Share

BAB-06

Penulis: Kanunu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-20 20:01:12

Ainsley tak bisa tidur malam itu. Bayangan langkah-langkah asing di depan toko masih menghantui kepalanya, seakan suara itu menempel di dinding-dinding pikirannya. Ia berbaring di ruang belakang, di atas kasur tipis yang beralaskan selimut tua. Di luar, udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, dan bulan tampak bersembunyi di balik awan kelabu.

Ia mendengar suara langkah Valenha di ruang depan—tenang, ritmis, seperti seseorang yang terbiasa berjaga sepanjang malam. Mungkin memang begitu. Valenha tak pernah tampak benar-benar istirahat. Mungkin karena dunia tak memberinya kesempatan untuk merasa aman.

Ainsley duduk perlahan, lalu berdiri dan menyibak tirai ruangan. Ia berjalan pelan menuju ruang utama toko. Lampu gantung menyala temaram. Di balik meja kasir, Valenha sedang duduk bersandar, memandangi pintu yang sudah ia kunci dua kali.

“Apa kau tidur sama sekali?” Ainsley bersuara pelan.

Valenha menoleh. “Tidak malam ini.”

Ia menepuk kursi di sampingnya. Ainsley berjalan dan duduk. Sejenak mereka hanya diam. Lalu, tanpa peringatan, Valenha berkata, “Orang yang lewat tadi... dia tidak asing.”

Ainsley menahan napas. “Apa dia aparat?”

“Bukan,” jawab Valenha cepat. “Tapi dia pernah bekerja untuk orang yang menghancurkan keluargaku.”

Mata Ainsley membelalak. “Berarti mereka sudah tahu kau di sini?”

“Mungkin. Atau mungkin dia hanya sedang mengendus.”

Ainsley memejamkan mata. Ketakutan menyusup dari dalam tulangnya. Rasanya seperti dilempar kembali ke malam ia kabur dari kejaran pertama—ketika ia meninggalkan satu-satunya tempat yang bisa disebut rumah.

“Kalau mereka datang… apa kau akan lari lagi?”

Valenha menoleh, menatap dalam ke arah Ainsley. “Tidak. Tidak kali ini. Aku sudah terlalu lelah berlari.”

Ia meraih tangan Ainsley. Genggamannya hangat, erat, seolah menyalurkan semua janji yang tak sanggup ia ucapkan.

“Aku ingin bertahan. Untuk sesuatu… atau seseorang.”

Ainsley menatapnya, dadanya berdegup tak karuan. Dalam dunia yang selalu menuntutnya untuk curiga, rasa percaya tumbuh seperti tunas kecil di tengah reruntuhan. Ia tak tahu apakah itu akan bertahan lama, tapi malam ini… ia ingin percaya.

“Valenha,” gumam Ainsley, “jika semuanya berakhir buruk, aku tidak akan menyalahkanmu.”

Pria itu tersenyum tipis, namun sorot matanya mengeras. “Tapi aku akan menyalahkan diriku sendiri.”

Keheningan kembali menggantung, tapi kali ini, lebih hangat dari sebelumnya. Valenha menarik Ainsley ke pelukannya—perlahan, seperti memeluk sesuatu yang takut pecah. Ainsley membiarkan tubuhnya bersandar, mendengarkan detak jantung pria itu yang tenang namun berat, seperti membawa beban bertahun-tahun yang belum sempat dibagi.

Di luar, bayangan kembali melintas. Tapi kali ini, Valenha tidak berdiri. Ia hanya memeluk Ainsley lebih erat.

“Mereka bisa menunggu,” bisiknya.

Dan malam pun berlanjut. Tak ada janji bahwa esok akan baik-baik saja, tapi malam ini, mereka saling menjaga.

****

Ainsley masih bersandar dalam pelukan Valenha, tubuhnya diam, tapi pikirannya bergerak liar. Kehangatan itu anehnya membuatnya lebih takut daripada tenang—karena semakin ia merasa aman, semakin besar kemungkinan semuanya akan direnggut darinya lagi.

