Share

7. Berani Melawan

Bagian 7

"Gawat, Sof, Mira telah mencari bantuan, dia berniat ingin menjebloskan orang yang sudah mencuri mobilnya." Sebuah pesan dari dari Mas Hanif masuk ke ponselku.

Ada untungnya juga aku menyadap ponselnya Mas Hanif, jadi aku bisa mengetahui semua pembicaranya dengan wanita itu.

"Masa menghadapi istrimu aja enggak bisa sih, Mas! Tahan dia, bila perlu kurung dia sepeti yang dikatakan Ibu tadi." Pesan balasan dari wanita itu.

"Tidak semudah itu, Sofi. Mira itu orangnya keras kepala."

"Ancam saja, Mas. Dia kan sedang menjalankan program kehamilan tuh, ancam saja bahwa Mas akan menceraikan jika dia tidak nurut juga."

Wow! Bahkan wanita yang bernama Sapi itu udah berani menyuruh Mas Hanif untuk menceraikanku. Luar biasa!

"Belum saatnya, Sofi. Keinginan Mas belum terwujud. Setelah semuanya berada di genggaman Mas, maka itulah yang akan Mas lakukan!"

Picik sekali pikiranmu itu, Mas! Bahkan kamu tidak ingat betapa aku telah berkorban banyak untukmu dan juga ibumu.

Kuliahmu saja aku yang bayarin. Sekarang setelah menduduki posisi yang bagus, bahkan kamu lupa dan ingin mencampakkanku. Kamu lupa, Mas, siapa yang membantu dan mendukungmu hingga berada di posisi seperti sekarang ini?

Kamu bagaikan kacang yang lupa pada kulitnya, Mas! Ternyata ini balasan untuk semua pengorbananku selama ini.

Untuk sejenak, aku mematut diri di depan cermin. Memandangi wajahku.

Tidak ada yang berubah dari wajahku, masih tetap cantik seperti dulu karena aku selalu rajin melakukan perawatan. Kemudian aku berdiri, mengamati setiap inci dari tubuhku. Tiada yang berubah, bahkan tidak ada lemak yang bergelambir, masih tetap langsing. Selama ini, aku juga sudah menjalankan tugasku semaksimal mungkin sebagai seorang istri. Lantas, kenapa Mas Hanif berpaling ke lain hati?

Iya, aku baru ingat. Ibunya Mas Hanif mengatakan bahwa aku ini hanyalah alat untuk balas dendam. Ya, hanya untuk balas dendam.

Aku mencengkram luka di dalam dada ini. Luka yang ditorehkan oleh suamiku dan mertuaku sendiri.

Bulir bening berhasil lolos dari sudut netra. Aku larut dalam kesedihan. Meratapi nasib pernikahanku yang mungkin sebentar lagi akan berakhir.

Aku tidak akan membiarkanmu menang, Mas. Kamu akan merasakan yang jauh lebih sakit dibanding apa yang aku rasakan saat ini. Itu adalah janjiku.

Segera kuhapus air mata dengan punggung tangan saat mendengar bunyi pintu terbuka. Mas Hanif tidak boleh tahu bahwa aku habis menangis. Bisa-bisa ia akan menginterogasiku dan rencanaku pasti akan gagal. Aku tidak mau hal itu terjadi.

Mas Hanif menghampiriku yang sedang duduk di bangku meja rias. Lalu memegangi pundakku dari belakang.

Sebenarnya aku sudah tidak sudi disentuhnya, tapi aku harus tetap bersikap biasa saja di hadapannya.

"Mir, maafin Mas, ya, jika Mas telah membuatmu kecewa," ucapnya sambil mengelus kepalaku yang masuh mengenakan jilbab.

Dahiku mengernyit mendengar ucapannya. Apa mungkin Mas Hanif telah menyesali semua kesalahannya padaku?

"Maaf? Untuk apa?"

"Karena Mas telah membuat mobilmu hilang. Mas juga belum bisa menjadi suami yang baik karena belum berhasil mendapatkan kembali mobil itu, Mir!"

