19. Pesan dari Mbak Lilis untuk kita semua"Tipu muslihat? Saya ini dimana mbak? Apa yang terjadi dengan saya? Lantas bagaimana nanti saya pulang?"Aku panik, aku mulai berdiri kebingungan. Diluar langit terlihat mulai gelap, namun dirumah ini aku masih bisa melihat semuanya dengan jelas, meski tanpa adanya penerangan. "Nggak usah bingung mas, aku sudah bertahun-tahun disini. Sebenarnya aku rindu sekali dengan keluargaku, namun sayangnya aku tidak bisa pulang. Padahal rumah keluargaku tak jauh dari sini, sayangnya mereka sudah melupakan aku.""Kenapa nggak bisa pulang mbak? Apa keluarga sampean nggak menjenguk sampean disini? Apa perlu saya antarkan pulang? Kebetulan saya bawa mobil, mobil saya diparkir di warung bawah sana."Namun bukannya langsung menjawab, wanita itu hanya tersenyum simpul. Senyuman yang begitu manis, hingga hatiku serasa berdetak tak karuan. Wanita di depanku benar-benar bisa menciptakan keindahan dalam sebuah kesederhanaan. "Jangan sampai terpikat dengan apa y
"Pak? Bapak ngapain di dalam?"Aku tersentak saat seorang petugas hotel menegurku, ketika aku baru saja keluar dari toilet. "Ngapain? Ini kan toilet mas, kok ngapain sih?""Memangnya airnya bisa pak?""Bisa kok, lancar. Buktinya sekarang perut saya sudah plong."Niatku bercanda namun raut lelaki didepanku justru terlihat tegang. "Pak, coba bapak lihat lagi. Toilet ini sudah lama rusak. Sudah berkali-kali di perbaiki tapi tetap saja rusak lagi. Lampunya saja mati, tiap diganti bentar pasti putus lagi. Makanya di pintunya di tulis bahwa toilet ini sedang dalam perbaikan."Aku sontak kaget dan segera berbalik. Benar saja, toilet tersebut terlihat gelap dan ada tulisan "sedang dalam perbaikan" Perasaanku mengatakan hal yang tidak baik, sekujur tubuhku seketika merinding. "Astaghfirullah halazim, sumpah mas tadi lampunya nyala. Saya juga dua kali ke toilet itu dan airnya nyala kok, saya bersihkan kotoran saya sampai bersih."Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Badanku son
Petugas hotel tersebut mengantarkanku hingga depan kamar tempat ku menginap, kamar ini cukup luas untuk ku tempati sendiri. Aku menginap di lantai tiga, sedangkan hotel ini sendiri terdiri dari delapan lantai. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaianku dengan baju yang nyaman untuk istirahat, seperti biasa setiap hari aku selalu memberi kabar orang rumah tentang kegiatanku seharian, termasuk apa yang barusan aku alami. Dan tentu saja begitu mendengarkan ceritaku, ibuku sontak melarang ku untuk berangkat. Beliau yakin bahwa yang aku temui di toilet tadi bukanlah manusia seperti kami, lantas untuk apa aku memenuhi undangannya untuk datang ke acara yang belum jelas. Setelah menutup panggilan tersebut, pikiranku semakin liar kemana-mana. Aku sudah berusaha untuk memejamkan mata, namun kantuk tak juga datang. Tayangan di televisi juga membuatku bosan, hingga kemudian telfon di kamar itu berdering yang membuatku terkejut. "Selamat malam bapak Bayu, mohon maaf sudah menganggu isti
Aku menatap jam yang sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, aku bersiap untuk melanjutkan istirahat ku yang terganggu. Setelah kejadian tadi, aku mendapat fasilitas untuk pindah kamar. Kejadian yang cukup traumatik untukku. Bayangkan saja, jika di kamar kalian tiba-tiba ada jejak kaki berlumpur yang misterius dan juga kamar yang beraroma kamfer seperti bau mayat. "Hmm... Mohon bapak tenang dulu, saya bantu bapak mengemasi barang-barang bapak. Kami akan membukakan kamar eksekutif untuk bapak yang letaknya ada di lantai satu."Seolah mengerti ketakutanku, begitu petugas tersebut melihat jejak kaki misterius di seluruh lantai kamarku, dengan suara gugup dan gemetar langsung menawariku untuk pindah kamar dan membantuku mengemasi barang-barangku dengan cepat. Kami segera meninggalkan kamar itu dalam kengerian, tanpa berani menoleh kebelakang. Meskipun kami sama-sama merasa seolah ada yang mengawasi gerak gerik kami, namun kami mencoba mengabaikannya dengan terus berjalan cepat menuju l
