Share

Kehidupan Baru

"Jadi, nanti kamu akan tinggal di sini bersama kakek, Cinde," ucap Sultan Andromeda.

Aku masih menggeleng-gelengkan kepala atas semua yang baru saja terjadi. Sulit sekali rasanya untuk mempercayai ini semua. Siapa yang menyangka, bahwa kehidupanku yang beberapa menit lalu masih tidak jelas akan tinggal di mana, beberapa saat selanjutnya malah akan tinggal di rumah mewah bak istana ini.

"Tapi saya masih belum percaya, Tuan. Eh, maksud saya, kakek. Bagaimana bisa kakek yakin kalau saya adalah cucu kakek?"

Sultan tersenyum. "Besok pagi akan kakek ceritakan semuanya. Sekarang sudah larut malam. Kamu pasti lelah. Istirahatlah," sahutnya bijak.

"Asykar, tolong panggil pelayan untuk mengantar Cinde ke kamarnya."

"Baik, Tuan."

Om Asykar menghubungi salah satu pelayan melalui intercom yang terpasang di dinding belakang, tempat ia berdiri.

Tak lama kemudian muncul seorang wanita bereseragam hitam-putih yang sebelumnya sudah aku lihat di pintu masuk tadi.

"Bi Jariyah, tolong kamu antar nona muda ke kamarnya."

Wanita yang dipanggil Bi Jariyah itu hanya menjawab dengan membungkukkan sedikit badannya. Kuperhatikan ia juga tidak berani untuk memandang langsung ke arah Tuan Sultan Andromeda.

"Mari Nona, ikut saya," ucapnya hormat yang sontak membuatku jadi salah tingkah. Ia meminta tas ranselku untuk ia bawakan, tapi kutolak secara halus.

Bi Jariyah membawaku ke lantai dua rumah ini. Kami melintasi sebuah lorong panjang yang dialasi oleh karpet berwarna coklat keemasan. Kemudian ia membuka sebuah ruangan.

"Nona, ini kamar nona. Silakan beristirahat . Jika Nona butuh bantuan, jangan sungkan hubungi saya melalui intercom yang ada di kamar nona," ucapnya lagi.

"Baik, Bu. Terima kasih banyak," jawabku canggung sambil membungkukkan badan. Membuat wanita paruh baya di depanku ini mengatupkan mulut untuk menahan tawa.

"Nona bisa panggil saya, Bi Jariyah. Saya dan para wanita yang berseragam di rumah ini adalah pelayan nona. Baik, Nona, Saya permisi. Semoga Nona betah tinggal di rumah ini."

"Oh, iya, Bi. Saya boleh minta tolong?"

"Silakan Nona."

"Tolong Bibi panggil saya, Cinde saja. panggilan nona terdengar aneh di telinga."

"Maaf, Nona, tapi itu tidak mungkin saya lakukan. Sudah peraturan di rumah ini seperti itu."

Aku mengangguk-anggukan kepala. "Kalau begitu panggil saya Cinde jika kita hanya berdua saja, ok? Saya harap kita bisa menjadi teman."

***

Perlahan kumasuki ruangan yang kini menjadi kamarku itu. Begitu masuk ke dalamnya, mata ini kembali dibuat terpukau dengan pemandangan indah di depanku. Kamar berukuran kira-kira 5 x 10 meter yang didekorasi dengan tema girly dan feminin. Keseluruhan dindingnya dilapisi wallpaper berwarna soft pink dengan motif bunga.

Di tengah sisi kanan ruangan terdapat ranjang dengan tiang di keempat sisinya. Ditutupi dengan kelambu berwarna senada dengan seprai berwarna pink yang melapisi kasur yang sangat nyaman saat kududuki. Kucoba meraba pelan seprai yang terasa begitu lembut di tangan.

Di bagian sudut kamar, sejajar dengan tempat tidur, terdapat pintu berwarna krem yang menuju ke kamar mandi yang juga besar dan nyaman. Sedangkan di sisi lain berdiri gagah sebuah lemari empat pintu berwarna putih berukuran besar. Tepat di tengahnya terdapat cermin setinggi orang dewasa.

Karpet lembut berwarna soft pink yang melapisi sebagian besar kamar semakin membuat kamar ini terkesan indah dan menawan.

Kurebahkan tubuh keatas ranjang yang begitu empuk ini. Saking senangnya, kuputar tubuh ke kanan ke kiri berkali-kali. Kucubiti kedua pipi, untuk memastikan kalau ini nyata dan bukan mimpi.

"Aaaarggh!" pekikku. "Aku adalah cucu dari Sultan Andromeda. Aaa ...."

"Ehem."

Terdengar suara berat seseorang dari arah pintu. Dengan gerakan secepat kilat, aku segera bangkit dari posisiku semula.

Seorang pria gagah berwajah tampan sedang berdiri sambil bersandar di pintu kamarku yang belum kututup. Kakinya menyilang dan kedua tangannya terlipat di dada. Matanya memandang tajam tepat ke arahku, menyapu dari atas sampai ke bawah. Membuat ragaku serasa dingin dan membeku. Refleks aku langsung membungkuk memberi hormat.

"Se-selamat malam, Tuan. Saya, Cinde," ucapku terbata.

Seketika pria itu tertawa singkat, hingga menampakkan deretan gigi yang putih dan terawat.

Perlahan kuangkat wajahku. Kuberanikan diri untuk melihat sosoknya secara lebih jelas. Alisku bertaut sambil menatapnya dengan raut wajah bingung.

"Hai, Cinde. Lo, pasti gadis yang Asykar maksud. Lucu juga," ucapnya sambil mengangguk-anggukkan kepala. Tangannya masih terlipat di dada.

Ia berjalan mendekat, lalu menghampiriku yang masih terpaku di posisi semula.

"Kenalin, Prabu Andromeda. Panggil aja, Prabu. Aku kakak sepupu kamu." Ia mengulurkan tangan.

Prabu Andromeda? Namanya terdengar tidak asing. Di mana ya aku pernah mendengar nama itu?

Ah iya, jadi ini, sosok Prabu Andromeda yang kemarin Kak Drewnella maksud?

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status