Share

Alam lain

"Jangan melihat kebelakang dan jangan berhenti, apapun yang terjadi."

Lelaki tua yang menunjukkan jalan tadi sudah mewanti-wantiku akan hal itu, dan terus ku ingat. Namun, reflek aku melihat lewat kaca spion kearah lelaki itu, dan hal yang sulit ku terima akal sehat pun terjadi.

Lelaki tua itu masih berdiri ditempatnya dan mengawasiku, namun sayangnya wujudnya berubah menjadi sosok tinggi besar dengan mata merah dan tubuh penuh bulu.

Segera kuinjak gas ku lebih dalam, jantungku berdetag tak karuan.

Bukan hanya itu, disepanjang jalan yang tadi begitu sepi, pintu-pintu rumah yang tadinya tertutup, kini semua pintu itu terbuka.

Aku melihat berbagai wujud yang bentuknya macam-macam dari setiap rumah yang ku lalui.

Ada nenek-nenek yang kepalanya hancur sebelah, ada wanita gimbal dengan payudara yang menyentuh tanah, ada wanita cantik namun separuh badannya hancur, ada lelaki dan wanita yang dempet, dan banyak sekali penampakan-penampakan yang menyeramkan.

Mereka semua menatapku, melambaikan tangan dan perlahan mulai mendekat seolah aku adalah daging segar sedangkan mereka adalah singa yang kelaparan.

Mobilku, tentu saja kedap udara. Suara diluar seharusnya hanya sayup ku dengar, namun entah mengapa suar-suata mereka justru begitu jelas seolah tak ada ruang yang memisahkan kami.

Bahkan aku bisa mencium berbagai aroma yang menusuk hidungku, ada bau busuk yang menyengat, namun ada juga bau harus semerbak bunga setaman.

"Mandekko, ayo melu aku."

Suara yang begitu halus, namun tidak ada satu pun dari wujud yang ku lihat berpenampilan bagus.

Saat itu rasanya aku ingin menangis, kaki ku gemetar, perut mual, badan basah kuyup oleh keringat. Kalau bisa pingsan, lebih baik aku memilih pingsan saja. Namun aku juga sadar, mungkin kalau aku pingsan, entah bagaimana nasibku. Bagaimana kalau mereka menahanku hingga aku tidak bisa kembali ke duniaku lagi.

BRAK BRAK BRAK!!

aku tersentak kaget ketika atap mobilku seolah digebrak dengan begitu keras. Aku menginjak gas semakin dalam, namun mobilku seolah tak juga mau jalan. Laju mobilku begitu lambat, seakan mengangkut beban yang begitu berat.

"Aaaaaaahhhh.... "

Aku menjerit sekuat tenaga, bahkan kali ini aku benar-benar menangis, tak kuat dengan apa yang ku lihat.

Ada wajah seorang wanita tua dengan mata merah menyala dan separuh wajah yang seperti bekas terbakar menempel di kaca mobilku.

"Jangan pulang, aku akan memberi banyak harta untukmu. Ayo mampir dulu."

"Berhenti! Berhenti!"

Suaranya melengking ketika aku mengabaikannya dengan tangan yang gemetar dan berusaha mengabaikannya, walaupun dalam hati aku ketakutan setengah mati.

Ada banyak penampakan di depanku, penampakan bermacam-macam jenis hantu yang tidak bisa ku nalar.

Suara tawa, tangis, bahkan suara teriakan marah terus bergema, namun aku berusaha terus maju, mencari jalan keluar dan terus berdzikir.

"Kamu sudah masuk kesini, kamu sudah milik kami!"

Terdengar suara berat seorang lagi-lagi yang suaranya begitu menggema, hingga dada terasa bergetar dan nyali bukan lagi menciut, namun terasa habis.

Hingga kemudian aku melewati sebuah rumah yang terlihat beda dengan yang lain. Halaman rumah ynag terlihat luas, rumah yang begitu terang hingga aku mampu melihat dengan jelas, mobilku masih berjalan pelan walau gas sudah ku injak dalam-dalam.

Di rumah tersebut aku melihat delman dengan dua kuda yang begitu cantik, ekornya panjang dengan rambut yang mengkilap seperti rambut model iklan sampo, lalu delman yang terbuat dari emas.

Bukan hanya itu, dihalaman rumah itu banyak sekali bebatuan yang terbuat dari emas dan permata bersinar-bersinar menyilaukan. Dan terlihat ada dua orang wanita yang begitu cantik sedang menari-nari dengan suara gamelan yang mengalun merdu.

Tanpa sadar, mobilku berhenti didepan rumah itu, bagai terhipnotis aku hampir saja keluar dan berjalan kearah rumah itu.

Aku melihat seorang wanita seperti layaknya seorang ratu dengan mahkota yang besar, kulitnya putih bersih, rambutnya panjang terurai, dan menggunakan baju berwarna hijau.

Wanita itu tersenyum manis kepadaku, ku hampir lupa segalanya ketika wanita itu mulai mendekat dengan langkah gemulainya.

Aku juga mendengar suara manja dan mendayu berkata.

"Jupuken, iki kabeh wekmu."

(Ambillah, ini semua punyamu.)

Hingga kemudian aku kembali mendengar suara yang berbisik ditelingaku yang membuatku sadar seketika.

"Ojo mandek, ojo kegoda, iki uduk alammu, lek koe kegodo, koe iso lali sembarange, koe ra bakal iso mbalek maneh neng alammu."

(Jangan berhenti, jangan tergoda, ini bukan alammi. Kalau ku tergoda, kamu bisa lupa segalanya dan tidak bisa kembali ke alammu lagi.)

Aku berusaha kembali fokus, ku baca kembali doa-doa yang kuingat, aku berusaha tidak lagi menoleh kearah rumah itu dan berusaha menjalankan mobilku, walaupun mungkin jika aku bisa keluar dan lari, aku memilih itu. Sebab laju mobilku juga tidak bisa lebih cepat.

Suara lengkingan terdengar seolah bisa memecahkan gendang telingaku, hingga tiba-tiba mobilku yang tadi terasa berat, kini bisa berjalan dengan normal kembali.

Dikejauhan aku melihat dua pohon besar yang mengapit sebuah jembatan yang terlihat sangat tua. Ku pacu mobilku kesana, berharap segera sampai.

Saat melintasi jembatan itu, kabut tebal turun begitu saja hingga aku tidak bisa melihat kedepan sama sekali. Hal itu terjadi mungkin selama sepuluh menit.

Aku terus memacu mobilku mesti tak bisa melihat jalanan didepanku, tak juga ku pikir bagaimana bila aku jatuh, yang penting terus melaju.

Dan entah bagaimana rasa lega yang kurasakan, ketika akhirnya aku kembali memasuki jalanan beraspal, dan ada kendaraan lain yang berpapasan denganku, bahkan membunyikan klaksonnya.

Namun yang aneh, tiga puluh menit yang lalu ketika aku memasuki daerah yang menyeramkan itu, waktu masih sekitar pukul setengah tujuh malam, namun kali ini, entah bagaimana, kulihat langit sudah begitu terang benderang.

Aku mendengar suara klakson panjang, kepalaku terasa berkunang-kunang, badanku lemas, dan semua gelap. Aku tak sadarkan diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status