Valenha perlahan melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Ainsley dalam-dalam, lalu berdiri. Ia berjalan menuju meja kayu dekat rak, menarik laci tersembunyi, dan mengeluarkan sebuah amplop besar yang telah menguning di sudut-sudutnya.

“Kau pernah bertanya kenapa aku tinggal di toko ini,” ucapnya tanpa menoleh.

Ainsley mengangguk pelan. Ia bangkit, berjalan mendekat, lalu berdiri di seberang meja. “Karena ini satu-satunya warisan dari keluargamu?”

Valenha membuka amplop itu. Di dalamnya, ada beberapa foto lama, potongan koran yang terlipat rapi, dan sebuah peta kecil yang penuh garis merah dan catatan tangan. Ia meletakkannya satu per satu di atas meja, membentuk mozaik masa lalu yang selama ini dikuburnya dalam diam.

“Tempat ini dulu milik ibuku. Ayahku… dia dibunuh karena menolak menjualnya kepada seseorang yang ingin mengubah kawasan ini jadi proyek perumahan mewah.” Valenha menunjuk sebuah nama di potongan koran: Aruon Gazerad. “Dia, dan dua rekannya.”

Ainsley membaca cepat—kasus yang ditutup tanpa penyelidikan mendalam, konspirasi properti, aparat yang tutup mata. Semuanya terasa seperti potongan cerita yang pernah ia dengar… atau bahkan alami.

“Aku tahu dia masih hidup. Dan sekarang, dia kembali ke kota ini. Orang yang kau dan aku dengar malam tadi… dia salah satu anjingnya.”

Ainsley menggigit bibir. “Dan kau ingin membalaskan dendam itu.”

Valenha menatapnya, keras tapi tidak memaksa. “Aku sudah siapkan semuanya selama bertahun-tahun. Tapi sekarang aku tahu aku tak bisa melakukannya sendiri. Aku butuh seseorang yang bisa menembus tempat-tempat yang tak bisa aku datangi. Seseorang yang tidak dikenali… seperti kamu.”

Sunyi mengembang di antara mereka. Ainsley merasa tubuhnya dingin. “Kau ingin aku memata-matai mereka?”

“Bukan hanya itu. Aku ingin kau ikut masuk ke lingkaran mereka. Aku tahu caranya. Tapi aku tidak bisa melakukannya tanpamu.”

“Valenha… aku buronan. Kalau aku tertangkap—”

“Kau sudah tertangkap sejak pertama kali menjejakkan kaki ke toko ini,” potongnya lembut. “Tertangkap oleh pilihan. Oleh takdir.”

Ainsley menunduk. Kata-kata itu seperti jerat yang mengikat pelan namun pasti. Ia tahu ini bukan hanya tentang membalas dendam—ini tentang keadilan yang dirampas, tentang suara yang dimatikan bertahun-tahun lalu.

“Tapi kalau aku ikut, tak akan ada jalan pulang lagi.”

Valenha mengangguk. “Aku tahu. Tapi mungkin memang tak ada rumah untuk orang seperti kita, Ainsley. Kita membangun rumah dari satu sama lain, atau kita terus jadi bayangan.”

Ainsley memandangi foto-foto tua itu. Salah satunya menampilkan seorang anak kecil berdiri di depan toko buku dengan wajah bahagia. Di belakangnya, ada sosok pria dewasa—ayah Valenha.

“Beri aku waktu,” katanya akhirnya.

Valenha mengangguk, dan kali ini, ada sesuatu yang melunak dalam sorot matanya. “Aku akan menunggumu, sesulit apapun keputusan itu.”

Malam kembali sunyi. Tapi kali ini, sunyi yang penuh dengan pilihan yang menggantung di udara—tentang masa lalu yang menuntut balasan, dan masa depan yang belum tentu membawa cahaya.

