Hujan turun dengan derasnya, sehingga Marvin terpaksa menghentikan motornya. Ia memilih menghentikan motornya di sebuah masjid yang ia temui dalam perjalanan pulang itu. Dia berpikir ini demi keamanan.
Ia tak ingin basah kuyup. Dua puluh menit lagi sudah masuk waktu magrib. Lebih baik, ia menunggu di masjid saja. Dengan demikian, ia dapat melaksanakan salat magrib tepat waktu tanpa basah kehujanan.
Usai memarkir motornya, Marvin segera menuju tempat wudhu dan segera salat tahiyatul masjid.
Sambil menunggu beduk Magrib tiba, ia putuskan untuk mengaji saja. Tapi, sesuatu terjadi tepat saat ia baru saja duduk usai mengambil Al Quran di lemari masjid.
Marvin melihat ada pemberitahuan di akun Instagramnya saat meletakan ponselnya di lantai. Marvin menaikkan kedua alisnya.
Pemberitahuan ini membuatnya mengurungkan sejenak keinginannya untuk membuka Al Quran. Ia menggerakkan tangannya membuka kunci ponsel.
Dahi Marvin mengerut. Pemberitahuan tentang adanya DM. Ia bertanya-tanya dalam hati, siapa yang mengirim DM padanya saat ini?
Tangan Marvin bergerak membuka DM. Kembali dahinya mengerut. Seseorang dengan akun yang tak ia kenal mengiriminya DM. Marvin tak mengenali pemilik akun itu.
Profil fotonya bunga. Nama akunnya pun terkesan alay: Lily_Yang_Tersakiti.
Marvin menghembuskan nafas panjang. Siapa orang ini? Alay sekali nama akunnya.
Akun I* Marvin memang tak terkunci. Jadi, siapa saja bisa melihat postingannya, bahkan mengiriminya DM seperti saat ini.
Segera saja Marvin membuka DM itu. Matanya langsung terbeliak. Pesan yang masuk sungguh tak enak untuk di baca.
[TOLONG DONG TUNANGANNYA ITU DIDIDIK DENGAN BAIK!!!!!!]
Marvin menghembuskan nafas panjang. Ia kesal. Siapa yang mengirim pesan tak sopan seperti ini? Bagi Marvin, DM ini terasa menyudutkan. Sepertinya ada yang tak suka pada Amabel Rose, tunangannya
Marvin membuka feed I* Lily_Yang_Tersakiti. Ia mengerutkan keningnya saat mengamati postingannya. Tak ada yang bisa dijadikan petunjuk. Hanya ada 3 postingan. Semuanya bunga. Entah bunga apa dan di ambil di mana.
Marvin meng-klik postingan yang paling awal. Kembali ia mendengus kesal. Postingan itu diunggah 3 hari yang lalu. Melihat jumlah postingan serta tanggalnya, sepertinya akun I* ini baru dibuat.
[Anda siapa?]
Begitu bunyi DM balasan Marvin pada Lily_Yang_Tersakiti. Ia berharap si pengirim pesan menjelaskan siapa dirinya dan apa pula maksud DM yang dikirimnya itu?
Namun, tak ada balasan.
Marvin gelisah. Ia berpikir untuk menelepon tunangannya itu saja untuk mencari tahu. Tapi akhirnya ia urungkan niat itu.
Saat ini sedang hujan deras. Menelepon di saat seperti ini jelas bukan hal yang tepat. Suara pastilah tak akan terdengar jernih. Sinyal pastinya sedang tak bagus. Lagi pula, ia sedang ada di masjid. Tak sopan rasanya berteleponan di masjid meskipun saat ini masjid sedang sepi. Hanya dirinya dan seorang bapak yang sedang mengaji di saf paling depan.
Bapak itu berbaju koko warna putih dan mengenakan songkok hitam. Ia duduk di saf yang agak jauh dari Marvin duduk saat ini. Ia terlihat khidmat mengaji.
Marvin juga memilih tak mengirim pesan lewat W******p dulu. Semua permasalahan belum jelas. Ia tak mau berburuk sangka pada tunangannya itu juga. Apalagi, 6 Minggu lagi keduanya akan menikah. Kata orang, menjelang pernikahan berlangsung selalu saja ada keributan. Bisa jadi semua berawal dari hal yang sepele saja yang akhirnya bisa menjadi besar dan serius.
