Keinginan Fajar mengenal sahabat Indira membuatnya mengajak mereka, secara kebetulan Rani sedang libur dan tidak ada jadwal terbang. Fajar ingin mengenal seluruh sahabat Indira, termasuk Dimas yang membuatnya penasaran.
“Aku nggak tahu Dimas datang atau nggak.” Indira mengatakan sambil membalas pesan “Lagian kenapa harus sama Dimas?”“Mau tahu aja.” Fajar menjawab santai membuat Indira harus menahan sabar.Fajar mengantarkan ke Indira ke tempat janjian mereka, tempat makan yang menyajikan pizza dimana menjadi makanan kesukaan mereka. Keluar dari kendaraan, mengikuti langkah Indira dari belakang sambil tersenyum kecil. Indira menatap kearahnya dengan menggenggam tangannya untuk mengikuti langkahnya, mereka berdua langsung duduk dihadapan dua gadis yang seusia dengan Indira.“Kak, kalau ini udah kenal Gina. Sebelahnya Rani.” Indira membuka suaranya memperkenalkan mereka.“Fajar.”“Mana Yuni?” tanya Indira penasaran.“Yuni“Kamu tengkar?” tanya Ryan saat sudah duduk disamping Indira.“Kenapa? Kak Fajar cerita?” “Nggak juga.” “Lalu? Nggak usah bohong, pasti Kak Fajar cerita.”Ryan menggelengkan kepalanya “Mas Fajar nggak cerita, tapi kelihatan dari ekspresi wajah kalian berdua.”Dosen masuk membuat pembicaraan mereka terhenti, Indira sendiri malas menceritakan semuanya. Sikap Fajar yang seenaknya sendiri membuatnya kesal, tidak mau membebani orang lain walaupun itu adalah pasangan. Pikiran kemana-mana membuat Indira tidak mendengarkan penjelasan dosen sama sekali, bahkan tidak menyadari jika waktunya telah selesai.“Nggak ke kantin?” tanya Ryan yang langsung dijawab dengan gelengan kepala “Kemana?”“Lagi malas.” “Kantin gih, mau ujian juga.”“Lama-lama aku bisa mikir kamu naksir sama aku, Yan.”“Ogah. Aku lebih cinta sama cewekku daripada kamu, kalau sama kamu bisa-bisa langsung ditelan sama Mas Fajar hidup-hid
“Loh...Indira datang kesini?” Indira langsung mencium punggung tangan Dian “Masuk, Fajar masih di kamarnya dan nggak bilang kamu kesini.”“Kejutan, Bu.” Indira menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Duduk dulu, ibu panggil dia.”Pembicaraan mereka yang di mobil dan ucapan Indira secara spontan langsung membuat Fajar berbicara dengan orang tuanya. Melamar secara langsung dihadapan orang tuanya dan dirinya sendiri, tidak lupa menghubungi kedua orang tuanya setelah lamaran diterima orang tua Indira.“Lagi mandi anaknya.” Dian meletakkan minuman di meja depan Indira “Semalam pasti kaget ya? Fajar nggak pernah begitu sebelumnya, padahal sama sebelumnya lama pacaran tapi nggak ada pembicaraan menikah, kamu yang membuat Fajar bisa kembali seperti sebelumnya.”“Memang Kak Fajar kenapa dulu, Bu?” tanya Indira penasaran.“Diputusin, tapi lengkapnya tanya langsung sama Fajar. Ibu takut salah ngomong, ceritanya lebih lengkap di Fajar tapi tu
Suasana diantara mereka berdua berubah, hampir saja mereka melakukan dosa besar jika saja tidak mendengar suara ponsel dan adzan secara bersamaan. Fajar merutuki kebodohannya, tidak jauh berbeda dengan Indira. Saat itu juga Indira memilih keluar dari kamar Fajar menuju kamar Fany, meninggalkan koper Fajar begitu saja. Tidak hanya sampai disitu saat pulang tidak ada yang membuka suara sama sekali, perasaan malu menghampiri mereka berdua ketika membayangkan semuanya.Depan orang tua dan Fanny, baik Fajar maupun Indira bertindak tidak terjadi apapun. Indira memperhatikan apa saja yang kurang dari barang-barang Fajar, bertanya sekilas tanpa berani menatap kedua matanya sampai akhirnya berpamitan pulang.“Dik, maaf kalau tadi aku khilaf.” Fajar memulai pembicaraan.“Aku juga salah, kita berdua larut dalam nafsu. Tidak ada yang salah, kak.” Indira menenangkan Fajar “Asal setelah ini tidak mengulanginya lagi.”“Kakak tetap akan melakukannya, setelah kita
“Tugasmu bermasalah lagi?” tanya Clara dengan ekspresi kasihan.Indira menganggukkan kepalanya “Ya, nggak tahu mana yang salah.”“Bu Retno dendam sama kamu.” Dio mengeluarkan pendapatnya.“Jangan nyebarin berita yang nggak benar,” tegur Indira.Beberapa minggu setelah kepergian Fajar atau lebih tepatnya mereka menjalani hubungan jarak jauh, meskipun begitu Fajar tetap mengirim pesan atau menghubunginya di saat-saat tertentu. Tugas yang diberikan dan ditolak kedua kalinya sudah Indira kerjakan sesuai dengan petunjuk dan perintah. “Kenapa kamu?” tanya Romi ketika lewat disamping Indira.“Tugasnya ditolak kedua kali sama Bu Retno.” Dio yang memilih menjawab.“Ditolak?” Mala menatap tidak percaya “Apa yang salah? Dito itu kerjain asal diterima, kamu kurang apa?”“Mas Fajar.” Wahyu menjawab langsung.Indira menatap mereka yang secara tiba-tiba berkumpul, ekspresinya langsung terlihat malas membahas masalah
