Share

Tiga

     Mata Takumi memandang sekeliling ruangan untuk mencari keberadaan Naoto yang sampai saat jam istirahat pun tidak memunculkan batang hidungnya. Kemana perginya lelaki itu?

     Takumi mendesah untuk kesekian kalinya, ia baru saja bertanya pada salah satu teman tentang Naoto. Ternyata lelaki itu tidak masuk hari ini. Takumi merasakan getaran di saku jas, ia merogoh sakunya dan melihat nama Nakamura Junko sedang menelpon.

     "Paman, Konnichiwa!" suara Junko yang sudah terdengar ceria lagi membuat Takumi lega. Itu artinya gadis itu sudah baik-baik saja sekarang.

     "Hmm, konnichiwa. Ada apa Nakamura-san?" tanya Takumi. Jarang sekali gadis itu menelponnya pada siang hari.

     "Paman besok libur, kan? Bisakah aku mengajakmu ke suatu tempat?"

     "Suatu tempat?"

     "Hemm. Bisakah?" nada bicara gadis itu terdengar ragu.

     "Boleh," sahut Takumi. Ia tak mungkin bisa menolak ajakan Junko.

     Takumi mengingat-ingat, kapan terakhir kali ada yang mengajaknya liburan. Tapi Ia tak ingat sama sekali. Sepertinya sudah sangat lama, sejak ia bercerai.

    Junko terdengar senang di seberang sana, "Aku akan mengabari paman lagi. Bye-bye!"

     Tak terasa sudut bibir Takumi menyunggingkan sebuah senyuman. Tapi ada yang ia khawatirkan tentang satu hal, apakah baik-baik saja jika tetap seperti ini?

___ 

Stasiun Shibuya.

Keesokan harinya. 

     "Paman!!" teriak seseorang yang sudah tak asing lagi bagi Takumi. Iya, Nakamura Junko, gadis SMA yang sekarang dekat dengannya karena sebuah kebetulan, atau mungkin saja sudah direncanakan oleh gadis itu sendiri. Takumi pun tidak tahu menahu.

     Tunggu sebentar. Sepertinya ada yang berbeda dari seorang Nakamura Junko. Rambut panjangnya yang selalu dikuncir, sekarang dibiarkan tergerai dengan bebas di punggungnya. Tapi jika Takumi boleh jujur, Junko hari ini sangat cantik di matanya. Dengan memakai dress selutut membuatnya tidak terlihat seperti gadis SMA.

     Junko sampai di depan Takumi, gadis itu tersenyum manis.

     "Jadi, kita akan kemana sekarang?" tanya Takumi pada Junko yang sekarang sedang memesan tiket untuk perjalanan mereka berdua.

     "Kyoto," jawab Junko singkat. "Hai, arigatou," katanya pada kasir.

     "Apa, Kyoto?"

     "Hmm. Pasti menyenangkan nanti. Oh ya aku juga akan bertemu seseorang disana. Senpai ku," ujar Junko sambil berjalan menuju kursi panjang, menunggu kereta mereka datang.

'Oi, kyoto itu jauh lho...' gumam Takumi dalam hati. Ia tak berani mengatakan langsung pada Junko.

      Takumi menyenderkan tubuhnya di senderan kursi kereta. Ini pertama kalinya Takumi menaiki kereta shinkansen lagi sejak ia bercerai.

     Suara Junko yang terdengar gembira menyapa gendang telinga Takumi. 

     "Indah sekali," seru gadis itu sambil melihat ke luar jendela.

     Takumi selalu memikirkan kenapa ia mulai terbiasa tersenyum saat berada didekat Junko. Rasanya seperti ada sihir yang gadis itu ciptakan untuk membuat Takumi betah berada di dekatnya.

     Tapi, ia ingin memastikan satu hal kepada Junko, tentang mengapa gadis itu tiba-tiba muncul di kehidupannya yang suram ini.

     "Nakamura-san, aku ada sebuah pertanyaan," ucapan Takumi membuat Junko langsung menatapnya.