Dan di antara lembar-lembar rahasia di atas meja itu, Ainsley tahu: hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-07

    Ainsley menatap pantulan dirinya di kaca jendela kereta kota. Gaun hitam sederhana membungkus tubuhnya dengan anggun, rambutnya disisir rapi dan dijepit ke belakang, menyisakan beberapa helaian yang membingkai wajahnya. Ia terlihat asing bahkan bagi dirinya sendiri. Sesuai rencana Valenha, malam ini Ainsley akan menghadiri gala kecil di galeri seni yang dimiliki oleh rekan bisnis Aruon Gazerad. Nama pria itu tak muncul dalam undangan, tapi Valenha yakin—Gazerad akan hadir. Di balik acara seni dan anggur mahal, ada rapat rahasia yang sedang dipersiapkan. Dan Ainsley… adalah umpan. Ia melangkah keluar dari kereta, menyusuri trotoar menuju gedung galeri di pusat kota. Lampu-lampu malam bersinar pucat, tak mampu menyingkirkan hawa dingin yang merayap ke dalam mantel tipisnya. Tangannya sedikit bergetar, entah karena gugup atau cuaca. Mungkin keduanya. Di depan pintu, seorang pria bertubuh tegap memeriksa undangan. Ainsley menunjukkan kartu tipis yang diberikan Valenha—palsu, tapi

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-8

    Tiga hari setelah gala itu, Ainsley kembali berdiri di depan toko buku Valenha—seperti biasa, saat langit mulai menggelap dan jalanan kota berubah lebih sunyi. Di tangannya, sebuah buket kecil bunga liar dan secangkir kopi hangat dari kedai seberang. Ia mendorong pintu kaca yang berderit halus. Valenha ada di dalam, berdiri di balik meja kasir sambil membalik halaman buku tua. Saat melihat Ainsley, alisnya sedikit terangkat. "Bunga?" tanyanya, menatap buket kecil itu. “Untuk kamu. Tapi kamu bisa pura-pura itu hiasan,” jawab Ainsley ringan. “Ersya menyukainya waktu aku bawa tadi siang, jadi aku beli dua.” Valenha memejamkan mata sejenak. “Kau mulai akrab dengannya?” Ainsley mengangguk, duduk di kursi baca yang menghadap jendela. “Kami pergi ke kafe tadi. Dia cerita tentang ibunya yang meninggal waktu dia umur sembilan tahun. Dan… tentang kesepiannya.” Valenha tak menjawab. Ia hanya menatap Ainsley lama, seperti mencoba membaca isi pikirannya. Tapi Ainsley menatap balik tanp

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-09

    Ainsley menatap undangan yang baru saja diletakkan Ersya di pangkuannya. Kertas putih gading itu berkilau samar dalam cahaya kafe. Di pojok kanan bawahnya tercetak nama besar Gazerad Private Foundation Gala – For The Families of Justice. “Acara keluarga,” kata Ersya santai, menyeruput teh herbalnya. “Tak terlalu ramai. Hanya beberapa petinggi hukum, pengusaha tua, dan orang-orang yang terlalu malas untuk peduli siapa kau, selama kau membawa senyum dan sepatu yang mengilap.” Ainsley mengulas senyum. “Dan kau ingin aku datang sebagai apa? Teman? Pendamping? Mata-mata?” Ersya tertawa kecil. “Teman. Setidaknya untuk malam itu.” Jawaban itu harusnya menenangkan. Tapi bagi Ainsley, justru membuat dadanya makin sesak. Karena makin lama ia berdiri di dekat Ersya, makin kabur batas antara peran dan kenyataan. Ia tak lagi yakin apakah kedekatan ini demi Valenha… atau demi hatinya sendiri. “Ayahmu akan hadir?” “Tentu saja.” Suara Ersya mendadak datar. “Dia yang membiayai semuanya. Ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-10

    Ainsley berdiri di depan cermin panjang, mengenakan gaun berwarna hitam keabu-abuan yang dipilihkan Ersya. Gaun itu menjuntai anggun, dengan potongan sederhana namun berkelas. Rambutnya disanggul rendah, menyisakan beberapa helaian di pelipis yang sengaja dibiarkan liar. Sekilas, ia tampak seperti bagian dari dunia yang mewah itu—sebuah dunia yang terlalu terang bagi seorang buronan. "Tak nyaman?" tanya Ersya, masuk ke kamar hotel dengan senyum lembut. Ainsley menoleh, tersenyum kecil. “Seperti sedang mencoba menjadi seseorang yang bukan aku.” “Kadang, untuk bertahan hidup, kita memang harus menjadi topeng yang berjalan.” Jawaban itu menusuk lebih dalam dari yang seharusnya. Ainsley memandangi Ersya—dengan gaun merah marun, sepatu berhak tinggi, dan rambut yang disanggul anggun. Wanita itu tampak sempurna, namun sorot matanya tetap membawa kesepian yang sama seperti malam pertama mereka berbicara di kafe. “Siapa kau, Ersya, sebelum menjadi... semua ini?” tanya Ainsley pelan. Ers

