Share

03 | Ada Apa?

Orang paling berani adalah dia yang mengambil keputusan dan siap menghadapi risiko

Bel berdentang lima kali pertanda pembelajaran dihentikan sementara. Para murid mengucap salam serempak diiringi kegiatan menyingkirkan alat tulis di atas meja. Tak banyak dari mereka memilih mendekam, sebagian memutuskan meraup udara segar di luar kelas.

Bagaikan kebiasaan yang sukar dihilangkan, Flora beserta Anaya dan Jihan menghabiskan jam istirahat dalam kantin. Menikmati beraneka hidangan penjual yang terpampang menggiurkan. Dua cewek bersuara lantang bertugas memesan jenis kudapan paling menyita perhatian, sedangkan Flora kebagian mengedarkan pandangan demi menjaga spot andalan aman dari incaran orang-orang.

Duduk nyaman di tempat paling strategis yaitu bagian paling pojok, ketiganya bisa leluasa merasakan makanan dengan pemandangan riuh pada murid yang mengerumuni zona jajanan. Mencuri pandang ke beberapa siswa bening tak luput dari kesenangan tersendiri, kemudian sigap menjadikan topik obrolan teramat seru. Kurang lebih begitulah rutinitas Anaya dan Jihan. Kesibukan yang tidak berlaku bagi Flora.

Kali ini incaran mereka tertuju pada gerombolan anak basket di tengah kawasan kelas sepuluh.

"Tuh, lihat si Jeffri. Mentang-mentang cakep bisa godain adik kelas padahal udah ada gandengan," cibir Anaya menusuk-nusuk bulatan daging. Merasa gemas sendiri memandangi wajah mesum laki-laki berpenampilan bak preman.

"Untung aja beneran cakep," timpal Jihan sebelum memasukkan sesuap mie ke dalam mulut sampai menggembung.

Flora geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua temannya yang sangat kurang manusiawi, bertindak jauh dari julukan populer 'cewek cantik'. Nyatanya justru sangat berbanding terbalik sampai-sampai sering disandingkan dengan sebutan 'cewek sinting'. Akan tetapi, mereka menyetujui. Bahkan terang-terangan mendeklarasikan diri sesuai kepribadian masing-masing yang memang agak dipertanyakan kewarasannya.

"Buset kecapnya habis," keluh Jihan berupaya meloloskan setitik cairan kental berwarna hitam ke dalam mangkok.

Flora dan Anaya menganga lebar mendapati semur jadi-jadian terpampang sungguhan. Jihan adalah gadis penyuka manis-manis. Jangankan kecap yang selalu habis dilahap sendirian sebagai bumbu penyedap, setiap hari pun dia tidak absen menyesap lolipop. Minimal ada sekantong stok permen berasa selegit gula.

"Astaga! Lo kumat lagi, Han?" Itu bukan suara ketiga cewek di sana, melainkan sosok siswa berparas tak kalah menawan dari Jeffri yang langsung mengambil tempat kosong samping Flora.

"Sumpah. Gue masih speechless sama kebiasaan lo ini," ungkap Anaya perlahan menutup mulut terbukanya menggunakan kedua tangan. Masih melototi hasil kreasi cewek berwajah campuran Chinese.

"Zal, lo coba deh perhatiin Jihan. Emang pantes, kan, kalo dia jomlo terus?" lanjut Anaya ganti memandang Rizal yang malah melahap habis sisa makanan di piring milik Flora.

Laki-laki berlesung pipit itu menganggukkan kepala antusias. Antara membenarkan pernyataan Anaya dan menikmati sensasi luar biasa dalam mulutnya. Sedangkan Flora mengeluarkan decak melihat tingkah Rizal yang masih memburu sisa makanan di atas meja, menyantap begitu senangnya tanpa peduli lirikan tajam sang pemilik pangan.

"Pelan-pelan." Flora menepuk punggung Rizal sambil menggapai botol minuman saat menangkap gelagat kurang nyaman muncul. Melalui gerakan menggeliat bak cacing kepanasan, dia lekas mengambil sodoran dari cewek cantik di sampingnya. Meneguk dengan bersemangat hingga kandas.

Diam-diam Anaya terus memperhatikan gelagat mesra dua manusia yang tak ragu lagi mengumbar perhatian. Bukan hal umum bagi Flora dan Rizal berlaku demikian mengingat keduanya menjalin hubungan spesial sejak  kelas sebelas awal. Dua murid yang terkenal akan kepribadian sama; pintar dan pemberani, membuat semua penghuni sekolah terang-terangan merestui hubungan mereka—tak terkecuali jejeran guru.