     "Iya?" sahut Junko.

     "Mengapa kau mendekatiku seperti ini? Bukankah aneh, anak seusia mu biasanya bermain ataupun berkumpul dengan teman-teman seusia mu yang lain. Tapi, kau malah bersama dengan orang dewasa membosankan disini?"

     Pertanyaan yang selalu ingin ia utarakan tapi tak kunjung tersampaikan dan akhirnya sekarang waktu yang tepat untuk memberitahukannya kepada Junko.

     "Hmm,.." Junko meletakkan tangannya di dagu, lalu melanjutkan kalimatnya, "Karena paman punya hobi yang sama denganku, membaca buku. Dan yahhh awalnya aku hanya penasaran mengapa nama paman selalu muncul di daftar peminjaman buku di perpustakaan, itu saja. Dan satu lagi! Satu lagi! karena paman tampan."

     Jawaban Junko yang blak-blakan membuat Takumi salah tingkah. Ia menggeser duduknya sampai menempel pada tiang, dekat pintu masuk kereta.

     "Hei!!" Takumi melotot ke arah Junko yang memegang tangannya secara tiba-tiba, tapi gadis malah menanggapi dengan tawa yang ringan.

     "Aku serius paman," katanya masih tertawa.

-Sial, seharusnya aku tidak bertanya-

___

     Masih ada sekitar 15 menit lagi untuk sampai di Kyoto. Daerah dimana masih banyak spot asri yang di jaga turun temurun. Tidak seperti Tokyo yang setiap hari di penuhi oleh berbagai macam orang dan kendaraan yang berlalu lalang. Kyoto adalah tempat yang damai. Tempat yang sangat cocok untuk bersantai setelah lelah diselimuti hawa bising perkotaan.

     Takumi merasakan sesuatu berat menyender di sebelah tubuhnya. Ia menoleh dan mendapati Junko yang tertidur pulas disampingnya. Takumi memperhatikan wajah Junko yang terlihat damai ketika tidur.

     Ia berharap, semoga gadis ini mendapat kebahagiaan yang dia inginkan dan tak ada kekecewaan di dalam hidupnya. Takumi mendengar pemberitahuan, bahwa sebentar lagi kereta akan sampai di stasiun Kyoto. Ia membangungkan Junko yang masih tertidur di lengan kanannya.

     "Nakamura-san, kita sudah sam-"

     "Paman! Itu stasiun Kyoto. Sebentar lagi kita menginjakkan kaki di Kyoto," seru Junko dengan semangat. "Kapan ya terakhir kali aku ke Kyoto? Hmm tidak ingat!!" katanya lagi.

      Junko mengabaikan ekspresi terkejut Takumi, gadis itu malah terlihat biasa saja setelah mengangetkannya.

     Takumi yang mendengar itu hanya mengangguk sambil tersenyum kaku. Tingkah Junko benar-benar membuatnya bersemangat juga hari ini, walaupun tadi ia sempat sedikit kesal.

     Setelah turun dari kereta, Junko menarik lengan kemeja Takumi untuk segera keluar gedung stasiun. 

     "Paman, aku mau menghubungi Senpai dulu ya. Paman tunggu disini " Kata Junko, setelah itu meninggalkan Takumi yang masih berada di lobi gedung stasiun. Sedangkan Junko berlari ke luar menjauh dari sana agar kerumunan orang-orang tidak mengganggunya saat dia ingin menelpon.

     Sekitar 5 menit kemudian Junko kembali menghampiri Takumi. "Paman, aku sudah mendapatkan alamat Senpai-ku. Aku akan mencari taksi di sekitar sini."

     Takumi mengangguk. Setelah mendapat persetujuannya, gadis itu setengah berlari mencari keberadaan taksi yang kosong. Kepalanya menengok ke kanan dan kiri, untuk memastikan.

     Takumi yang melihat itu kemudian berdiri, berjalan menghampiri Junko yang masih sibuk mencari.