Berita tentang apa yang Indira lakukan dan katakan pada sang dosen langsung menjadi pembicaraan, hembusan nafas kasar dikeluarkan setiap kali mereka menatap kearahnya, tidak hanya itu Lia kembali membuat masalah dengan memberikan kalimat tambahan yang membuat cerita menjadi panjang.“Aku nggak nyangka kamu lakuin itu,” ucap Jonathan.Mereka menarik Indira ke ruang BEM, tidak hanya Indira tapi juga sahabat-sahabatnya seperti Dio dan Ryan. Indira bahkan meminta Ryan untuk tidak bercerita pada Fajar, tapi tidak mungkin pria itu tidak tahu pastinya Retno sudah menceritakan semuanya.“Kamu nggak papa? Lia makin memperparah keadaan.” Sinta menatap kasihan pada Indira.“Lia kayaknya masih belum terima Mas Fajar sama kamu,” sambung Dio.“Makanya terima dia jadi kekasihmu,” sahut Mita yang membuat Dio menatap tajam.“Dia sampai bisa bilang kalau kamu pakai tubuh biar Mas Fajar suka,” ucap Wahyu sambil menggelengkan kepalanya.“SE
Menghilangkan pikiran dengan jalan-jalan, solusi yang sangat bagus. Indira menyimpan uang yang diberikan Fajar, tidak akan digunakan untuk mengajak temannya makan-makan. Menatap penampilannya saat ini, menggunakan celana pendek dipadukan kaos tanpa lengan dan cardigan. Menggelengkan kepalanya mengingat Fajar tidak suka jika dirinya berpakaian terbuka, mengganti pakaiannya dengan celana tujuh per delapan, setidaknya sedikit lebih aman.Keluar dari kamar mendapati Fajar berbicara dengan kedua orang tuanya, tatapan mereka beralih pada Indira yang membuatnya mamanya langsung menatap tajam. Indira tersenyum kecil melihat reaksi kedua orang tuanya, mengalihkan pandangan kearah Fajar meminta bantuan yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.“Kalau gitu saya ajak Indira keluar, Pa Ma.” Fajar mencium punggung tangan orang tua Indira membuatnya mengikuti.“Kamu itu buat malu mama sama papa,” bisik Nuri sambil mencubit lengannya.Langkah Fajar yang berjalan t
Kehadiran masa lalu Fajar pada saat mereka menghabiskan waktu bersama tidak memberikan dampak apapun, terutama pada Indira karena baginya memang tidak penting. Perkataan orang yang mendatangi mereka bukan perkataan yang bisa dipercaya dengan mudah, tidak hanya itu Fajar juga tampak biasa saja.“Kamu ketemu siapa kemarin?” tanya Ryan yang memilih duduk disamping Indira.“Kakanya mantan Kak Fajar, Melda bukan namanya?” “Kamu tahu apa yang dilakukan cewek itu?” Indira menggelengkan kepalanya “Memang kenapa?”“Dia yang buat Mas Fajar down, jadi orang nggak punya tujuan. Cewek itu ninggalin Mas Fajar karena nggak bisa kasih apapun ke dia, maksudnya harta.”Indira menganggukkan kepalanya “Apa Kak Fajar masih trauma atau punya perasaan sama Mega?”“GILA! NGGAK MUNGKIN! Mas Fajar udah malas ketemu atau berurusan sama dia.” “Ya sudah, artinya sudah tidak penting lagi.”Menikmati makanan yang ada dihadapannya,
Indira masih menggenggam tangan Fajar, mereka sudah berada didalam rumah dengan Dian yang menemani mereka berdua di ruang keluarga. Tidak ada yang membuka suara sama sekali, menatap Fajar yang tampak menetralkan perasaannya, bisa terasa dari genggaman tangan yang dipegang Indira.“Ibu ke dapur mau masak, Indira disini dulu temani Fajar.” Indira hanya menganggukkan kepalanya.Tangan Indira yang bebas bergerak di wajah Fajar, membelainya secara perlahan membuat Fajar memejamkan matanya seakan menikmati sentuhan yang diberikan. Melihat Fajar menikmatinya membuat gerakan pelan dengan pijatan lembut, pertengkaran tadi pastinya membuat Fajar lelah dan terkuras emosinya jadi setidaknya pijatan kecil ini bisa membuat Fajar tenang.“Melda, dia mantanku.” Fajar membuka suaranya tanpa membuka mata.“Kemarin itu berarti kakaknya Melda?” tanya Indira yang diangguki Fajar “Kenapa mereka sampai segitunya, kak? Kalau belum bisa jawab aku paham.”Fajar me