Rania letih, ia mempermainkan rambut ikal panjang yang biasa ia biarkan tergerai. Ingin rasanya merubah penampilan tapi takut semakin banyak yang jatuh cinta nantinya. Wkwkwk.
Betapa tidak, saat ini saja sudah banyak antrian panjang berderet menunggu keputusannya, namun Rania belum berani memutuskan. Meski Rania menyadari bahwa usia kian bertambah dan wajahnya semakin menjadi tua. Mulai muncul gurat penanda akan datang keriput yang di takutkan oleh seluruh wanita dimana saja. Rania bergulung di atas ranjang, membuat bed covernya tidak lagi licin. Mestinya memang Rania mulai menjatuhkan pilihan. Pada Agung sang direktur, pada Romi pemilik perusahaan besar, pada Haris seorang kepala dinas atau pada Yoga teman kecilnya yang sekarang menjadi pengusaha. Bila sudah begini maka ingatan Rania akan terjerembab pada Leo, lelaki yang masih mengakui dirinya sebagai istri. Rania kelu mengulum bisu. Ia merasa waktunya banyak tersita hanya untuk mengurus masalah yang tidak kunjung selesai. I
"Hy Kak, hari ini kita jadi pergi kan ?"Septia menghubungi Rania, Rania mengingat sesuatu tentang janjinya beberapa waktu yang lalu.Menuju pengadilan agama dan berkonsultasi tentang masalahnya."Oh iya, jadi." Rania menjawab dengan cepat.Bersiap ia demi menuntaskan janjinya, sudah pukul tujuh waktu Indonesia tengah. Kalau berangkat terlalu siang nanti antriannya panjang dan Rania malas dengan antrian yang panjang itu. Rania tidak suka menunggu, itu sebabnya ia malas sekali berhubungan dengan urusan birokrasi. Sering berbelit-belit dan banyak persyaratan.Rania memilih baju yang pantas untuk ia kenakan. Celana panjang hitam dengan atasan panjang selutut, berwarna hijau lumut model baju anak jaman sekarang di padu dengan jilbab warna senada namun bermotif bunga. Rania mematut dirinya di cermin. Mengoleskan bedak dan lipstik tipis di wajahnya. Rania nampak yakin bahwa penampilannya sudah sedikit mendekati sempurna.
"Assalamualaikum, apa kabar ? sudah sampai di mana ?"Rania tampak tersenyum melihat pesan masuk di ponselnya.Meski hanya sekilas senyum itu nampak seperti senyum bahagia.Rania meraih ponselnya kemudian membalas pesan tersebut dengan cepat."Di rumah makan Wong Solo, di sini ada Pak Leo bersama keluarganya."Begitu penjelasan Rania melalui pesan singkat kepada seseorang yang mengirim pesan lewat ponsel nya. Orang tersebut ternyata Pak Wahyu yang tadi di temui oleh Rania dan Septia di Kantor Pengadilan Agama.
Sejak kejadian hari itu di Rumah Makan Wong Solo, Pak Wahyu memberanikan dirinya untuk datang ke rumah Rania.Rania keluar kamar dengan bahagia, menjumpai Pak Wahyu yang sedang menunggu di kursi santai di beranda, dua gelas air jahe hangat telah terhidang di sampingnya ada kue bolu yang siap untuk disantap. Rania duduk di samping Pak Wahyu dengan baju santai warna abu-abu. Pak wahyu tersenyum melihat Rania.“Darimana ?”“Dari rumah.”“Mau ke mana ?”“Mau kesini.”Kemudian Pak Wahyu menyerahkan paper bag cantik pada rania, Rania heran, menerimanya dengan tanda tanya.“Ini apa ?”“Di buka saja.”Rania membuka paper bag tersebut, dengan takjub ia melihat sebuah jam tangan cantik lengkap dengan sertifikatnya. Hadiah kah ini ? Tanya Rania hanya sebatas dalam batinnya.HADIAH ???Sudah lama sekali ia tidak menerima ini setelah ia meninggalkan
Septia sudah sejak siang tadi berada di rumah Rania, meskipun Rania tidak ada di rumahnya. Gadis itu rebahan di kamar tamu rumah Rania. Rania telah menganggap Septia sebagai adik sendiri. Mereka demikian dekat seperti saudara meskipun baru beberapa bulan saling mengenal.Tadi Septia memberikan kabar pada Rania bahwa dirinya berada di rumah Rania dan Rania pun berkata, tunggu saja sebentar lagi aku pulang.Itu p
Rania baru saja usai melanjutkan tulisannya ketika ia membaca pesan di whatsappnya.“Ran,”“Iya,”“Sedang apa ?”“Menulis.”“Boleh aku ke sana sekarang ?” Rania mendongakkan kepalanya, ia tersenyum kecil sepertinya Tuhan sedang menguji ku, bisiknya perlahan.“Boleh.”Pak Wahyu pun mengakhiri perbincangan mereka. Beberapa jam kemudian mobil Pak Wahyu telah berada di rumahnya. Rania yang dari tadi telah menanti akhirnya keluar jug
Malam gelap tanpa bintang, ada gamang yang mulai mengembang. Rania merasa rindunya mulai terusik sejak kedatangan Pak Wahyu dalam kehidupan nya. Pak Wahyu, sosok kebapakan yang berkali-kali menenangkan pikirannya, melukiskan harapan baru dalam kehidupannya. Pak Wahyu yang selalu mengajarkan Rania tentang pentingnya mendekap erat rasa syukur agar Tuhan menambah nikmatNya. Pak Wahyu yang selalu bilang bahwa dendam tidak akan menyelesaikan masalah.Rindunya berkejaran di antara belukar dan hutan rimba. Ada banyak sekali dedaunan kering juga hewan liar yang terkadang menakutinya dan memaksa Rania untuk menghentikan rindu. Andai saat ini dirinya sedang tertidur maka ia akan memilih untuk tetap tidur demi menuntaskan rindunya.
“Assalamualaikum, Bu Rani.” Suara dari sebrang terdengar, suara lembut dari pemilik suara, seorang yang baik hati namun tegas dalam prinsip. Dan Rania pun menjawab dengan suara tak kalah lembutnya.“Waalaikumsalam, apa kabar, Pak ?. Lama tak jumpa.”“Iya, banyak tugas kampus yang harus di kerjakan terutama penyampaian materi via zoom video benar-benar sangat menyita perhatian, menyita waktu dan butuh kesabaran. Belum lagi persiapan webminar.”“Saya juga mengalami nasib yang sama, Pak.”“Sedang dimana ?” masih tanya suara itu lagi.“Sedang di rumah, Pak.”
PANGGILAN DARI KAMPUSPagi yang indah ketika dunia menampakkan senyum indahnya. Rania sudah bangun sejak subuh tadi dan melanjutkan tulisannya di beberapa platform penulisan. Sesekali matanya menyipit lalu kadang melebar, seperti pusaran cinta yang kadang naik dan kadang turun. Rania mengikuti alur cerita yang ia buat dengan ekspresi wajahnya.Ia terkejut melihat handphonenya menyala, sebaris nama muncul disana. Nama yang selalu membuatnya tersenyum, menghadirkan inspirasi dalam tiap episode-episode novelnya. Nama itu yang menghadirkan letupan dalam hatinya. Nama itu juga yang membuatnya berpikir hal lain tentang sebuah dendam. Bahwa dirinya harus berhasil terlebih dahulu maka hal itu adalah pembalasan terbaik bagi seseorang yang ingin membalas dendam. Bahwa dendam itu bukan tentang melakukan hal buruk pada seseor