Share

8 - Taktik Nakal

Wilzton merasakan kesunyian cukup mencekam, saat masuk ke dalam kamar tidur Sarla. Sedangkan, suasana juga gelap. Tanpa ada nyala lampu yang menerangi.

Namun demikian, ia masih tak menemukan kendala berjalan ke ranjang tidur wanita itu dengan langkah santai saja. Seringaian dibentuknya pada wajah. Tatapan lurus ke depan.

"Miss Sarla!" Wilzton berseru kencang, sengaja.

Salah satu sudut bibir semakin dinaikkan. Ia sudah berdiri di samping tempat tidur yang digunakan oleh Sarla. 

Arah pandang pun telah terpusat penuh ke sosok wanita itu. Tak ada tanda-tanda respons dari Sarla. Walau, volume suaranya terbilang keras. Ia begitu yakin sudah didengar. Tak mungkin tidak.

"Aku kira kau tidak akan malas lagi. Ternyata, masih saja kau lakukan kebiasaanmu. Cepat bangun! Kau tidak boleh menjadi pemalas."

Telinga Sarla langsung memanas karena seruan begitu kencang nan penuh sindiran diucap oleh seseorang. 

Sangat dikenalinya dengar benar pemilik suara berat tersebut. Dada pun seketika menjadi panas. Emosinya pun ikut terpancing.

Sarla tetap memejamkan mata dan tidak bergerak dalam posisi berbaring. Selimut menutupi hingga bagian kepala. 

Napas teratur karena tidak ingin Wilzton tahu jika dirinya pura-pura tidur. Ia pun enggan untuk segera menanggapi pria itu.

Tentang seruan bernada kencang sarat perintah dari Wilzton, tentu menimbulkan kekesalan untuk dirinya. Ia diperlakukan seperti pelayan. 

Tak bisa diterima hal tersebut hingga detik ini. Walau, kesalahan juga terletak padanya yang menyetujui kesepakatan ditawarkan oleh pria itu semalam.

"Cepat bangun, Miss Sarla! Kau harus masak sesuai dengan kontrak yang kau setujui kemarin. Kau harus melaksanakan semua mulai pagi hari!"

"Miss Sarla, kau tidak mendengar ucapanku? Kau tidak mungkin tuli. Kedua telinga yang kau miliki pasti masih bisa berfungsi dengan baik."

Sarla memilih tetap diam. Pergerakan sama sekali tak dilakukan pada tubuhnya. Penarikan napas pun seteratur mungkin, meredamkan gejolak dari emosinya yang semakin bertambah karena kalimat sindiran dilontarkan santai oleh Wilzton. 

Namun, ia tetap menangkap dalam nada sarat kesinisan. Tak akan pernah bisa dibayangkan pria itu berbicara dengan intonasi suara yang manis dan lembut.

"Miss Sarla …,"

Kedua telinga kian memanas mendengar panggilan dari Wilzton Devins untuk kesekian kalinya. Dan, ia tetap memilih tidak menunjukkan reaksi apa-apa. 

Tentu memiliki tujuan agar pria itu segera pergi dari kamar. Lalu, tidur yang terganggu bisa dilanjutkan dan tak perlu melakukan perintah Wilzton Davis.

"Miss Sarla, aku tidak menyangka jika kau akan berani melanggar perjanjian."

"Ah, kau juga berani tidak mematuhi perintahku sebagai tuan rumah di sini. Kau pantas mendapatkan hukuman dariku."

"Baiklah, aku tidak akan memperpanjang waktuku lagi memberikan kau toleransi."

Sarla merasakan keterkejutan yang begitu besar, saat selimut digunakan menutupi seluruh tubuhnya disingkap oleh Wilzton. 

Sarla pun langsung membuka mata. Dapat dilihatnya nyata seringaian pria itu di wajah, ketika sudah berada di atasnya. Benar, ditindih. Walaupun, tubuhnya tidak ditekan. 

Namun, tetap risi akan posisi pria itu yang tak semestinya. Tentu, perlawanan segera dilakukan. Sayang, tidak membuahkan hasil karena kedua tangan dipegang.

"Yahh! Lepaskan!" Sarla berseru kencang sembari badannya digerak-gerakan, bermaksud berontak.

"Jangan berani macam-macam kau, Berengsek! Aku akan membuat perhitungan!" Sarla semakin mengencangkan suaranya. Delikan maut dilempar.

Lantas, secara refleks, matanya dipejamkan saat wajah Wilzton Davis mendekat. Ia bahkan dapat merasakan embusan napas pria itu dengan begitu nyata di bagian lehernya. Membuat merinding dan juga menimbulkan sensasi yang sulit terdefinisi.

"Sudah aku bilang jangan macam-macam dengan pria sepertiku. Lakukan apa yang aku tadi berikan perintah padamu. Paham tidak?"

Sarla memberanikan diri untuk membuka mata. Ia enggan dicap penakut. Lebih baik menunjukkan perlawanan kepada Wilzton Davis. Delikan yang cukup tajam diarahkan ke sepasang mata pria itu. Seringaian Wilzton dilihat dengan jelas.

"Jika aku tidak mau melakukannya? Apa yang kau ingin lakukan? Aku tidak akan gentar." Sarla pun berujar dalama nada tegas. Menolak nyata.

"Konsekuensi? Bagaimana aku memakan tubuhmu saja?"

"Aku lebih suka sarapan dengan menciumi bagian dada dan lainnnya yang kau miliki, Miss Sarla."

"Lebih memuaskan daripada sepiring salad dan segelas susu hangat. Kau juga akan suka."

Sarla mendorong keras Wilzton. Kali ini, ia sukses membuat pria itu menyingkir. Segera pula, bangun. Berdiri di dekat tempat tidur.

"Ckck, busuk sekali idemu. Tidak akan terjadi seperti kau mau!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status