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB - 01

    Langkahnya terhuyung di antara gelap yang menggantung di langit kota. Nafas Ainsley memburu, dadanya naik turun tak beraturan, seolah paru-parunya tak lagi sanggup menerima dunia. Suara sepatu bot aparat masih terngiang, makin jauh tapi belum hilang. Ia menatap ke depan—gang sempit dengan tembok tua yang menghitam, aroma besi, dan bau lembab yang menyesakkan. Udara malam menusuk kulit, tapi bukan itu yang membuat tubuhnya gemetar. Asma. Ia merogoh saku jaketnya dengan gemetar, berharap inhaler itu masih ada. Tak ada. Hanya selembar kertas basah dan batu kecil yang entah kapan terselip di sana. Matanya menatap langit. Bulan menggantung pucat di antara reruntuhan awan. "I can't take it anymore," bisiknya lirih sebelum lututnya goyah, dan dunia mulai berputar. Di ujung gang, lampu kuning temaram menyala dari balik jendela. Sebuah toko tua dengan papan kayu yang nyaris runtuh, bertuliskan huruf pudar: Batera Bookstore. Tak ada suara. Tak ada tanda kehidupan. Tapi itu satu-satunya ca

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-02

    Pagi datang dengan malu-malu. Cahaya keemasan menyelinap lewat jendela tinggi yang berdebu, menyapu rak-rak tua seperti jari-jari hangat dari langit. Ainsley terbangun perlahan. Nafasnya lebih ringan kini, dada tak lagi sekeras semalam. Tapi hatinya tetap penuh tanya. Ia duduk di sofa, selimut wol masih membalut tubuhnya. Ruangan itu terasa seperti dunia lain—toko buku tua dengan lantai kayu yang berderit pelan setiap kali ia menggerakkan kaki, dan udara yang menyimpan aroma kertas tua bercampur sesuatu yang asing tapi menenangkan. Valenha tidak terlihat. Hanya ada secarik kertas kecil di meja. Kau bisa tetap di sini. Tapi jangan sentuh kamar belakang. Jangan tanyakan alasan. Jangan keluar sebelum aku kembali. —V. Tulisan tangan itu rapi, sedikit condong ke kanan. Tegas. Terlatih. Ainsley mendesah pelan. Ia berdiri, berjalan perlahan menelusuri barisan rak. Matanya menangkap judul-judul yang sudah lama tak ia lihat—To Kill a Mockingbird, Les Misérables, The Prophet. Beberapa

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-03

    Ainsley duduk di loteng itu selama beberapa lama, memandangi langit melalui jendela kecil yang buram. Bulan belum muncul malam ini, tapi cahaya dari kota jauh masih menembus masuk seperti bisikan samar yang tak ingin dilupakan. Langit-langit kamar miring, dindingnya dari kayu yang mulai rapuh. Tapi entah kenapa, tempat itu terasa aman. Seperti ruang kecil dalam dunia yang penuh retakan—satu-satunya celah di mana ia bisa bernapas tanpa takut dikejar. Ia memejamkan mata. Nafasnya kini lebih tenang, tapi bayang-bayang tetap menari di balik kelopak. Sorot lampu polisi. Teriakan. Bunyi tembakan. Tangannya mengepal pelan. Ia ingin tidur. Tapi tidur artinya kembali ke mimpi yang tak pernah damai. Langkah pelan terdengar dari bawah. Bukan derap. Bukan tergesa. Valenha. Ainsley turun perlahan, melewati tangga kayu yang dingin. Ia mendapati pria itu berdiri di depan meja kayu besar yang kini dipenuhi kertas, gunting kecil, dan lem usang. Sejumlah buku tua terbuka di hadapannya, halama

