Share

05 | Siapa Dia?

Gerakan spontan adalah kejujuran

Flora berjalan menepi, masih mencengkeram kuat pergelangan tangan cewek di belakangnya. Menuntut Fiona bergerak mengikuti tanpa menerima penolakan sedikit pun. Jauh dari dugaan yang sempat hinggap dalam pikiran, cewek berperawakan lebih kurus itu justru diam menurut seolah pasrah saja hendak dibawa ke mana oleh sang adik. Tentu saja beragam pikiran berkecamuk liar menutupi luapan amarah yang sempat meraup habis menutupi akal sehat.

Berbelok memasuki ruang kelas XI-IPA 2, cekalan Flora akhirnya terlepas. Dua siswi berwajah hampir sama saling berhadapan, menyembulkan sorot masing-masing. Air muka cewek bernama lengkap Flora Gavesha Wijaksana berubah bingung manakala menangkap tatapan kosong Fiona. Ternyata jiwa cewek itu sedang menikmati dunia fantasi. Pantas saja rasanya Flora tengah menyeret benda, alih-alih manusia.

Menajamkan indra, Flora dililit penasaran juga. Dia mencoba mendekatkan wajah setelah usahanya menjentikkan jari berbuah sia-sia belaka. Roh Fiona betulan mengambang alias terbang entah ke mana meninggalkan raga yang terpampang kosong. Lama-kelamaan hal itu membuat Flora menjadi gemas sendiri. Menunggu kesadaran cewek itu kembali sama saja dengan menukar waktu sisa istirahat secara cuma-cuma.

Maka, dia pun memutuskan untuk mengambil cara ekstrim yang sudah pasti akan berhasil mengambil alih kesadaran kakaknya secara utuh.

PLAK!

"Hah!" Fiona menghela napas kasar sambil memegang pipi kanan yang tampak memerah.

Menampakkan senyum bangga, Flora sempat bertepuk tangan atas upayanya yang terbilang sukses. Namun, justru menghadirkan tatapan nyalang dari cewek di hadapannya.

"Maksud lo apa?" pekik cewek berambut hitam panjang lurus menjuntai sampai pinggang. Melepas sorot penuh tanya berbalut emosi yang meletup-letup.

Flora mengangkat bahu acuh. "Salah siapa melamun," jawabnya santai, merasa tidak bersalah sama sekali.

"Lo—"

Denting bel terdengar pertanda waktu istirahat telah usai sekaligus sukses memotong ucapan Fiona. Kegiatan belajar mengajar pun segera dilanjutkan. Mengenai hal itu, turut membuat siswa-siswi mulai memadati jalan guna menuju kelas masing-masing. Sebagian murid penghuni kelas kakaknya itu juga perlahan kembali, alhasil memicu reaksi spontan Flora untuk menggerakkan kaki pergi.

Namun, aksinya terhenti manakala Fiona lebih dulu memegang pergelangan tangannya, menyuruh bertahan sebentar lagi. Sementara, mau tak mau Flora mengeluarkan decak sembari menolehkan kepala menghadap sang lawan bicara.

"Apa lagi? Buruan! Gue mau balik."

"Cowok ganteng yang tadi itu siapa namanya?" Raut Fiona berganti riang sarat akan keceriaan yang jauh berbanding terbalik dari detik sebelumnya. Bahkan, Flora bisa melihat ada pancaran binar pada bola mata hitam pekat milik kakaknya.

"Cowok ganteng?" Fiona mengangguk antusias membuat Flora mengerutkan dahi bingung, mencoba memutar balik memori ketika berada di kantin. Akan tetapi, sekeras apa pun dia berpikir, hasilnya nihil.

Terlalu serius berpikir, beruntung dia masih diberi kesempatan kabur saat tak sengaja mata sipitnya menangkap figur Bu Prima melangkah anggun menaiki anak tangga. Guru killer hobi memukul menggunakan penggaris panjang sangatlah mengerikan, apalagi  terang-terangan kepergok telat memasuki pelajarannya.

Flora pun buru-buru melepaskan diri, enggan menanggapi teriakan Fiona yang menggelegar. Namun, baru beberapa langkah menjauh, dia menutup mata rapat kala teringat sesuatu. Maka, kakinya kembali berbelok. Menghunuskan tatapan tajam yang sering diperlihatkan pada sosok di depannya.

"Jangan cari masalah sama Fay dan antek-anteknya."

Kemudian, Flora benar-benar pergi. Harap-harap cemas Bu Prima belum sigap memasuki ruangan sebelum dirinya. Sedangkan Fiona mematung. Merasakan fenomena langka terjadi. Tentang hari ini dan kelakuan cewek berparas lebih garang itu yang membuatnya berpikir dua kali.

'Dia udah maafin gue?'

***

Jam menunjukkan pukul tiga sore. Siswa-siswi SMA Tunas Harapan terlampau senang memijakkan kaki menyusuri koridor menuju gerbang, sebagian berbelok ke parkiran. Ruang berbentuk kotak bertuliskan XI-IPS 1 pun sudah sepi, tersisa tiga cewek yang langganan menyedot wifi sekolah sebelum memutuskan kembali ke rumah.