Setelah mas Putra pergi, aku segera menyusul. Aku kembali ke kamar hanya untuk mengambil dompet, ponsel serta kunci mobilku. Rasa penasaran mengalahkan segalanya, bahkan rasa lengket pada tubuhku. Aku hanya menyemprotkan parfum supaya badanku tidak menimbulkan bau yang menganggu. Tidak sulit menemukan tempat yang mas Putra sebutkan. Sebuah warung kopi yang tidak seberapa besar namun memiliki lahan yang cukup luas untuk parkir. Saat aku datang, mas Putra belum terlihat. Di warung itu hanya ada seorang tukang ojek online yang sedang makan dengan lahap sambil vidio call dengan anaknya. Aku tersenyum, sebab hal itu juga yang setiap hari ku lakukan dengan orangtuaku. "Bu, pesan kopi hitam satu ya. Jangan manis-manis.""Njih mas, siap. Ndak makan sekalian mas? Ada sayur lodeh, ayam bumbu bali, terong balado.""Nanti saja bu, saya masih nunggu teman.""Oh njih, monggo-monggo pinarak dulu, biar saya buatkan kopinya."Penjual warung tersebut adalah seorang ibu-ibu paruh baya, badannya cukup
Ibu : Kamu jadi berangkat nak? Hati-hati Bayu, pikirkan lagi keputusanmu. Tempat yang kamu tuju itu masih sangat pelosok, medannya masih sulit dijangkau.Aku membaca sekilas pesan yang dikirimkan oleh ibu, lalu belum sempat ku balas, mataku begitu berat untuk ku buka, aku jatuh tertidur. Aku sangat ngantuk, aku juga merasa sangat lelah. Tidurku kali ini terasa begitu nyenyak sekali, berbeda dengan kemarin atau bahkan hari-hari sebelumnya. Hingga tanpa terasa ketika aku bangun, hari sudah mulai sore. Aku melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dan pesan-pesan yang belum terbuka dari ibu. Tak ingin membuatnya semakin khawatir, aku segera menghubunginya balik. "Halo Bayu? Kamu ini di telfon berkali-kali kenapa sulit sekali sih? Ibu ini khawatir sama kamu.""Ibu, baru diangkat sudah ngomel aja. Iya maaf bu, tadi Bayu ketiduran sampek nggak denger hp bunyi.""Kamu jadi berangkat? Tujuan kamu itu medannya nggak mudah Bayu, apalagi kamu belum pernah kesana. Jarak rumah masih jauh,
"Wes yu, kancane mase yang di mobil itu ndak makan nasi, tapi sukanya makan kembang sama menyan. Dia juga nggak mau turun kalau tujuannya belum tercapai.""Halah, pak Tris ini ngomong apa sih? Magrip-magrip lo, ngomongnya kok ngelantur. Kalau didenger barang seng nggak nggenah ngimana coba? Bapak ini namanya pak Sutris mas, sudah ndak usah didengerkan, orangnya memang suka begitu."Namun apa yang diucapkan pak Tris telah merasuki pikiranku, kini aku mulai dicekam oleh rasa takut dan parno sendiri. "Memangnya tujuan sampean itu sebenarnya mau kemana mas?""Saya mau mencari rumahnya mbak Rahayu pak, atau barangkali bapak atau ibunya tahu dimana alamatnya? Biar setelah ini saya langsung kesana dan pulang, soalnya saya juga nggak punya teman atau kerabat yang tinggal disini, pak, bu."Terlihat si ibu warung mengerutkan kening seolah sedang berpikir. "Rahayu? Rahayu siapa to pak Tris? Apa anaknya Nur? Tapi kan masih SD anak itu? Sampean barangkali tahu pak Tris?""Rahayu?"Pak Tris tampa
"Jangan melihat kebelakang dan jangan berhenti, apapun yang terjadi."Lelaki tua yang menunjukkan jalan tadi sudah mewanti-wantiku akan hal itu, dan terus ku ingat. Namun, reflek aku melihat lewat kaca spion kearah lelaki itu, dan hal yang sulit ku terima akal sehat pun terjadi. Lelaki tua itu masih berdiri ditempatnya dan mengawasiku, namun sayangnya wujudnya berubah menjadi sosok tinggi besar dengan mata merah dan tubuh penuh bulu. Segera kuinjak gas ku lebih dalam, jantungku berdetag tak karuan.Bukan hanya itu, disepanjang jalan yang tadi begitu sepi, pintu-pintu rumah yang tadinya tertutup, kini semua pintu itu terbuka. Aku melihat berbagai wujud yang bentuknya macam-macam dari setiap rumah yang ku lalui.Ada nenek-nenek yang kepalanya hancur sebelah, ada wanita gimbal dengan payudara yang menyentuh tanah, ada wanita cantik namun separuh badannya hancur, ada lelaki dan wanita yang dempet, dan banyak sekali penampakan-penampakan yang menyeramkan. Mereka semua menatapku, melamb