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-04

    Pagi datang tanpa dentang jam atau derak pintu. Ia datang diam-diam seperti pengunjung gelap yang tak diundang. Ketika Ainsley membuka mata, sinar matahari menyusup malu-malu lewat sela jendela loteng yang berembun. Dingin masih menempel di udara, dan suara dari bawah nyaris tak terdengar. Ia turun perlahan, menyusuri tangga yang kini mulai akrab di langkahnya. Di bawah, Valenha sudah berdiri di belakang meja kasir, mengamati tumpukan buku baru yang belum disortir. Wajahnya masih muram seperti malam sebelumnya, tapi ada ketenangan aneh dalam cara ia menyusun buku demi buku, seperti seorang pendeta mengatur kitab suci. “Pagi,” sapa Ainsley pelan. Valenha hanya mengangguk. Ainsley mengambil buku dari rak terdekat dan duduk di dekat jendela. Ia membaca dalam diam, tapi pikirannya tak sepenuhnya tenggelam. Sejak kejadian semalam—amplop cokelat yang jatuh dari rak, dan kata-kata Valenha yang mengambang seperti ancaman dan janji—ia tahu, tempat ini bukan sekadar toko buku tua. Ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20

Bab terbaru

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-10

    Ainsley berdiri di depan cermin panjang, mengenakan gaun berwarna hitam keabu-abuan yang dipilihkan Ersya. Gaun itu menjuntai anggun, dengan potongan sederhana namun berkelas. Rambutnya disanggul rendah, menyisakan beberapa helaian di pelipis yang sengaja dibiarkan liar. Sekilas, ia tampak seperti bagian dari dunia yang mewah itu—sebuah dunia yang terlalu terang bagi seorang buronan. "Tak nyaman?" tanya Ersya, masuk ke kamar hotel dengan senyum lembut. Ainsley menoleh, tersenyum kecil. “Seperti sedang mencoba menjadi seseorang yang bukan aku.” “Kadang, untuk bertahan hidup, kita memang harus menjadi topeng yang berjalan.” Jawaban itu menusuk lebih dalam dari yang seharusnya. Ainsley memandangi Ersya—dengan gaun merah marun, sepatu berhak tinggi, dan rambut yang disanggul anggun. Wanita itu tampak sempurna, namun sorot matanya tetap membawa kesepian yang sama seperti malam pertama mereka berbicara di kafe. “Siapa kau, Ersya, sebelum menjadi... semua ini?” tanya Ainsley pelan. Ers

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-09

    Ainsley menatap undangan yang baru saja diletakkan Ersya di pangkuannya. Kertas putih gading itu berkilau samar dalam cahaya kafe. Di pojok kanan bawahnya tercetak nama besar Gazerad Private Foundation Gala – For The Families of Justice. “Acara keluarga,” kata Ersya santai, menyeruput teh herbalnya. “Tak terlalu ramai. Hanya beberapa petinggi hukum, pengusaha tua, dan orang-orang yang terlalu malas untuk peduli siapa kau, selama kau membawa senyum dan sepatu yang mengilap.” Ainsley mengulas senyum. “Dan kau ingin aku datang sebagai apa? Teman? Pendamping? Mata-mata?” Ersya tertawa kecil. “Teman. Setidaknya untuk malam itu.” Jawaban itu harusnya menenangkan. Tapi bagi Ainsley, justru membuat dadanya makin sesak. Karena makin lama ia berdiri di dekat Ersya, makin kabur batas antara peran dan kenyataan. Ia tak lagi yakin apakah kedekatan ini demi Valenha… atau demi hatinya sendiri. “Ayahmu akan hadir?” “Tentu saja.” Suara Ersya mendadak datar. “Dia yang membiayai semuanya. Ta

