Home / Romansa / Under His Darkness / 84. Tangan Tak Kasat Mata

Share

84. Tangan Tak Kasat Mata

Author: Hanana
last update Last Updated: 2025-08-09 19:40:26

Nama Adrian muncul berulang kali di layar ponsel Nayla. Jumlah panggilan tak terjawab semakin banyak setiap jamnya. Dia tahu Adrian khawatir. Bahkan, mungkin merasa kasihan.

Dan di satu titik, Nayla pun sebenarnya kasihan pada dirinya sendiri. Pada tubuhnya yang lelah, matanya yang nyaris tak pernah istirahat, pikirannya yang berantakan, dan hatinya yang terus terasa kosong sekaligus kacau. Namun, rasa kasihan itu segera dia dorong jauh-jauh. Dia memilih menjadi kuat, atau setidaknya tampak kuat.

Nayla sempat menjawab telepon Adrian sekali. Hanya untuk memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Hanya agar Adrian tidak terlalu khawatir dan banyak bertanya. Namun, tak seberapa lama mereka bicara, Nayla buru-buru menutup sambungan dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Pekerjaan itu memang ada. Setumpuk kotak aksesoris berserakan di ruang tamu, menunggu untuk disortir dan dicatat, bagian dari persiapan styling yang akan datang. Sialnya, tangan Nayla hanya memindahkan barang d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Under His Darkness   86. Insting Nayla

    Keheningan kembali merambat di dalam kamar setelah sambungan telepon terputus. Udara sekitar terasa menebal. Seperti sebuah ketegangan, tapi tidak bisa sepenuhnya disebut tegang. Seperti kewaspadaan, tapi di sisi lain, Nayla sama sekali tidak merasa harus takut akan apapun. Jadi, mungkin semua itu lebih tepat dinyatakan sebagai kebingungan.Hingga setengah jam Nayla tidak melakukan apapun, Carina akhirnya datang. Nayla sempat melirik dari jendela untuk memastikan itu benar-benar sahabatnya. Begitu melihat rambut cokelat yang sudah akrab di matanya dan tote bag besar yang biasanya dia bawa, Nayla baru merasa lega.“Kamu tidak tidur?” Itulah pertanyaan pertama yang terlontar begitu Carina masuk.“Tidur.”Carina terkekeh. “Anggap saja aku percaya.”Nayla tidak menjawab, hanya tersenyum hambar, lalu duduk di sofa ruang tengah.“Lalu siapa pria itu? Yang dibicarakan media.”“Damian.”Carina menganggukkan kepala beberapa kali. “Sudah kuduga. Lucunya, media menggiring opini seolah itu adalah

  • Under His Darkness   85. Tanda Tanya

    Deru mesin kendaraan terdengar saat Nayla keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah, jatuh di atas bahu. Jejak air tertinggal di ujung kimono satin yang membungkus tubuhnya. Kaki telanjangnya kemudian menapaki lantai kayu, berniat mencari tahu ke sumber suara.Lamat-lamat, Nayla bisa mendengar mobil yang seperti berhenti di tepi jalan depan. Sunyi menguasai seisi rumah selama sepersekian detik. Tak lama, suara bel dari gerbang terdengar samar.Nayla berhenti di tengah ruang tamu. Alisnya berkerut dengan kepala sedikit menoleh ke arah jendela besar yang tertutup tirai tipis. Bel itu berbunyi sekali lagi, kali ini lebih jelas. Rasa ingin tahu mendorong kedua kakinya untuk melangkah, membuat dia bergerak menuju pintu untuk sekadar mengintip.Namun, belum sampai setengah jalan, ponselnya tiba-tiba berdering. Nama yang tak asing segera muncul di layar. Damian."Halo?"“Di mana kamu?” Nada suara Damian datar, tapi ada ketegangan yang tidak bisa disembunyikan.“Di rumah.”“Di kamar? Atau dapu

  • Under His Darkness   84. Tangan Tak Kasat Mata

    Nama Adrian muncul berulang kali di layar ponsel Nayla. Jumlah panggilan tak terjawab semakin banyak setiap jamnya. Dia tahu Adrian khawatir. Bahkan, mungkin merasa kasihan.Dan di satu titik, Nayla pun sebenarnya kasihan pada dirinya sendiri. Pada tubuhnya yang lelah, matanya yang nyaris tak pernah istirahat, pikirannya yang berantakan, dan hatinya yang terus terasa kosong sekaligus kacau. Namun, rasa kasihan itu segera dia dorong jauh-jauh. Dia memilih menjadi kuat, atau setidaknya tampak kuat.Nayla sempat menjawab telepon Adrian sekali. Hanya untuk memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Hanya agar Adrian tidak terlalu khawatir dan banyak bertanya. Namun, tak seberapa lama mereka bicara, Nayla buru-buru menutup sambungan dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan.Pekerjaan itu memang ada. Setumpuk kotak aksesoris berserakan di ruang tamu, menunggu untuk disortir dan dicatat, bagian dari persiapan styling yang akan datang. Sialnya, tangan Nayla hanya memindahkan barang d

