Share

7. Berani Melawan

Author: Ade Esriani
last update Huling Na-update: 2023-09-26 12:42:07

Bagian 7

"Gawat, Sof, Mira telah mencari bantuan, dia berniat ingin menjebloskan orang yang sudah mencuri mobilnya." Sebuah pesan dari dari Mas Hanif masuk ke ponselku.

Ada untungnya juga aku menyadap ponselnya Mas Hanif, jadi aku bisa mengetahui semua pembicaranya dengan wanita itu.

"Masa menghadapi istrimu aja enggak bisa sih, Mas! Tahan dia, bila perlu kurung dia sepeti yang dikatakan Ibu tadi." Pesan balasan dari wanita itu.

"Tidak semudah itu, Sofi. Mira itu orangnya keras kepala."

"Ancam saja, Mas. Dia kan sedang menjalankan program kehamilan tuh, ancam saja bahwa Mas akan menceraikan jika dia tidak nurut juga."

Wow! Bahkan wanita yang bernama Sapi itu udah berani menyuruh Mas Hanif untuk menceraikanku. Luar biasa!

"Belum saatnya, Sofi. Keinginan Mas belum terwujud. Setelah semuanya berada di genggaman Mas, maka itulah yang akan Mas lakukan!"

Picik sekali pikiranmu itu, Mas! Bahkan kamu tidak ingat betapa aku telah berkorban banyak untukmu dan juga ibumu.

Kuliahmu saja aku yang bayarin. Sekarang setelah menduduki posisi yang bagus, bahkan kamu lupa dan ingin mencampakkanku. Kamu lupa, Mas, siapa yang membantu dan mendukungmu hingga berada di posisi seperti sekarang ini?

Kamu bagaikan kacang yang lupa pada kulitnya, Mas! Ternyata ini balasan untuk semua pengorbananku selama ini.

Untuk sejenak, aku mematut diri di depan cermin. Memandangi wajahku.

Tidak ada yang berubah dari wajahku, masih tetap cantik seperti dulu karena aku selalu rajin melakukan perawatan. Kemudian aku berdiri, mengamati setiap inci dari tubuhku. Tiada yang berubah, bahkan tidak ada lemak yang bergelambir, masih tetap langsing. Selama ini, aku juga sudah menjalankan tugasku semaksimal mungkin sebagai seorang istri. Lantas, kenapa Mas Hanif berpaling ke lain hati?

Iya, aku baru ingat. Ibunya Mas Hanif mengatakan bahwa aku ini hanyalah alat untuk balas dendam. Ya, hanya untuk balas dendam.

Aku mencengkram luka di dalam dada ini. Luka yang ditorehkan oleh suamiku dan mertuaku sendiri.

Bulir bening berhasil lolos dari sudut netra. Aku larut dalam kesedihan. Meratapi nasib pernikahanku yang mungkin sebentar lagi akan berakhir.

Aku tidak akan membiarkanmu menang, Mas. Kamu akan merasakan yang jauh lebih sakit dibanding apa yang aku rasakan saat ini. Itu adalah janjiku.

Segera kuhapus air mata dengan punggung tangan saat mendengar bunyi pintu terbuka. Mas Hanif tidak boleh tahu bahwa aku habis menangis. Bisa-bisa ia akan menginterogasiku dan rencanaku pasti akan gagal. Aku tidak mau hal itu terjadi.

Mas Hanif menghampiriku yang sedang duduk di bangku meja rias. Lalu memegangi pundakku dari belakang.

Sebenarnya aku sudah tidak sudi disentuhnya, tapi aku harus tetap bersikap biasa saja di hadapannya.

"Mir, maafin Mas, ya, jika Mas telah membuatmu kecewa," ucapnya sambil mengelus kepalaku yang masuh mengenakan jilbab.

Dahiku mengernyit mendengar ucapannya. Apa mungkin Mas Hanif telah menyesali semua kesalahannya padaku?