Bagaimana bisa kembali kepadaku? sedangkan mobil itu telah kamu berikan kepada gundukmu itu, Mas … Mas!

Sandiwara lagi ternyata! Rupanya sandiwara ini masih terus berlanjut, baiklah, mari kita mainkan!

"Enggak apa-apa, Mas. Cukup temani aku melaporkan kasus ini ke polisi, itu saja sudah cukup." Aku memang sengaja bicara seperti itu untuk melihat bagaimana reaksinya.

Mas Hanif terdiam, sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

"Saran mas, sebaiknya kamu lupakan saja soal mobil itu. Ikhlaskan saja! Jangan sampai hal itu menjadi beban pikiran yang akan berdampak buruk pada program kehamilan yang sedang kamu jalani. Mas tidak mau usaha kita selama ini jadi sia-sia, Mir!" Mas Hanif mencoba membujukku, tapi aku tidak akan luluh.

"Begini saja, mas minta kamu transfer uang ke rekening Mas biar Mas belikan mobil baru untukmu."

Saran apaan? Pasti ini hanya akal-akalannya saja untuk mengambil semua uangku. Tidak, aku tidak sudi!

"Mas mau beliin aku mobil?"

"Iya dong, Sayang!"

"Aku maunya Mas membelinya pakai uang Mas sendiri. Katanya Mas sayang padaku, Ayo dong! Selama ini juga uang gaji Mas, kan Mas yang pegang. Pasti Mas punya tabungan. Selama kita nikah, aku tidak pernah meminta sesuatu padamu. Kali ini, aku meminta Mas untuk membeli mobil baru untukku, menggunakan hasil keringat Mas sendiri."

Aku tahu, Mas Hanif tidak mungkin memiliki uang untuk membeli mobil. Bahkan untuk memberi hadiah kepada gundiknya itu saja harus nyuri mobilku. Lucu ya, mau selingkuh tapi ternyata tidak punya modal!

"Mas 'kan enggak punya uang sebanyak itu, Mir! Gini aja, mas minta sertifikat rumah ini dulu, soalnya mas mau berinvestasi. Nanti hasil keuntungannya akan mas belikan mobil untukmu," ucapnya dengan entengnya.

Aku tidak bodoh, Mas. Aku sudah tahu semua rencana kalian.

"Enggak, Mas. Aku tidak setuju jika Mas ingin menggadaikan sertifikat rumah ini hanya untuk bisnis investasi."

"Lumayan loh, Mir. Satu bulan aja udah untung puluhan juta. Gimana kalau dua bulan, 3 bulan dan seterusnya?" Mas Hanif terus-menerus merayuku.

"Enggak, aku tetap tidak setuju, Mas. Pokoknya gini aja, sebelum mobilku kembali, maka kamu belum bisa memakai mobilmu kembali. Itu sudah keputusanku, titik. Sekarang aku mau tidur, capek."

Aku pun merebahkan tubuh di atas peraduan, berdebat dengannya tidak akan ada habisnya. Lebih baik aku beristirahat saja.

Mas Hanif juga berbaring di sisiku. Kini tangannya sudah melingkar di pinggangku.

"Mir, mas kangen kamu. Kamu enggak kangen, ya, sama mas?"

"Maaf, Mas. Aku lagi datang bulan. Lebih baik kita istirahat saja, aku capek." Setelah mengucapkan kata-kata itu, aku langsung mematikan lampu tidur.

Mas Hanif berdecak kesal dan langsung menarik tangannya.

Sukurin! Emang enak!

Mulai sekarang dan seterusnya, aku tidak akan sudi disentuhnya. Bagiku tidak ada kata maaf bagi seorang pengkhianat.

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
oh dasar perempuan goblok, masih juga percaya pd suami selingkuhmu,mpadahal sdh mendengar rencana licik dia dan selingkuhan sama mertua juga, tp masih berharap u berubah juga. masih mempertahankan ketololannya benar2 otaknya udah sengklek.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status