Rizal pernah mengakui sedari MOS—Masa Orientasi Siswa—telah memendam perasaan lebih dari teman terhadap Flora. Cewek paling berani dan pantang menyerah begitu memikat hati banyak siswa, termasuk dirinya. Karena terlanjur suka, dia rela menunggu waktu paling pas untuk mengungkap segala isi hatinya. Cukup trauma juga mengingat dulu saat kelas sepuluh Flora terlihat ganas setiap berhadapan dengan siswa sehingga sempat memupuskan harapan Rizal. Namun, takdir terus mempersatukan keduanya dalam setiap kesempatan membuat Rizal lelah sendiri menghadapi dilema antara menjadi pengecut atau mengambil segala risiko. Maka, melalui segala konsekuensi, Rizal berhasil mengambil alih posisi paling dia inginkan dalam kehidupan Flora.

Mengingat itu, mendadak Anaya senyum-senyum sendiri. Merasakan betapa menyenangkan memiliki sosok berharga yang menemani masa remaja. Melukis lembaran kenangan bersama meski belum pasti melewati dunia selamanya. Setidaknya, mereka pernah bersama menemani setiap suka maupun duka.

"Heh!"

Anaya menjengit kala dikagetkan dengan teriakan lantang serta pukulan kencang dari arah samping. Saling melempar tatapan tajam kemudian, berakhir Jihan yang tertawa tanpa sebab. Menyuruh mereka menyantap kembali makanan masing-masing sebelum jam istirahat selesai.

"Kamu udah mikirin tentang bimbel?" Rizal membuka obrolan setelah diisi keheningan sejenak.

Flora menundukkan kepala diam. Masih sibuk memainkan ujung sedotan. Dua cewek lain memilih bungkam dengan diselimuti rasa penasaran. Turut andil membuka lebar indra pendengaran.

"Belum. Emang kamu udah?"

Kini, mereka saling bertatapan. Mempersilakan empat mata bertaut dalam kesunyian sebelum helaan napas terdengar bercampur riuh area kantin yang belum mereda juga.

"Masih pilih-pilih. Nanti kalau udah nemu sekalian aja aku daftarin kamu, ya?"

Baik Anaya maupun Jihan, kompak terbatuk mendengar ajakan berkedok gombalan meluncur halus dari bibir seorang Daniswara Rizal. Lain halnya Flora yang justru membulatkan mata. Amat terkejut oleh ungkapan tulus dari kekasihnya. Memang benar kalau mereka dinobatkan sebagai salah satu dari sekian siswa-siswi berprestasi bidang akademik, tetapi bukan berarti ajakan Rizal bisa membuatnya membuncah senang.

Flora belum berembuk dengan dua orang tuanya. Tentu saja perlu melibatkan mereka apalagi memutuskan hal penting seperti itu. Dia bahkan belum terpikir sedikit pun mau dibawa ke mana nilai apiknya selama ini. Entah meneruskan kegemaran dengan menjajal menekuni bidang ekonomi, atau menuruti perintah Prabu nanti.

"Kok kalian soswit banget, sih," celetuk Anaya bernada gemas yang terdengar menggelikan. Jihan sampai risih karena pukulan lebay dari Anaya pada pundaknya.

"Makanya jangan jomlo mulu!" ejek Jihan menggetok cewek di sampingnya sampai meringis.

"Ngaca!"

"Ribut terosss." Rizal merintih tatkala terkena makian diiringi pukulan bertubi-tubi dari Anaya dan Jihan.

Flora diam-diam menahan gelak, berhasil mengenyampingkan perihal bimbel dengan menonton pertunjukan gratis di depannya. Konyol sekali. Mereka mengaku sudah SMA, tetapi masih berperilaku seperti anak TK. Kegiatan seru mereka terhenti saat Rizal sudah berkali-kali mengaku kalah dan molontarkan kata maaf. Setelahnya, Anaya dan Jihan berpose layaknya pemenang olimpiade, sedangkan Rizal menggerutu kesakitan. Sungguh, benar-benar kekanakan.

Baru saja Flora hendak mengajak kembali ke kelas, keributan pun terdengar menganggu. Turut mengambil atensi semua orang yang ada di kantin, termasuk empat manusia itu. Begitu terkejut ketika iris kecokelatan Flora menemukan sosok wajah yang biasa terlihat kalem berganti ketakutan. Pun, kedatangan Fiona dengan tiga cewek berseragam modis mengundang perasaan aneh yang mendadak membangkitkan amarah.

Detik itu juga, Flora sudah berdiri tegak menghadap cewek yang selalu membuatnya naik pitam. Anaya, Jihan, dan Rizal kelabakan sendiri, ikut bereaksi sama meski dikelilingi tanda tanya besar.

Sebenarnya, ada apa?

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status