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-8

    Tiga hari setelah gala itu, Ainsley kembali berdiri di depan toko buku Valenha—seperti biasa, saat langit mulai menggelap dan jalanan kota berubah lebih sunyi. Di tangannya, sebuah buket kecil bunga liar dan secangkir kopi hangat dari kedai seberang. Ia mendorong pintu kaca yang berderit halus. Valenha ada di dalam, berdiri di balik meja kasir sambil membalik halaman buku tua. Saat melihat Ainsley, alisnya sedikit terangkat. "Bunga?" tanyanya, menatap buket kecil itu. “Untuk kamu. Tapi kamu bisa pura-pura itu hiasan,” jawab Ainsley ringan. “Ersya menyukainya waktu aku bawa tadi siang, jadi aku beli dua.” Valenha memejamkan mata sejenak. “Kau mulai akrab dengannya?” Ainsley mengangguk, duduk di kursi baca yang menghadap jendela. “Kami pergi ke kafe tadi. Dia cerita tentang ibunya yang meninggal waktu dia umur sembilan tahun. Dan… tentang kesepiannya.” Valenha tak menjawab. Ia hanya menatap Ainsley lama, seperti mencoba membaca isi pikirannya. Tapi Ainsley menatap balik tanp

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-07

    Ainsley menatap pantulan dirinya di kaca jendela kereta kota. Gaun hitam sederhana membungkus tubuhnya dengan anggun, rambutnya disisir rapi dan dijepit ke belakang, menyisakan beberapa helaian yang membingkai wajahnya. Ia terlihat asing bahkan bagi dirinya sendiri. Sesuai rencana Valenha, malam ini Ainsley akan menghadiri gala kecil di galeri seni yang dimiliki oleh rekan bisnis Aruon Gazerad. Nama pria itu tak muncul dalam undangan, tapi Valenha yakin—Gazerad akan hadir. Di balik acara seni dan anggur mahal, ada rapat rahasia yang sedang dipersiapkan. Dan Ainsley… adalah umpan. Ia melangkah keluar dari kereta, menyusuri trotoar menuju gedung galeri di pusat kota. Lampu-lampu malam bersinar pucat, tak mampu menyingkirkan hawa dingin yang merayap ke dalam mantel tipisnya. Tangannya sedikit bergetar, entah karena gugup atau cuaca. Mungkin keduanya. Di depan pintu, seorang pria bertubuh tegap memeriksa undangan. Ainsley menunjukkan kartu tipis yang diberikan Valenha—palsu, tapi

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-06

    Ainsley tak bisa tidur malam itu. Bayangan langkah-langkah asing di depan toko masih menghantui kepalanya, seakan suara itu menempel di dinding-dinding pikirannya. Ia berbaring di ruang belakang, di atas kasur tipis yang beralaskan selimut tua. Di luar, udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, dan bulan tampak bersembunyi di balik awan kelabu. Ia mendengar suara langkah Valenha di ruang depan—tenang, ritmis, seperti seseorang yang terbiasa berjaga sepanjang malam. Mungkin memang begitu. Valenha tak pernah tampak benar-benar istirahat. Mungkin karena dunia tak memberinya kesempatan untuk merasa aman. Ainsley duduk perlahan, lalu berdiri dan menyibak tirai ruangan. Ia berjalan pelan menuju ruang utama toko. Lampu gantung menyala temaram. Di balik meja kasir, Valenha sedang duduk bersandar, memandangi pintu yang sudah ia kunci dua kali. “Apa kau tidur sama sekali?” Ainsley bersuara pelan. Valenha menoleh. “Tidak malam ini.” Ia menepuk kursi di sampingnya. Ainsley berjal

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-05

    Malam kembali turun dengan langkah lembut. Toko buku tertutup rapat, tirai ditarik, lampu diredam. Hujan tidak turun, tapi udara dingin menggigit lebih tajam dari malam-malam sebelumnya. Ainsley duduk di lantai dekat rak sejarah, tubuhnya dibalut jaket tua pemberian Valenha. Ia memandangi nyala api dari tungku kecil di pojok ruangan—api yang tenang, nyaris tak bersuara, tapi cukup untuk mengusir dingin dari tulangnya. Valenha duduk tak jauh darinya, memeriksa buku catatan hitam yang sama seperti malam sebelumnya. Tapi malam ini, ia tak menulis. Hanya membuka-buka halamannya tanpa benar-benar membaca. “Kau terlihat lebih lelah dari biasanya,” bisik Ainsley. Valenha menoleh. Tatapannya sayu, tapi tak kehilangan ketajaman yang membuat Ainsley selalu waspada. “Aku sedang berpikir.” “Berpikir soal siapa? Aku?” “Kalau iya?” Ainsley terdiam. Ada kehangatan yang naik perlahan ke pipinya, seperti uap teh yang terlalu lama disimpan dalam gelas. Ia menunduk. “Apa yang kau pikirkan tenta