"Maaf? Untuk apa?"

"Karena Mas telah membuat mobilmu hilang. Mas juga belum bisa menjadi suami yang baik karena belum berhasil mendapatkan kembali mobil itu, Mir!"

Bagaimana bisa kembali kepadaku? sedangkan mobil itu telah kamu berikan kepada gundukmu itu, Mas … Mas!

Sandiwara lagi ternyata! Rupanya sandiwara ini masih terus berlanjut, baiklah, mari kita mainkan!

"Enggak apa-apa, Mas. Cukup temani aku melaporkan kasus ini ke polisi, itu saja sudah cukup." Aku memang sengaja bicara seperti itu untuk melihat bagaimana reaksinya.

Mas Hanif terdiam, sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

"Saran mas, sebaiknya kamu lupakan saja soal mobil itu. Ikhlaskan saja! Jangan sampai hal itu menjadi beban pikiran yang akan berdampak buruk pada program kehamilan yang sedang kamu jalani. Mas tidak mau usaha kita selama ini jadi sia-sia, Mir!" Mas Hanif mencoba membujukku, tapi aku tidak akan luluh.

"Begini saja, mas minta kamu transfer uang ke rekening Mas biar Mas belikan mobil baru untukmu."

Saran apaan? Pasti ini hanya akal-akalannya saja untuk mengambil semua uangku. Tidak, aku tidak sudi!

"Mas mau beliin aku mobil?"

"Iya dong, Sayang!"

"Aku maunya Mas membelinya pakai uang Mas sendiri. Katanya Mas sayang padaku, Ayo dong! Selama ini juga uang gaji Mas, kan Mas yang pegang. Pasti Mas punya tabungan. Selama kita nikah, aku tidak pernah meminta sesuatu padamu. Kali ini, aku meminta Mas untuk membeli mobil baru untukku, menggunakan hasil keringat Mas sendiri."

Aku tahu, Mas Hanif tidak mungkin memiliki uang untuk membeli mobil. Bahkan untuk memberi hadiah kepada gundiknya itu saja harus nyuri mobilku. Lucu ya, mau selingkuh tapi ternyata tidak punya modal!

"Mas 'kan enggak punya uang sebanyak itu, Mir! Gini aja, mas minta sertifikat rumah ini dulu, soalnya mas mau berinvestasi. Nanti hasil keuntungannya akan mas belikan mobil untukmu," ucapnya dengan entengnya.

Aku tidak bodoh, Mas. Aku sudah tahu semua rencana kalian.

"Enggak, Mas. Aku tidak setuju jika Mas ingin menggadaikan sertifikat rumah ini hanya untuk bisnis investasi."

"Lumayan loh, Mir. Satu bulan aja udah untung puluhan juta. Gimana kalau dua bulan, 3 bulan dan seterusnya?" Mas Hanif terus-menerus merayuku.

"Enggak, aku tetap tidak setuju, Mas. Pokoknya gini aja, sebelum mobilku kembali, maka kamu belum bisa memakai mobilmu kembali. Itu sudah keputusanku, titik. Sekarang aku mau tidur, capek."

Aku pun merebahkan tubuh di atas peraduan, berdebat dengannya tidak akan ada habisnya. Lebih baik aku beristirahat saja.

Mas Hanif juga berbaring di sisiku. Kini tangannya sudah melingkar di pinggangku.

"Mir, mas kangen kamu. Kamu enggak kangen, ya, sama mas?"

"Maaf, Mas. Aku lagi datang bulan. Lebih baik kita istirahat saja, aku capek." Setelah mengucapkan kata-kata itu, aku langsung mematikan lampu tidur.

Mas Hanif berdecak kesal dan langsung menarik tangannya.

Sukurin! Emang enak!

Mulai sekarang dan seterusnya, aku tidak akan sudi disentuhnya. Bagiku tidak ada kata maaf bagi seorang pengkhianat.

Bersambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
susiana lebaksiu
harus kokoh pendirian mu Mira ...enak aja minta jatah ranjang
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
oh dasar perempuan goblok, masih juga percaya pd suami selingkuhmu,mpadahal sdh mendengar rencana licik dia dan selingkuhan sama mertua juga, tp masih berharap u berubah juga. masih mempertahankan ketololannya benar2 otaknya udah sengklek.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   64. Berdamai Dengan Keadaan

    "Sekarang kamu harus bertanggung jawab padanya, Mas," kata wanita itu. "Baik, sesuai janjiku, aku akan menanggung biaya hidup dan juga biaya sekolahnya sampai perguruan tinggi," jawab Mas Ahmad."Mas, itu tidak adil. Dia bukan hanya butuh materi, tapi butuh kasih sayang juga, Mas," protes wanita. "Jadi mau kamu gimana?" Mas Ahmad terlihat bingung. "Aku maunya kita tinggal bersama, Mas. Aku tidak akan memintamu menikahiku. Cukup Mas izinkan aku dan Alkha saja tinggal di rumahmu. Sudah cukup."Apa-apaan ini?"Mana mungkin kita tinggal bersama, Ajizah. Tidak tidak!" Mas Ahmad menolak."Itu merupakan satu-satunya cara agar anak kita bisa dekat denganmu, Mas."Tampaknya ada udang di balik batu. Dan aku sudah mengerti apa yang wanita itu inginkan."Ibu tidak setuju. Itu tidak baik," sahut ibu mertua."Aku juga tidak setuju. Karena aku tidak ingin ada orang ketiga di dalam rumah tanggaku nantinya." Akhirnya setelah sekian lama, aku angkat bicara."Kamu menyebutku orang ketiga? Seharusnya

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   63. Kecewa Berat

    Apa mungkin aku telah salah mengambil keputusan? Apa mungkin menikah dengan Mas Ahmad bukankah keputusan yang tepat? Entahlah!Selesai makan, Mas Ahmad menepati janjinya. Ia pamit padaku untuk mengantar wanita itu pulang. Aku ditinggal sendirian di dalam kamar karena Ibu mertua juga lelah dan butuh Istirahat.Malam yang seharusnya kamu lalui dengan penuh sukacita sebagai pasangan pengantin yang baru menikah pun kulalui seorang diri.Dua jam sudah berlalu sejak kepergian Mas Ahmad. Belum juga ada tanda-tanda bahwa ia akan kembali. Padahal jarak dari sini ke rumah mantan istrinya itu hanya memakan waktu tiga puluh menit. Yang artinya, satu jam pulang pergi. Ini sudah dua jam, namun Mas Ahmad belum juga kembali.Apa mungkin mereka sedang bernostalgia? Apa mungkin Mas Ahmad akan kembali kepada mantan istrinya itu?Hatiku sakit. Batinku menjerit. Aku menangis dalam diam. Kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, kasur dengan sprei putih yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar mer

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   62. Tamu Tak Diundang

    Setibanya di rumah Mas Ahmad, asisten rumah tangganya menyambut kami dengan ramah. Katanya hidangan sudah siap, persis seperti apa yang diminta oleh sang majikan."Mira, selamat datang. Ini adalah rumah Ibu dan Ahmad, yang berarti rumahmu juga. Semoga mantu Ibu betah tinggal di sini."Ibunya Mas Ahmad yang kini sudah menjadi ibu mertuaku menuntunku memasuki rumah. Namun langkah kami tiba-tiba terhenti saat melihat seorang wanita sedang duduk di teras bersama seorang anak kecil. Siapa wanita itu?"Ajizah?" Ibunya Mas Ahmad menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.Ajizah? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumya."Bu," sapa wanita itu. Ia menghampiri kami dan langsung meraih tangan ibu mertuaku, lalu mencium punggung tangannya. "Apa kabar, Bu? Ibu makin cantik dan awet muda," pujinya. Namun ibu mertua tak merespon ucapannya."Nak, salim sama Nenek," kata wanita itu sambil mendekatkan putranya kepada ibu mertua yang berdiri persis di sampingku.Ibu mertua menerima uluran