     "Nakamura-san, sepertinya taksi itu kosong," kata Takumi di sebelah Junko yang membuat gadis itu terlonjak kaget, sampai sedikit menjauhkan tubuhnya dari Takumi. "Ahh, maaf. Aku pasti membuatmu terkejut."

     Ia tak menyangka akan membuat gadis itu terkejut, padahal suara pelan.

     "Sedikit," kata Junko, "Tapi tidak apa-apa. Ah, ya, itu kosong!! TAXI!!" gadis itu berteriak dengan lantang yang di ikuti oleh Takumi yang juga berteriak. 

     Selama perjalanan menuju rumah kenalan dari Junko. Takumi hanya mendengarkan cerita gadis itu tentang Senpai-nya yang dulu pernah membantunya.

     Bantuan kecil berupa semangat untuk tetap menjalani hidup, meski dunia Junko selalu dilingkari oleh masalah yang tak dapat gadis itu tangani sendirian.

     Takumi agak sedih mendengar cerita itu. Junko juga bercerita bahwa ia mendapat perlakuan kasar dari ibunya sejak dia memasuki jenjang SMA. Tak hanya itu, Junko juga sering menerima omongan tidak senonoh dari tetangga rumahnya.

     Tapi yang membuat Takumi salut, gadis itu masih bertahan hidup sampai saat ini. Dia tak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tak seperti dirinya dulu. Jika di ingat-ingat waktu itu Takumi benar-benar bodoh memikirkan ingin bunuh diri hanya karena mantan istrinya berselingkuh dengan pria lain. 

     Lamunan Takumi dihentikan oleh tangan kecil Junko yang melambai-lambai didepan wajahnya, "Paman, kita sudah sampai," katanya

     "Ah, maaf," ujar Takumi. Gadis itu tertawa kecil.

     Setelah membayar taksi -yang tentu saja di bayar oleh Takumi- karena ia tak mau jika malah Junko yang harus membayarnya. Nanti akan dikemanakan harga dirinya sebagai pria.

     Junko mendekati sebuah rumah bergaya tradisional yang cukup besar. Kemudian memanggil sebuah nama yang Takumi yakini adalah kenalan gadis itu. Jadi ia hanya diam menunggu.

     Ia merasa bahwa sekitar minka -rumah tradisional jepang- ini tak ada lagi rumah yang berdekatan dengannya. Hanya terbentang lahan kosong dan bukit-bukit. Rumah-rumah yang lain agak jauh dari sana. 

     Tak lama kemudian muncul seorang wanita dari balik pintu. Wanita itu melihat Junko dan langsung tersenyum.

     "Junko-chan, sudah lama tidak bertemu," katanya terlihat sangat senang. Lalu mereka saling berpelukan. Takumi mengalihkan pandangannya agar tak mengganggu mereka berdua.

     "Hmm, aku juga sudah lama tidak melihat senpai."

     "Sudah ku bilang jangan panggil aku dengan sebutan itu. Panggil aku dengan namaku saja," sela wanita itu sambil melepaskan pelukannya. Wanita itu kelihatan sudah dewasa, mugkin berusia sekitar 24 tahun, tebak Takumi.

     Dan akhirnya wanita itu menyadari bahwa Junko tak sendirian di sana. "Oh, ayo masuk. Di luar saja tidak enak dilihat orang lain," katanya.

     Junko memperkenalkan wanita itu sebagai Yatsumura Yuka kepada Takumi. Takumi juga tak lupa memperkenalkan dirinya sendiri.

     Mereka bertiga sekarang sedang duduk di ruang tamu, mengobrol beberapa hal sebagai perkenalan awal agar tidak terlalu canggung.

     Yuka melirik Junko yang sedang menyesap minumannya, "Jadi, ini yang kau maksud Junko-chan?" 

     Takumi melihat Junko yang gelagapan dan menjadi salah tingkah setelah mendengar perkataan Yuka. Takumi hanya diam karena tidak mengerti.