Marvin tak mau itu terjadi. Pernikahan itu sesuatu yang sakral. Jadi, ia tak mau ada aksi ribut-ribut yang mewarnai perjalanan pernikahannya. Itu sebabnya ia tak mengirim pesan ke tunangannya dulu sebelum semuanya jelas.
Terlihat Marvin menghembuskan nafas panjang untuk menguasai keadaan. Tak bisa dipungkiri, DM yang diterimanya tadi mengusiknya. Serasa mendapatkan surat kaleng berisi ancaman. Ini bukan perkara mudah. Si pengirim DM sepertinya sedang bermasalah dengan tunangannya itu.
Marvin melirik ponselnya. Tepat di saat itu muncul pemberitahuan ada DM masuk di akun Instagramnya. Marvin membuka DM tersebut.
[Anda gak perlu tahu saya. Yang jelas coba didik tunangan Anda baik-baik!!!!]
Marvin sangat geram membaca pesan itu. Meski pesan tersebut sudah tak menggunakan huruf kapital semua seperti pesan pertama, tapi tetap saja mengesalkan.
Marvin pun mengirim balasan.
[Saya tidak mengenal Anda. Jadi, saya tak perlu meladeni DM Anda.]
Ia mengirim pesan itu dengan wajah bersungut kesal. Tak harus menunggu lama, pesan itu langsung menunjukkan tanda terbaca. Terlihat Lily_Yang_Tersakiti mengetik balasan.
[Naif sekali Anda ini!!! Diberi informasi penting malah diabaikan. Pantesan Anda mudah sekali dibohongi.]
Wajah Marvin memerah marah. Ia merasa apa yang dikatakan oleh akun tersebut sungguh keterlaluan.
[Anda keterlaluan. Kita tidak saling mengenal. Kenapa Anda berani mengata-ngatai saya seperti itu?]
Ia segera mengirim pesan bernada kemarahan itu kepada Lily. Terlihat Lily sedang aktif di sosmednya. Pesan itu langsung terbaca olehnya. Ia pun kembali mengetik balasan.
[Anda saja tak bisa mengenal dengan baik siapa tunangan Anda, kok. Jadi, apa gunanya mengenal saya?]
Marvin mendengus kesal. Terlihat dari wajahnya kalau ia sedang emosi. Ia berdiri dari duduknya. Kemudian berjalan ke arah lemari. Marvin mengembalikan Al Quran yang tadi ia ambil. Setelah mengembalikan Al Quran ke lemari, dia kembali duduk tak jauh dari letak lemari untuk membalas DM itu.
[Tolong jangan memfitnah Ibel!!!]
Marvin mengirim pesan peringatan. Ibel adalah panggilan akrab Amabel sehari-hari. Wajah Marvin tampak bersungut kesal. Pesan dari Marvin itu segera mendapatkan balasan. Terlihat Lily tengah mengetik sesuatu. Marvin menunggu DM itu dengan hati geram.
[Fitnah? Hahaha. Benar-benar naif!!!]
Marvin kembali emosi. Ia tak suka disebut naif. Kata itu mirip dengan sebutan bodoh. Hanya diperhalus saja kata-katanya. Supaya yang diajak bicara tak tersinggung. Tapi nyatanya tak semua orang bisa menahan rasa tersinggung saat kata itu diucapkan. Marvin termasuk salah satunya.
[Berhenti menyebut saya naif! Anda tidak mengenal saya.]
Muka Marvin masih terlihat merah padam. Ia berusaha mengusir kemarahannya dengan menarik dan menghembuskan nafasnya beberapa kali.
[Jika Anda tak terima saya sebut naif, cobalah menjadi cerdas!]
Marvin langsung mendengus kesal. Ia semakin emosi membaca DM yang barusan ia baca itu.
[Anda sungguh keterlaluan. Cobalah menjadi cerdas? Apa maksud Anda berkata seperti itu? Apa menurut Anda, saya ini bodoh?]
Usai mengirim pesan tadi, Marvin kembali berusaha menguasai amarahnya. Ini sungguh tak lucu. Siapa yang sedang iseng mengerjaiku dengan mengirim DM seperti ini?