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   61. Hari Bahagia

    Di sepertiga malam, aku menunaikan sholat istikharah dua raka'at. Aku memohon, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kupasrahkan urusanku kepada-nya karena aku tahu Allah mengetahui apa yang terbaik untukku.Setelah selesai berdoa, aku membuka Alquran, membuka surat Al Mulk dan membacanya beserta terjemahannya. Hingga tak terasa kantuk datang menyerang dan akhirnya aku tertidur di atas sajadah.Sayup sayup terdengar suara adzan subuh dari masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku pun bangun, membuka mukena dan segera mengambil wudhu di kamar mandi. Setelah itu, aku pun menunaikan ibadah sholat subuh. Lanjut berdoa dan kembali meminta petunjuk kepada Allah.Siangnya, begitu tiba waktu dhuhur, aku kembali menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Menunaikan sholat dhuhur empat rakaat. Seharian ini aku hanya mengurung diri di kamar. Makan pun diantar oleh asisten rumah tangga. Kebetulan rumah sepi karena Mama dan Papa sedang keluar dan aku hanya sendirian di rumah. Membu

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   60. Dilamar

    Setelah selesai makan malam, kami pun duduk di ruang tamu. Mas Ahmad memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud dan tujuannya. Mas Ahmad bercerita panjang lebar tentang masa lalunya. Ternyata ia memiliki masa lalu yang kelam. Mas Ahmad pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Bahkan sempai ketergantungan. Satu hal lagi yang berhasil membuatku terkejut, ternyata Mas Ahmad sudah pernah menikah dan sudah pisah dari istrinya. Tepatnya dua tahun lalu lalu. Istrinya menggugat cerai Mas Ahmad karena tidak pernah memberi nafkah. Semua gaji Mas Ahmad ia gunakan untuk membeli obat-obatan terlarang. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya. Itu sebabnya istrinya meninggalkan Mas Ahmad.Setelah istrinya pergi, Mas Ahmad baru menyadari kesalahannya. Kebetulan ia bertemu dengan seorang guru ngaji, dan orang tersebut lah yang membimbing Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai meninggalkan kebiasaannya, ia bertaubat dan mulai memperdalam ilmu agama. Butuh waktu yang lama untuk meninggalkan kebiasaan buruk

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   59. Menepati Janji

    Sungguh, aku kasihan sekali mendengarnya. Hati sanubariku tersentuh. Aku lebih mampu dari mereka, jadi aku akan menolong mereka.Seminggu yang lalu sahabatku yang mengelola butik berhenti karena ia mau menikah dan akan tinggal di luar kota. Kurasa mereka akan mau jika ditawari untuk tunggal di butik. Ya, aku bisa menolong mereka dengan cara memberikan tempat tinggal dan juga pekerjaan."Mbak, Sofia, apa kalian mau tinggal di butik? Kebetulan sahabatku yang selama ini mengelola butik tersebut berhenti karena sudah menemukan jodohnya dan diajak pindah keluar kota oleh suaminya. Aku memang berencana ingin mencari orang untuk mengelola butik tersebut. Jika kalian bersedia, kalian bisa tinggal di sana sekalian mengelola butik tersebut. Tapi tempatnya tidak terlalu luas. Gimana?""Mbak Mira serius?" tanya Sofia."Iya, kamu serius, Mir? Apa enggak ngerepotin? Kami sudah banyak merepotkanmu, Mir. Mbak jadi enggak enak.""Serius, dan aku tidak merasa direpotkan. Sebelumnya, pegawai yang lama j

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status