekali. Kamu benar-benar malapetaka ...."Aku refleks menengadah dan memelototi Lidya, rasanya ingin sekali aku mencabiknya.Waktu ikut ayahku berselingkuh di rumah bibi itu, aku langsung tertidur setelah meminum air yang diberikan bibi itu.Aku sudah menanggung cap jelek ini selama bertahun-tahun. Ibu dan para kerab

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status