แชร์

109. Di Dalam Pelukanku

ผู้เขียน: Hanana
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-20 23:12:09

Begitu pintu tertutup rapat di belakang mereka, kesunyian kamar menyelimuti seperti kabut yang menekan dada. Nayla belum sempat membuka mulut ketika Damian tiba-tiba menariknya ke dalam dekapan kencang. Bukan pelukan lembut, melainkan himpitan kokoh yang sengaja menenggelamkan tubuh Nayla ke dalam dada.

Jantung Nayla berdetak tak beraturan. Bukan hanya karena terkejut, tapi juga karena merasakan bagaimana setiap otot pria itu menegang. Lengan Damian mengunci punggungnya dengan terlalu erat. Terlalu kencang, nyaris menyakitkan.

“Jangan coba-coba mengusirku malam ini,” bisik Damian rendah, hampir seperti gertakan.

Napas Damian jatuh di antara jarak mereka yang nyaris tak ada. Damian menunduk, begitu dekat hingga tiap helai rambutnya menyentuh pelipis Nayla. Suara seraknya seakan bukan sekadar terdengar, melainkan menetes dan merembes langsung ke kulitnya.

Nayla menelan ludah. Tubuhnya sempat bergetar mencari udara di sela-sela jarak yang sudah lenyap. Dia bisa merasakan detak jantung Da
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Under His Darkness   114. Tugasmu Hanya Bahagia

    Nayla membaca pelan, kata demi kata, seperti menelan pil tanpa air. Tenggorokannya kering. Di sudut layar, ratusan komentar bermunculan.Dia kemudian memilih untuk lebih baik meletakkan ponsel di pangkuan, lalu menatap lurus pada jarak kosong di hadapannya. Damian menghampirinya tanpa suara, menyentuhkan ujung jarinya pada layar, dan membalik ponsel hingga menghadap ke meja.“Makan dulu,” katanya datar.Nayla hampir mengatakan bahwa dia tidak lapar, bahwa udara pun seperti menolak masuk. Namun, Damian sudah terlebih dulu memaksa sepotong roti untuk mengetuk mulut.Ponsel Nayla kembali bergetar, dan kali ini getarannya seperti terasa sampai ke tulang. Damian menoleh sekali. Berbekal wajah yang sudah tampak jengah, dia lantas mengeluarkan ponselnya sendiri, bangkit dari meja, lalu berjalan menjauh ke halaman belakang.“Andy,” ucapnya, begitu telepon sudah tersambung.“Ya, halo, Damian.”“Bereskan semua nomor yang masuk ke ponsel Nayla. Aku tidak mau ada yang mengganggunya lagi mulai har

  • Under His Darkness   113. Media Lagi

    Gambar-gambar kecelakaan itu kembali melintas di kepala Nayla, tapi sekarang tidak lagi memukul. Dia memejamkan mata lebih lama, mengatur napas seperti semalam. Tarik, tahan, lepas. Detak jantungnya mengikuti ritme yang dia pinjam dari dada Damian.Air hangat memukul kulit, membuka pori, meluruhkan sisa lengket air mata. Nayla masih berdiri di bawah pancuran. Kedua telapak menempel di dinding, membiarkan hangat itu masuk ke bahu. Selesai mandi, handuk melilit tubuh dengan rambut yang masih menetes. Di kursi kecil dekat lemari, Damian sudah menaruh kaos longgar dan celana rumah milik Nayla sendiri, tapi sudah diambilkan tanpa perlu diminta. Ada catatan kecil di atasnya yang membuat Nayla menggeleng pelan. ‘Jangan berdandan terlalu cantik, atau kamu akan menjadi hidangan penutup di sarapanku pagi ini.’“Pagi,” ucap Nayla begitu keluar dari kamarnya.Adrian yang sedang berada di ambang pintu belakang tampak menoleh dan memaksakan senyuman. “Pagi, Nayla.”Tak jauh dari Adrian, Damian tid