     "Dia tak terlihat seperti orang seumurannya. Junko-chan, kau memang jago memilih seseorang yang kau suka," kata Yuka lagi sambil mengedipkan sebelah matanya.

     Dan kali ini Takumi lah yang menjadi korban. Ia tersedak kopi yang diminumnya karena mendengar perkataan Yuka barusan.

     Junko dengan cekatan mengambilkan Takumi tisu, dan bertanya apakah dirinya baik-baik saja. Takumi mengangguk, tidak apa-apa.

     "Senpai, jangan teruskan lagi!" seru Junko dengan raut wajah kesalnya yang membuat Yuka meminta maaf atas apa yang ia lakukan.

     Kedua gadis itu meminta ijin pada Takumi untuk mengobrol berdua saja, karena ada yang harus mereka sampaikan satu sama lain. Takumi yang tak mau mengganggu privasi mereka, setuju-setuju saja. Tapi sepertinya tanpa ijinnya pun dua gadis itu tetap akan pergi meninggalkannya sendirian.

     Dan akhirnya sekarang Takumi hanya seorang diri disini. Karena bosan, Takumi jadi memutuskan untuk berkeliling sebentar, melihat-lihat halaman belakang kediaman Yuka itu.

     Takumi menarik nafasnya dalam-dalam, menghirup udara Kyoto yang begitu sejuk, sangat bertolak belakang dengan di Tokyo. Kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Kyoto memang yang terbaik," gumamnya.

     Ia melihat ada kolam ikan berukuran sedang disekitar taman. Takumi menatapnya dengan kagum, di Tokyo jarang sekali ia melihat kolam hias seperti itu.

"Rasanya ingin tinggal di Kyoto saja," kata Takumi sambil merenggangkan otot-ototnya yang kaku akibat perjalanan kemari.

     Ketika Takumi ingin kembali ke dalam, ia mendapati seorang pria yang tidak asing baginya.

     Takumi mengingat-ingat siapa pria di depannya itu.

Dan akhirnya Takumi ingat. "Yatsumura-san?"

     Pria yang di panggil Yatsumura menoleh ke arahnya, pria itu terlihat terkejut.

     "Takumi?!" seru pria itu. "Kenapa kau ada disini?"

     "Ah itu, liburan bersama seseorang," jawab Takumi, "Oh, bagaimana kabarmu Yatsumura-san? Sudah lama kita tidak bertemu."

     "Duduklah, kita mengobrol sambil duduk saja," ujar Yatsumura kepada Takumi, lalu berkata lagi, "Sudah tiga tahun bukan? Ketika kau baru saja bercerai dengan istrimu."

     Pria itu mempersilakan Takumi untuk minum.

     Yatsumura Hiroomi adalah orang yang Takumi temui 3 tahun lalu ketika dia sangat depresi karena di selingkuhi istrinya. Dia juga orang yang membuat hidup Takumi menjadi seperti sekarang. Entah bagaimana jika dirinya tidak bertemu dengan Yatsumura, Takumi sekarang mungkin sudah berada di alam lain.

     "Kau kesini dengan seseorang, dimana dia? Kenapa tidak ada disini?" tanya Yatsumura, "Kau mau minum sake?" sambungnya.

     Takumi menggeleng, ia tak ingin mabuk saat sedang bersama Junko. "Dia sedang bersama Yuka-san," jawab Takumi, "Yatsumura-san, apakah Yuka-san adalah puteri mu?" 

     "Tentu saja. Dia adalah puteri satu-satunya yang aku miliki. Jika kau mau, kau harus berusaha mendapatkan persetujuanku dulu."

     Takumi yang mengerti maksud dari perkataan itu dengan cepat menyangkal bahwa ia tertarik dengan Yuka. Yatsumura tertawa dengan keras melihat reaksi spontan Takumi, "Aku hanya becanda. Becanda saja. Hahaha"

     "Ohh otoo-san, kau sudah pulang?" kata Yuka yang muncul di balik pintu disusul oleh Junko di belakangnya.

