Share

Bab 8

Sedari tadi Airin tidak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Alvin. Pria itu benar-benar tampan. Alvin yang menyadari akan hal itu berbalik arah dan menangkap manik mata Airin. Tatapan mereka bertemu. Tapi Airin langsung memutuskan sambungan matanya. Ia salting. 

"Lo yakin mau deketin Airin cuma buat Diva cemburu Vin?" tanya Dion. Ia sebenarnya tidak setuju akan hal itu karna itu pasti akan menyakiti hati Airin. 

"Yah iya, cara itu satu-satunya yang bisa buat Diva cemburu." jawab Alvin santai.

"Lo gak pikirin perasaan Airin sedikit pun Vin? Lo tau gimana sakitnya dia kalau tau semua ini lo lakuin buat sahabatnya?" Rian mulai berbicara. Ia sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini. Demi mendapatkan satu perempuan ia harus menyakiti perasaan perempuan lain.

"Ya jangan sampai Airin tau lah!" ucap Alvin memperingatkan, "Gabakal terjadi apapun kalau kalian ga ngomong sama dia." tambahnya lagi.

"Lo gila sih." Rian seperti sudah sangat kesal. Bisa-bisanya ia jadi laki-laki yang tidak berperasaan. 

"Ini pasti sakit banget buat Airin Vin. Lo pikirin baik-baik dlu deh." ucapan Dion tentu benar tapi Alvin tidak peduli. Ia lebih memikirkan soal Diva saja. 

"Dukung gua aja sih." Alvin kemudian bangkit dari kursinya dan menuju ke bangku yang Airin dan Diva duduki.

Ia akan memulainya dari sini. 

"Hai Rinn." sapa Alvin. Tanpa persetujuan dari Airin atau Diva ia langsung duduk di samping Airin.

"Lo ngapain?" tanya Diva. 

Alvin tidak menanggapi ucapan Diva. Ia bisa melihat wajah tak suka dari Diva. Tapi tetap saja ia tidak puas dengan hal itu.

"Ntar mau gak pulang bareng?" ucap Alvin lembut pada Airin. 

"Pulang bareng?" Airin terkesiap. Ya Tuhan jantungnya seakan mau copot. 

"Lo mau gak?" tanya Alvin lagi memastikan. Airin hanya mengangguk setuju. Ia mau. Mana mungkin ia bisa melewatkan kesempatan ini. 

"Bukannya lo mau mampir ke Gramedia nanti buat beli buku?" Diva harus menggagalkan rencana Alvin. Ia tidak suka jika Alvin dan Airin dekat. 

"Ntar gua anterin. Lo tenang aja." jawab Alvin santai. Sial!! Jantung Airin tidak mau berhenti berdetak kencang, "Oh iya, gue boleh minta nomer WhatsApp lu gak?" tambah Alvin lagi. Kali ini dia meminta nomer WhatsApp Airin. 

"Iya boleh. Sini hp lo." Alvin menurut ia memberikan hpnya pada Airin dan Airin mulai memasukkan nomer WhatsApp miliknya. 

"Okey. Tar malem gua telpon. Yaudah gua dluann yah." Alvin kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari kantin disusul kedua temannya yakni Dion. Rion tidak ikut ia hanya diam sambil memakan bakso miliknya.

Ada raut tak suka di wajah Diva. Ia menatap tajam kearah Airin yang sudah blushing itu. Seperti cacing kepanasan. 

"Lo liat.." belum sempat Airin melanjutkan ucapannya Diva langsung bangkit dari kursi tanpa mengucap sepatah kata pun. Entah kenapa Diva jadi seperti ini.  

Setelah Diva pergi, Rian menghampiri Airin. Ada raut khawatir diwajah Rian. 

"Temen lo kemana?" tanya Rian basa-basi.

"Gue juga gak tau. Mungkin ada urusan. Gapapa kok." Airin hanya tersenyum sambil fokus makan baksonya juga. 

"Airin baik banget gila. Dan Alvin gak ngerasa itu. Dia juga ga mikirin ntar gimana perasaan Airin kalau tau ini semua. Gila yah tu orang!" ucap Rian membatin. 

"Kenapa?" tanya Airin heran.

"Gapapa. Gua harap lo bakal baik-baik aja dan selalu senyum kayak gini." Airin tidak mengerti dengan ucapan Rian. Ia tentu dia akan baik-baik saja. Tapi memangnya ada apa?

"Iya-iya. Tapi.." belum sempat Airin menanyakan maksud Rian, Rian langsung bangkit dan keluar dari kantin. Ini ada apa sih? Airin benar-benar bingung.