  • Under His Darkness   112. Terlalu Aneh

    Pagi datang tanpa drama. Kelopak mata Nayla terasa berat. Baru ketika berhasil membuka matanya lebar-lebar, dia menyadari bahwa Damian sedang duduk di tepi ranjangnya.Nayla mengangkat kepala sedikit. Gambar kecelakaan Nathan semalam kembali melintas. Lampu merah-biru, mobil ringsek, dan garis kuning. Perutnya mengerut. Dia menahan napas sampai rasa mual itu mundur setapak.“Perutmu tidak nyaman?” tebak Damian.Nayla lantas melihat wajah Damian dari dekat. Garis wajah tegas, alis teduh, bibir yang tidak tampak menghakimi ketika sedang diam. Pengawas dan tempat beristirahat dalam satu tubuh sekaligus. Dia memejam lagi, menempelkan dahi ke arah Damian.“Kamu baik-baik saja?” tanya Damian.Nayla mendongak. Ingatan tentang bagaimana hubungan mereka selama ini lantas berputar di dalam benak. Sejak awal, penolakan Nayla terhadap Damian bukanlah penolakan mutlak. Sepertinya, itu hanyalah cara tubuh dan pikirannya melawan sesuatu yang terlalu besar untuk dia akui.Ada sisi dalam dirinya yang

  • Under His Darkness   111. Di Bawah Kegelapan

    Di ruang tengah, Adrian duduk di sofa dengan tubuh condong ke depan. Kedua sikunya menumpu beban tubuh pada lutut. Lampu di rumah itu hanya menyisakan cahaya tipis dari meja sudut. Adrian terus menunggu, tanpa tahu apa yang sebenarnya dia tunggu. Sesekali, dia mengangkat kepala ke arah koridor. Namun, hening.Ketika akhirnya terdengar langkah pelan, Adrian menegakkan punggung. Damian muncul dari pintu kamar Nayla dengan satu tangan di saku celana. Kemejanya kusut sedikit dan lengan digulung sampai siku.Tanpa memedulikan Adrian yang terus menatapnya, Damian justru berjalan ke arah dapur. Seperti biasa, dia tampak santai, membuka kulkas, mengambil botol air, lalu menenggaknya hingga sisa separuh.“Permainan apa lagi kali ini?” Suara Adrian rendah.Damian tidak terkejut. Dia menoleh sedikit, menatap Adrian di atas bahu. “Apa maksudmu?”“Jadi kecurigaanku selama ini benar? Aku tahu tidak mungkin tidak ada apa-apa di antara kalian. Kamu pikir aku tidak bisa membaca itu?”“Okay. Lalu?” tan

  • Under His Darkness   110. Tunduk

    Isak pertama begitu pendek, hampir tidak kentara. Hanya ada getaran kecil di pundak Nayla. . Sambil masih memeluk, Damian tidak berkata apa pun. Dia hanya memiringkan tubuh, menciptakan ruang agar wajah Nayla bisa bersembunyi di lekukan bahu dan lehernya.Malam ini menjadi bukti bahwa tubuh Damian adalah tempat yang masih terasa asing, tetapi mendadak terasa aman.Nayla menggigit bibirnya, mengunyah udara yang tak juga masuk utuh ke paru-paru. Suaranya pecah, tersendat, dan kali ini air mata benar-benar jatuh. Bukan teriakan, bukan histeria, melainkan tangis yang akhirnya menemukan jalan keluar. Tubuhnya bergetar, seolah retakan-retakan yang selama ini dia tambal dengan tabah, kini runtuh tanpa bisa dihentikan.“Damian,” ucap Nayla di sela sedu sedannya.Tangan Damian yang semula menekan di antara belikatnya, kini beranjak naik-turun perlahan. Geraknya ritmis, seakan-akan ingin mengajari punggung Nayla bagaimana caranya melepas beban. Sentuhan itu tidak memaksa, tidak mendikte, hanya

  • Under His Darkness   109. Di Dalam Pelukanku

    Begitu pintu tertutup rapat di belakang mereka, kesunyian kamar menyelimuti seperti kabut yang menekan dada. Nayla belum sempat membuka mulut ketika Damian tiba-tiba menariknya ke dalam dekapan kencang. Bukan pelukan lembut, melainkan himpitan kokoh yang sengaja menenggelamkan tubuh Nayla ke dalam dada.Jantung Nayla berdetak tak beraturan. Bukan hanya karena terkejut, tapi juga karena merasakan bagaimana setiap otot pria itu menegang. Lengan Damian mengunci punggungnya dengan terlalu erat. Terlalu kencang, nyaris menyakitkan.“Jangan coba-coba mengusirku malam ini,” bisik Damian rendah, hampir seperti gertakan.Napas Damian jatuh di antara jarak mereka yang nyaris tak ada. Damian menunduk, begitu dekat hingga tiap helai rambutnya menyentuh pelipis Nayla. Suara seraknya seakan bukan sekadar terdengar, melainkan menetes dan merembes langsung ke kulitnya.Nayla menelan ludah. Tubuhnya sempat bergetar mencari udara di sela-sela jarak yang sudah lenyap. Dia bisa merasakan detak jantung Da

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status