[Hahaha … jika Anda cerdas, tentu Andatahu seperti apa kelakuan tunangan Anda di belakang Anda!]Dahi Marvin berkerut. Emosi masihmelandanya. Muncul pertanyaan yang menyeruak di hatinya.”Ada apa ini?” lirih Marvin.
Marvin sudah sam
TerlihatMarvin berjalan ke kasurnya. Ia duduk di kasurnya sambil masih memegangponselnya. Marvin termenung untuk beberapa saat.Tangannyasegera bergerak membuka instagramnya. Ia membaca DM yang ia terima sore tadi.Rasa kesal yang menggunung kembali menghinggapinya. Ia kesal dengan isipercakapannya dengan akun si Lily_Yang_Tersakiti tersebut. Sebutan naif danjadilah cerdas sungguh mengganggu pikirannya.
Hari kemarin telah berlalu. Marvin baru saja mencuci tangannya usai makan saat telepon dari mamanya masuk. Segera saja Marvin mengangkatnya. Usai menjawab salam, mamanya langsung mengingatkan sesuatu.
"Vin ... bisa kita bicara sebentar?" kata Ibelpada Marvin.Keduanya saat ini sedang ada di Tiara Catering. Marvindan Ibel sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Marvin menjemput Ibelterlebih dahulu. Untungnya, Marvin membawa mobil. Seandainya ia membawa motor,entah bagaimana nasib Ibel.
Mata Marvin terbeliak. Pertanyaan itu mengejutkannya karena terbilang tak sopan juga. Itu sebabnya ia mendelik kaget. "Maaf ... saya tahu pertanyaan ini mungkin nggak sopan. Saya hanya penasaran saja," kata ibu katering dengan senyum kecut.
Marvin keluar dari kamarnya untuk sarapan pagi. Ia berjalan menuju ruang makan dengan wajah lesu. Di ruang makan ortu dan adiknya Marvin sudah duduk di kursi untuk sarapan. Saat Marvin sampai di meja makan, adiknya, Merva malah sudah selesai sarapan. Mama dan papanya Marvin melihat Marvin menarik kursi tanpa semangat. Terlihat wajahnya Marvin kuyu tak ada senyuman. Wajahnya tampak murung."Lemes amat!" kata papanya singkat mengomentari Marvin.Marvin meresponnya dengan senyuman kecut."Semalam kamu juga nggak makan malam. Banyak kerjaan di kantor?""Iya," sahut Marvin singkat."Sarapan yang banyak, Mas! Biar kuat menghadapi pahitnya hidup," seloroh adiknya dengan senyum usil.Marvin meresponnya dengan cengiran ke arah adiknya tersebut."Mah...Pah...Aku ada kuliah jam pertama pagi ini. Ngumpulin tugas juga. Jadi mau berangkat dulu sekarang,""Mmmhhh," gumam papanya."Hati-hati!" pesan mamanya."Iya,"Merva salim ke papa dan mamanya."Mas...Aku berangkat duluan ya,""Iya. Hati-hati," p
Jam makan siang sedang berlangsung. Marvin makan siang di sebuah restoran dekat kantornya. Hari ini Ricky menemuinya. Itu sebabnya ia makan siang di sini. Biar leluasa berbicara.Keduanya sudah berada di tempat ini sekitar 10 menit yang lalu. Usai minuman yang mereka pesan datang Ricky langsung menyodori pertanyaan foto mana yang diminta Marvin untuk dicetak besar."Terserah kamu aja," ujar Marvin ke Ricky."Lho kok terserah aku?" kata Ricky setengah protes.Marvin tersenyum kecut. Terlihat ia masih tak bersemangat."Yang nikah kan kamu. Jadi kamu pilihlah foto mana yang mau aku cetak buat di gedung nanti!"Marvin masih tak bergeming. Terlihat ia tak berminat untuk memilih."Ini mumpung aku lagi baik lho, Vin. Ngasih kesempatan kamu milih sendiri. Biasanya aku sendiri yang nentuin. Nggak pakai nanya klien,""Ya udah gitu aja. Malah enak. Biar aku nggak pusing milihnya," jawab Marvin. Kali ini suaranya terdengar ketus.Ricky menatap Marvin dengan sorot mata keheranan. Perubahan suara M