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-04

    Pagi datang tanpa dentang jam atau derak pintu. Ia datang diam-diam seperti pengunjung gelap yang tak diundang. Ketika Ainsley membuka mata, sinar matahari menyusup malu-malu lewat sela jendela loteng yang berembun. Dingin masih menempel di udara, dan suara dari bawah nyaris tak terdengar. Ia turun perlahan, menyusuri tangga yang kini mulai akrab di langkahnya. Di bawah, Valenha sudah berdiri di belakang meja kasir, mengamati tumpukan buku baru yang belum disortir. Wajahnya masih muram seperti malam sebelumnya, tapi ada ketenangan aneh dalam cara ia menyusun buku demi buku, seperti seorang pendeta mengatur kitab suci. “Pagi,” sapa Ainsley pelan. Valenha hanya mengangguk. Ainsley mengambil buku dari rak terdekat dan duduk di dekat jendela. Ia membaca dalam diam, tapi pikirannya tak sepenuhnya tenggelam. Sejak kejadian semalam—amplop cokelat yang jatuh dari rak, dan kata-kata Valenha yang mengambang seperti ancaman dan janji—ia tahu, tempat ini bukan sekadar toko buku tua. Ada

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-03

    Ainsley duduk di loteng itu selama beberapa lama, memandangi langit melalui jendela kecil yang buram. Bulan belum muncul malam ini, tapi cahaya dari kota jauh masih menembus masuk seperti bisikan samar yang tak ingin dilupakan. Langit-langit kamar miring, dindingnya dari kayu yang mulai rapuh. Tapi entah kenapa, tempat itu terasa aman. Seperti ruang kecil dalam dunia yang penuh retakan—satu-satunya celah di mana ia bisa bernapas tanpa takut dikejar. Ia memejamkan mata. Nafasnya kini lebih tenang, tapi bayang-bayang tetap menari di balik kelopak. Sorot lampu polisi. Teriakan. Bunyi tembakan. Tangannya mengepal pelan. Ia ingin tidur. Tapi tidur artinya kembali ke mimpi yang tak pernah damai. Langkah pelan terdengar dari bawah. Bukan derap. Bukan tergesa. Valenha. Ainsley turun perlahan, melewati tangga kayu yang dingin. Ia mendapati pria itu berdiri di depan meja kayu besar yang kini dipenuhi kertas, gunting kecil, dan lem usang. Sejumlah buku tua terbuka di hadapannya, halama

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-02

    Pagi datang dengan malu-malu. Cahaya keemasan menyelinap lewat jendela tinggi yang berdebu, menyapu rak-rak tua seperti jari-jari hangat dari langit. Ainsley terbangun perlahan. Nafasnya lebih ringan kini, dada tak lagi sekeras semalam. Tapi hatinya tetap penuh tanya. Ia duduk di sofa, selimut wol masih membalut tubuhnya. Ruangan itu terasa seperti dunia lain—toko buku tua dengan lantai kayu yang berderit pelan setiap kali ia menggerakkan kaki, dan udara yang menyimpan aroma kertas tua bercampur sesuatu yang asing tapi menenangkan. Valenha tidak terlihat. Hanya ada secarik kertas kecil di meja. Kau bisa tetap di sini. Tapi jangan sentuh kamar belakang. Jangan tanyakan alasan. Jangan keluar sebelum aku kembali. —V. Tulisan tangan itu rapi, sedikit condong ke kanan. Tegas. Terlatih. Ainsley mendesah pelan. Ia berdiri, berjalan perlahan menelusuri barisan rak. Matanya menangkap judul-judul yang sudah lama tak ia lihat—To Kill a Mockingbird, Les Misérables, The Prophet. Beberapa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status