     "Baru saja sampai. Dan, siapa itu?" tanya Yatsumura penasaran sambil melirik Junko yang berada disebelah Yuka.

     "Ahh, ini  Junko-chan. Kenalanku di Tokyo." Yuka memperkenalkan Junko kepada ayahnya.

     Junko membungkuk kemudian memperkenalkan dirinya pada ayah Yuka.

     Gadis itu menghampiri Takumi, menunjukkan ponselnya, "Nanti kita akan mengunjungi ini. Bagaimana?"

     Disana terpampang gambar tempat yang akan mereka kunjungi setelah ini.

     "Aku akan mengikutimu kemanapun kau mau pergi," katanya, yang membuat dua pasang mata tertuju Takumi dan Junko dengan arti tatapan yang berbeda-beda.

     "Arigatou!" Gadis itu terlihat sangat senang.

     "Takumi, Ini anakmu?" tanya Yatsumura yang sudah tak tahan ingin bertanya sedari tadi.

     "Bukan," sanggah Takumi, "Gadis ini bukan anakku," lanjutnya dengan cepat. Kenapa dengan orang-orang ini, setiap kali dirinya dan Junko bersama pasti mereka berpikir bahwa Junko adalah anaknya. Apakah Takumi terlihat seperti ayah dari gadis itu?

     "Lalu?"

     "Otoo-san, Junko-chan adalah kenalan dari Masato-san. Ya kau tahu 'kenalan'. Semacam itu."

Junko menjawab dengan anggukan pelan. 

     "Takumi tidak aku sangka setelah kau bercerai sekarang seleramu yang jauh lebih muda, ya," goda Yatsumura sambil tersenyum.

      "Sudah ku bilang bukan seperi itu. Ada apa dengan kalian." Takumi mulai kesal karena terus-terusan menjadi bahan candaan oleh ayah dan anak ini. Ia yang tak sengaja melirik ke arah Junko mendapati wajah dan telinga gadis itu merona.

     'Kawaii', gumam Takumi dalam hati. Ia tak bisa berpaling beberapa saat dari wajah Junko yang memerah karena di goda.

     Kemudian Takumi tersadar kembali, 'aku tidak boleh berpikiran seperti itu. Tidak boleh sama sekali, MASATO Takumi!' gumamnya lagi.

     Setelah berpamitan untuk melanjutkan perjalanan mereka, Takumi dan Junko, berjalan beriringan menuju tempat yang ternyata tidak terlalu jauh dari kediaman Yatsumura. Hanya sekitar 20 menitan untuk sampai ke sana. Tempat yang belum pernah Takumi kunjungi sama sekali, meski ia dulu sering sekali bolak-balik Tokyo-Kyoto.

     Tangan Takumi yang bergelantungan bebas di sebelah kanan terasa seperti ada yang memeganginya. Ia lalu melirik tangannya yang ternyata sedang di genggam oleh tangan kecil Junko. Gadis itu yang menyadari bahwa Takumi sudah sadar atas perlakuannya, kemudian bertanya, "Tidak apa-apa kan?"

     Bukan itu masalahnya! Memang tidak apa-apa tapi di genggam seperti ini oleh gadis berusia 17 tahun itu rasanya aneh. Jika Junko adalah anaknya itu bukanlah sebuah masalah, tapi yang jadi masalah justru Junko bukan siapa-siapanya.

     "Ah, Nakamura-san rasanya aneh jika kau menggenggam tanganku seperti ini," ujar Takumi.

     Junko langsung melepaskan tautan tangannya dari Takumi. Ia menyadari bahwa ekspersi gadis itu berubah menjadi murung. Takumi berpikir apakah ia salah dalam berbicara tadi. Padahal niatnya hanya bertanya perihal 'berpegangan tangan'. 