******

"Yaudah yuk balik." Alvin menggenggam tangan Airin. Airin merasakan tubuhnya mulai memanas. Ia benar-benar salah tingkah jika ada di dekat Alvin. Airin menurut dan tangan mereka saling bertautan. 

"Vin, lo ga malu diliatin orang kayak gini?" bisik Airin lembut. Jujur ia malu jadi pusat perhatian seperti ini.

"Enggak. Kenapa harus malu? Udah-udah mending kamu naik. Kita ke Gramedia dulu." Airin terkesiap. Alvin mengucapkan kamu??? 

"Kamu?" tanya Airin heran.

"Aku? Aku kenapa?"

"Enggak kok. Yaudah yuk." ucap Airin gugup. 

Airin tidak menyangka, ia bisa sedekat ini dengan Alvin. Padahal ia belum memikirkan harus melakukan apa agar Alvin bisa tertarik padanya. Dan perlahan Alvin sendiri yang mendekat. 

Mereka telah tiba di Gramedia, Airin mulai mencari novel yang akan dibelinya. 

"Kamu suka baca novel?" tanya Alvin sambil terus memperhatikan Airin. 

"Iya, suka banget." 

Airin melihat buku yang berjudul "Aku yang pernah kau Cinta" dan ia memutuskan untuk membeli buku itu. Judul saja sudah menarik bagaimana dengan isinya.

"Udah?" 

"Iya ini udah." jawab Airin sambil tersenyum manis kearah Alvin. 

"Yaudah yuk pulang." Airin menurut. Ia mengikuti Alvin dari arah belakang. Tubuhnya sangat kekar dan tentunya wangi. Airin tidak pernah berhenti  menatap Alvin. Pria ini sangat manis. 

Disisi lain ternyata Rian dan Dion mengikuti Airin dan Alvin. Ia benar-benar ingin memastikan Airin sampai di rumah. 

"Alvin kali ini gak main-main. Cuma mau buat Diva cemburu dia rela korbanin perasaan Airin yang jelas-jelas baik banget." ucapnya Rian tak habis fikir. 

"Lo bener. Gua ga nyangka Alvin senekad itu. Gua gatau gimana perasaan Airin nanti kalau tau selama ini dia cuma jadi alat buat Diva cemburu." sahut Dion. Ia juga miris. Alvin benar-benar keterlaluan.

"Dan setelah kita tau ini kita diem aja? Lo sekelas sama Airin dan masa lu ga kasihan sih liat di diperlakuin kayak gini?" Rian sepertinya sudah sangat kesal.

"Kita bisa apa? Lo mau ngebongkar ini? Gua ga bisa ikut campur. Gua ga bisa lihat Airin kecewa. Gua juga bingung harus gimana. Disisi lain ada Alvin sahabat kita dan disisi lain ada Airin yang... aduh. Gua cuma ga nyangka ajaa sama Alvin." Dion mengusap wajahnya kasar. 

"Yaudah yok balik." Rian tidak bisa mengandalkan Dion. Dion terlalu terobsesi akan persahabatannya dengan Alvin. Tapi Rian bisa apa. Ia tidak cukup punya nyali untuk mengatakan semua ini pada Airin. Ia terlalu cupu, tapi ia juga tidak bisa diam saja. Saat ini ia benar-benar bingung. Di raut wajah Airin, ia tampak sangat senang dengan semua ini. Padahal ini hanya drama semata yang dibuat Alvin. Rian tidak habis fikir kenapa Alvin sampai setega itu pada Airin. Ia bahkan tidak memikirkan bagaimana nanti perasaan Airin saat tau ini semua. Begitupun dengan Dion, ia juga cukup kecewa tapi, ia bisa apa. Ia juga tidak bisa membantu apa-apa. Yang saat ini mereka fikirkan adalah membuat Alvin sadar kalau yang ia lakukan itu salah dan jangan sampai ia menyesal nantinya. Airin gadis yang sangat baik dan periang. Bisa-bisanya Alvin berfikir menjadikan Airin sebagai alat untuk membuat Diva cemburu saja. Ia bahkan tidak peduli bagaimana nantinya perasaan Airin jika tau ini semua.

*****

Author kesel banget sama Alvin. Ganteng-ganteng gak punya otak ishh. Jangan-jangan yang bakalan jadi jodohnya Airin tuh...... Silahkan menebak-nebak. 

Happy Reading

Jangan lupa buat share yah temen-temen kali aja ada yang minat mampir ke cerita aing. Hehe

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status