Hafidz sudah tiba di rumahnya, ditemani oleh seorang wanita yang berada di sampingnya. Para pelayan terlihat bingung melihat majikannya bergandeng tangan dengan wanita lain. Namun, wanita itu terus melangkah masuk ke dalam rumah bersama Hafidz.
"Hafidz, di mana anakmu?" tanya wanita itu.Hafidz melirik ke samping dan terpesona oleh mata wanita tersebut yang berwarna biru."Dia ada di dalam kamar. Sebaiknya kita langsung ke sana, tetapi dia tidak bisa diganggu saat ini karena masih dalam pengawasan dokter.""Kalau begitu, mari kita pergi ke sana. Aku hanya ingin melihat wajahnya. Setelah itu, aku ingin minum teh bersamamu di rumah ini. Kamu ingat kebiasaan kita yang dulu, kan?"Hafidz mengangguk, menandakan bahwa ia mengingat apa yang sedang dibicarakan. Ia kemudian menggandeng tangan wanita itu.Wanita tersebut melirik sekeliling dan menyadari bahwa rumah Hafidz sangat besar dan mewah. Kekayaan Hafidz memang tidak pernah berubah,Hafidz sudah tiba di rumahnya, ditemani oleh seorang wanita yang berada di sampingnya. Para pelayan terlihat bingung melihat majikannya bergandeng tangan dengan wanita lain. Namun, wanita itu terus melangkah masuk ke dalam rumah bersama Hafidz."Hafidz, di mana anakmu?" tanya wanita itu.Hafidz melirik ke samping dan terpesona oleh mata wanita tersebut yang berwarna biru."Dia ada di dalam kamar. Sebaiknya kita langsung ke sana, tetapi dia tidak bisa diganggu saat ini karena masih dalam pengawasan dokter.""Kalau begitu, mari kita pergi ke sana. Aku hanya ingin melihat wajahnya. Setelah itu, aku ingin minum teh bersamamu di rumah ini. Kamu ingat kebiasaan kita yang dulu, kan?"Hafidz mengangguk, menandakan bahwa ia mengingat apa yang sedang dibicarakan. Ia kemudian menggandeng tangan wanita itu.Wanita tersebut melirik sekeliling dan menyadari bahwa rumah Hafidz sangat besar dan mewah. Kekayaan Hafidz memang tidak pernah berubah,
Hafidz menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa arah pembicaraan ini akan menyulitkannya. "Hafizah, sebaiknya kita membahas topik lain. Apa itu tidak mungkin?"Hafizah mendekat kepada suaminya yang berusaha menghindar dari pertanyaan tersebut. Hal ini semakin menambah rasa curiganya. "Bahas apa pun yang kamu mau. Sepertinya tidak sulit untuk menjawab pertanyaanku tadi. Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini? Apa yang kamu sembunyikan dariku?"Hafizah terus melontarkan pertanyaan itu kepada Hafidz, yang kini terpojok dan tidak bisa lagi berbicara. "Hafidz! Jawab aku!"Hafidz tetap diam, duduk di kursinya, sementara Hafizah masih fokus mengemudikan mobil. "Hafidz! Kamu tahu aku penasaran, tapi kenapa kamu terus menutupinya dariku? Tolong, jangan seperti ini. Aku butuh kejujuranmu.""Hafizah, tolong jangan memaksaku lagi untuk membahas ini. Carilah topik lain dan anggap saja semuanya berakhir di sini."