Flora yang pada awalnya sibuk memasukkan perkakas dalam tas tiba-tiba diingatkan oleh sesuatu. Tentang kedekatannya dengan Fiona beberapa jam lalu. Dia baru sadar sudah tertular sifat humble kekasihnya sampai mengesampingkan kebencian yang terbungkus rapi nan erat setiap berhubungan dengan sang kakak. Bagaimana bisa dia menjadi begitu baik dan anehnya tidak sadar sudah menolong bahkan menarik Fiona dari kumpulan penjahat?

Menggelengkan kepala pelan, dia merasa telah dirasuki seseorang baik hati. Terlalu mustahil kenangan masa lalu yang amat menyakitkan bisa terlupakan hanya dengan sekejap mata.

"Ra! Woi!"

Senggolan penuh tenaga beserta sentakan nyaring Anaya sontak mengambil alih kesadarannya. Flora mengerjapkan mata berulang kali, mencoba menetralkan kondisi.

"Ra, lo abis kesurupan?" Anaya dan mulut tanpa saringan selalu membuat tangan Flora gatal.

Sementara Jihan sibuk menjilat lolipop sambil memainkan ponsel, sesekali melirik dua manusia yang entah membahas apa. Dia mengaku pasif kalau merasa tidak berminat nimbrung ke dalam obrolan temannya. Lagi pula, dia terlalu nyaman menikmati kegiatan men-scroll beranda sosial media.

Flora mendelik, melayangkan satu pukulan cukup keras di bahu cewek berhidung bak perosotan itu. "Mulut lo ya!"

"Lagian, tiba-tiba ngelamun gitu. Serem," ungkap Anaya, mengelus bekas sentuhan kasar temannya. "Duh, jahat banget, sih," keluhnya kemudian.

"Ya maaf. Sakit banget, ya?" Flora beringsut mendekat, turut mengusap bahu temannya. Berharap Anaya tidak sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Kayaknya bakal sembuh kalau dibeliin bakso plus es teh manis."

Flora langsung mengubah wajah menjadi datar diiringi pemberian hadiah tambahan berupa pukulan sama kerasnya di bagian lain, yaitu paha. Anaya pun memekik kesakitan seraya mengelus area bekas sasaran cewek di sampingnya sebelum tertawa keras karena berhasil membuat Flora kesal.

Jauh dari kebisingan dua temannya, Jihan terbawa arus tenang ketika jemari lentik membawa layar naik-turun beraturan. Ponsel pintar selalu bisa menghadirkan informasi aktual, menarik, serta memusatkan fokusnya. Tak terasa waktu terbuang sia-sia hanya untuk mendeteksi berbagai akun seleb fenomenal penghuni setia beranda sosial media. Namun, dia sempat dibuat terkejut tatkala mata sipitnya menangkap foto dua manusia sedang mengumbar kemesraan. Wajah mereka dipenuhi binar bahagia, tampak jelas hubungan lebih dari teman melekat hanya dengan meneliti seragam pasangan yang terpampang menghiasi tubuh keduanya.

Jihan pun buru-buru menghentikan aksi gila Flora yang hampir melayangkan buku jurnal ke arah bawah bangku—tempat Anaya sedang bersembunyi. Menodongkan benda pipih keluaran terbaru tepat di hadapan cewek berpipi gembul, tetapi berbadan kurus itu.

"Dia bukannya Fiona, ya?" Jihan melontarkan pendapat yang tentu saja langsung menarik perhatian Anaya.

Ketiganya kompak saling memandangi potret kebersamaan pasangan muda yang tampak jatuh cinta. Cewek berparas cantik mirip Fiona—versi baru menginjak remaja—berdiri tegap menghadap kamera dengan seorang cowok di sampingnya lengkap beserta tangan yang dikalungkan pada pundak si cewek kontras begitu bahagia manakala keduanya tersenyum lebar seakan sengaja menunjukkan kedekatan sebagai pasangan.

"Lo kenal cowoknya, Ra?" Giliran Anaya bertanya, masih memperhatikan detail foto berlatar belakang restoran itu.

Flora menggeleng pelan. Detik kemudian memilih menjauhkan ponsel milik Jihan dari hadapannya. Kebetulan, Rizal sudah berdiri menunggu di ambang pintu kelas. Seperti biasa, mereka menikmati momen berangkat dan pulang sekolah bersama.

Memberi senyuman lebar, Flora bergegas mengambil tas. Mengabaikan gumaman dua temannya yang masih disibukkan mencari tahu identitas laki-laki di foto sebelah Fiona.

"Gue duluan, guys!"

Walaupun tanpa mendapat jawaban, Flora tak peduli. Dia terus melangkah pergi. Menarik kuat lengan Rizal menghindari kadar penasaran cowok itu yang sering membuat Flora darah tinggi. Tetap saja hati kecilnya masih bertanya-tanya perihal hubungan antara dua manusia dalam foto tadi.

'Apa benar cowok itu pacarnya Fiona?'

Akan tetapi, detik kemudian Flora menggelengkan kepala. Menyingkirkan pikiran aneh yang hinggap di sana.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status