     Karena tak tahan melihat wajah cantik Junko murung dan tidak berbicara apapun, akhirnya Takumi menautkan kembali jari jemarinya di tangan Junko yang membuat gadis itu terkejut tak percaya atas apa yang sedang terjadi.

     "Aku tidak mau melihat gadis secantik dirimu cemberut," kata Takumi yang terus berjalan tanpa melihat raut wajah Junko yang sudah mulai kembali normal, "Tidak apa-apa, aku tidak masalah dengan ini," lanjutnya, menjawab pertanyaan Junko yang belum ia jawab tadi.

    "Paman, lihat! Kita sudah sampai!" Junko dengan semangat melepaskan tautan mereka dan berlari kecil ke arah Senbon Torii, -deretan gerbang Torii yang berwarna kemerahan- di sepanjang jalan menuju Kuil Fushimi Inari Taisha.

     "Kuil?" Takumi yang tak menyangka ia akan di ajak ke sebuah kuil oleh gadis itu hanya terdiam mematung.

     "Bukankah pintu masuk kuil ini begitu indah. Ada banyak deretan Torri disini. Aku tidak pernah melihatnya di Shibuya," kata Junko kembali berlari-lari kecil sambil memutar tubuhnya untuk menikmati pemandangan.

     Gadis ini memang aneh. Itulah yang selalu ada dipikirannya. Junko terlihat sangat bahagia hanya karena pergi ke Kuil. Takumi bahkan tak pernah pergi ke kuil. Ini pertama kali baginya, setalah bertahun-tahun tinggal di Tokyo.

    "Paman pegang ini!" Junko memberikan sebuah papan kecil yang di ikat tali di atasnya. "Setelah berdoa paman harus menuliskan keinginan paman disini." Dia menunjuk papan tersebut.

     "Tapi,.. aku bahkan tidak percaya kami-sama." 

     "Tidak apa-apa. Siapa tahu ke inginan paman akan terwujud. Kami-sama akan menjawab permintaan paman nanti. Aku percaya itu," kata Junko, kemudian menarik lengan kemeja Takumi untuk berdoa.

     Takumi yang bahkan tak percaya akan keberadaan kami-sama, ikut berdoa. Entah nanti doanya terkabul atau tidak, ia tak mempermasalahkannya.

     'Aku hanya ingin satu hal. Tetaplah seperti ini'. 

Sambil berdoa, Takumi melirik Junko yang berdoa dengan sepenuh hati. Entah apa yang diminta gadis itu. Takumi berharap, doa Junko segera dikabulkan.

     "Nah kau bisa tulis permintaanmu disini, seperti punyaku." Junko menunjukkan papan miliknya yang sudah tertulis sebuah kalimat disana.

     Takumi mengangguk dan mulai menulis keinginannya untuk masa depan. Setelah selesai, mereka mengikatkan tali yang berada di atas papan itu ke sebuah rangkaian bambu yang memang sudah dirancang untuk di ikatkan papan-papan tersebut.

     "Paman menulis apa disana?" tanya Junko, "Aku menulis supaya suatu hari nanti aku mendapatkan kebahagiaan," katanya dengan polos.

     "Rahasia. Aku tidak akan memberitahumu," sahut Takumi, "Jika kau ingin tahu, datanglah lagi kesini bersama dengan orang yang kau cintai, Junko."

     Junko terperangah mendengar kata terakhir dari Takumi, "Ahh, paman katakan lagi. Aku mohon katakan lagi, katakan lagi namaku!! Kumohon!" bujuk Junko.

     Takumi baru sadar kalau ini pertama kali baginya memanggil gadis itu dengan nama depannya. Jadi terpaksa ia menuruti permintaan Junko agar dia senang.

     "Junko. Apakah sudah cukup?"

     Junko tersenyum lebar, "Sangat, sangat cukup. Sering-seringlah memanggil namaku."

     Takumi mengusap tengkuknya. Seharusnya ia tak keceplosan tadi. Sekarang Takumi jadi merasa malu karena di goda gadis SMA ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status