Hafizah dan Hafidz berada di ruangan yang sama dengan Putri, yang masih berlarian mencari mainannya. "Lihatlah Putri, dia sangat ceria, ya, Hafidz," kata Hafizah."Ya, dia selalu ceria meskipun menghadapi banyak rintangan dalam hidupnya. Bahkan saat penyakitnya menyerangnya, aku tidak tahu apakah hal ini akan membuatnya lebih bahagia atau justru semakin terpuruk," jawab Hafidz.Hafizah menatap Hafidz yang baru saja berbicara, merasa penasaran dengan pernyataannya. "Apa maksudmu, Hafidz? Apa yang kamu maksud dengan 'sesuatu' itu?" tanya Hafizah.Hafidz mengalihkan pandangannya, enggan mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. Dia tahu bahwa jika dia berbicara, Hafizah akan mengetahui kebenarannya. "Hafizah, sebaiknya kamu bawa Putri ke kamarnya sekarang. Ini saatnya dia beristirahat," sarannya.Hafizah menatap mata Hafidz dengan hati-hati, menyadari bahwa suaminya, yang telah dinikahinya selama tujuh bulan, menyimpan rahasia yang ingin dia sembunyikan darinya."Baiklah, Hafidz. Mesk
Hafidz melihat nama yang selama ini ia tunggu, "Akhirnya kamu menghubungiku juga."Dengan cepat, ia mengangkat telepon dari orang tersebut, memutuskan untuk menghentikan aktivitas kerjanya. "Ya, ada apa, Hafizah?" tanyanya."Aku hanya ingin meminta bantuanmu," jawab Hafizah dengan suara pelan, tampak sangat malu saat berbicara.Hafidz memberi jeda sejenak sebelum Hafizah menyelesaikan ucapannya. "Ada lagi?" tanyanya."Tidak! Aku hanya ingin kamu membantuku di sini, ada sesuatu yang kurang aku pahami tentang pekerjaan ini," jelasnya."Kalau begitu, aku akan datang ke sana," balas Hafidz.Ia menutup telepon sebelum Hafizah sempat berbicara lagi, dan meskipun pekerjaannya menumpuk hari itu, ia dengan senang hati bersedia untuk datang.Hafizah melihat panggilannya terputus dan merasa kesal karena Hafidz belum selesai berbicara. "Huft! Hafidz ini selalu seperti ini. Kenapa dia tidak mau mendengar
"Tante cantik, apa itu benar-benar Tante?" tanya Putri dengan rasa tidak percaya saat melihat Hafizah di dekatnya."Benar, sayang. Ini Tante. Bagaimana kabarmu? Apakah ada yang sakit?" jawab Hafizah.Hafizah berusaha mendekati kamar Putri, tetapi dokter menghalanginya karena Hafizah belum mendapatkan izin dari Hafidz, pemilik rumah tersebut."Biar aku keluar untuk menemui Tante cantik, Dokter," pinta Putri.Dokter akhirnya mengizinkan Putri keluar dari kamar, dan Putri merasa sangat bahagia bisa bertemu Hafizah. Di belakang Hafizah, Hafidz mengamati mereka berdua berpelukan, dan Hafizah bahkan meneteskan air mata saat momen itu berlangsung."Putri, akhirnya kamu bisa bertemu dengan Tante cantik, ya?" tanya Hafidz sambil melepaskan pelukan mereka.Putri menatap Hafidz, sementara Hafizah tampak terkejut dengan reaksi Hafidz yang terlihat canggung dengan kehadirannya."Hafidz, aku hanya ingin mengungkapkan rasa rinduku pada
Setibanya di depan rumah Hafidz, Hafizah yang sudah melihat kurir membawa paket pesanannya segera mengambilnya dari tangan kurir. "Apa itu, Hafizah?" tanya Hafidz."Ini balon dan beberapa barang lainnya untuk menyambut kedatangan Putri. Aku tidak ingin Putri datang tanpa senyuman," jawab Hafizah.Hafidz pun membantu Hafizah membawa barang-barang yang masih terbungkus, tidak ingin membiarkan Hafizah bekerja sendirian untuk menyenangkan anaknya."Aku akan membantumu, Hafizah.""Terima kasih, Hafidz," balas Hafizah.Mereka masuk ke dalam rumah, dan Hafidz tidak banyak bertanya lagi. Dia hanya mengikuti langkah Hafizah, sementara para pelayan di rumah itu juga membantu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat."Cobalah letakkan balonnya di atas sana agar Putri bisa melihatnya terbang," ujar Hafizah.Hafidz segera naik ke atas kursi untuk memasang balon, mengikuti semua arahan Hafizah. Sementara itu, para pelayan tidak