  • Under His Darkness   83. Sesuatu yang Nayla Tidak Tahu

    Nayla meremas rambutnya, menarik helainya hingga kulit kepalanya perih. Rasanya seperti mengeluarkan rasa marah yang tidak bisa diluapkan ke siapa-siapa. Semua orang bicara, semua orang menebak, semua orang berkomentar. Sementara dia sendiri bahkan belum selesai menata kepingan dirinya yang hancur.Bibir Nayla bergetar. Ada rasa sakit yang samar muncul dari dalam tenggorokannya, tapi ia menelannya paksa. Menangis sekarang terasa sia-sia. Dunia tidak peduli pada air mata, hanya pada headline yang bisa dijual.“Sesuatu terjadi?” Suara Damian terdengar dari arah ruang tengah, tenang seperti biasa, seolah tak ada yang berubah. Seolah badai yang melanda Nayla hanya hujan gerimis di telinganya.Nayla menoleh cepat. “Iya. Dan ini karena kamu.”Damian berhenti beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Matanya menyipit, membaca bahasa tubuh Nayla sebelum berani bertanya lebih lanjut. Namun, tanpa menunggu detik terbuang, Nayla sudah langsung mengkonfrontasi.Dia berjalan ke meja, meraih ponseln

  • Under His Darkness   82. Nayla vs. Damian

    Dunia di luar jendelanya terus berjalan. Damian masih dengan serba tahunya. Duduk dengan secangkir kopi, membaca situasi, menyembunyikan kebenaran, mengendalikan keadaan dengan cara yang tak pernah transparan.Sementara itu, Nayla masih lebih banyak membisu dalam senyap yang mencekik. Dia tetap pada isi kepala dan emosi yang sama. Masih tetap dengan Nayla dengan ketidaktahuannya.Suara televisi yang menyala entah sejak kapan menampilkan potongan gambar yang sudah akrab. Wajah Nayla dan Nathan diabadikan dalam sudut-sudut tak ramah, disandingkan dengan spekulasi dan narasi yang tak pernah dia sepakati. Satu stasiun menyebut Nathan pengkhianat. Yang lain menyebut Nayla korban. Tak satu pun benar-benar menaruh empati, dan Nayla sudah terlalu lelah untuk peduli.Nayla duduk di lantai ruang tamu rumah sewanya. Punggungnya bersandar pada sofa, masih mengenakan kaus tidur tipis yang nyaris tak menghangatkan. Matanya masih sembab, wajahnya masih berantakan. Dari atas meja, Nayla akhirnya meny

  • Under His Darkness   81. Pesan Ancaman

    -Adrian:-[Damian, di mana kamu?]Pesan itu muncul tak lama setelah Nayla kembali ke kamarnya. Belum sampai Damian mengetikkan pesan balasan, Adrian sudah terlebih dahulu menyambungkan panggilan suara.“Di mana kamu? Aku di rumahmu.”Damian mengangkat alisnya, lalu beranjak ke jendela dapur untuk menyalakan rokok. “Dan kamu masuk ke rumah seseorang tanpa izin?” Nada suaranya sengaja dibuat sedikit jenaka.“Bukan waktunya bercanda, Damian.” Suara Adrian terdengar gelisah. “Kamu di mana?”“Ada apa?” sahut Damian pendek. “Kalau kamu bertanya hanya untuk memeriksa apakah aku memata-matai adikmu, maka iya. Aku ada di dekatnya. Dan dia baik-baik saja.”“Aku bukan sedang ingin menjadi posesif, Damian.” Adrian terdengar menahan napas. “Ada yang perlu kita bicarakan. Ini tentang Nathan.”Damian tersenyum tipis. Dia tahu betul bagaimana Adrian. Cepat atau lambat, sahabatnya itu memang pasti akan mencium kecurigaan. Adrian nyaris sama sepertinya, seorang pengamat yang hebat.“Ada apa dengan Nath

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status