Cindelaras, gadis manis berusia delapan belas tahun, selama ini tinggal bersama dengan keluarga angkatnya di Jakarta. Di suatu malam, Cinde diusir oleh ibu angkat dan dibully oleh saudara-saudaranya, karena fitnah dari salah seorang saudara angkatnya. Di tengah kebingungannya yang tidak mempunyai arah tujuan, tiba-tiba seseorang datang menyelamatkannya dan membawanya ke sebuah rumah mewah. Sejak hari itulah kehidupan Cinde berubah total. Di kehidupan barunya ia bertemu dengan sosok Prabu Andromeda yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Prabu pun memiliki perasaan yang sama pada Cinde. Namun, Prabu membuat Cinde kecewa sehingga cinta mereka tidak bisa bersatu. Sang kakek pun sudah menjodohkan Cinde dengan salah satu anak teman baiknya yang bernama Raja. Karena masih kecewa pada Prabu dan ingin berbakti pada sang kakek, Cinde pun terpaksa menerima perjodohan itu. Ia menikah dengan Raja meski di hatinya masih bertahta nama Prabu Andromeda. Bagaimanakah perasaan Prabu setelah Cinde menikah dengan orang lain? Bagaimanakah cara Raja meraih hati Cinde yang masih mencintai Prabu? Lalu pada akhirnya apakah Cinde bisa mencintai Raja dan melupakan Prabu? Pada akhirnya apakah Cinde bisa kembali bersama Prabu? Yuk ikuti kisahnya. Jangan lupa dukung author dengan vote dan komennya ya. Terima kasihđ
Lihat lebih banyakIbu yang baru saja keluar kamar, tiba-tiba menghampiriku yang baru saja selesai mengepel.
"Nih, rasakan! Makanya jangan kegenitan jadi orang. Lain kali, jangan harap bisa keluar rumah lagi!" Setelah menyiramku dengan air bekas cucian kain pel, ia berlalu meninggalkanku begitu sajaRasa dingin seketika menyelimuti seluruh tubuhku yang basah kuyup. Diikuti dengan munculnya bau tak sedap yang merasuk ke penciuman.Lambat laun mataku mulai memerah. Entah perih terkena air atau pedih menahan tangis. Keduanya sama-sama membuatku kesal. Namun, rasa kesal karena disiram air kotor jauh lebih ringan daripada kesal karena sosok menakutkan seperti ibu angkatku adalah sosok wanita satu-satunya yang saat ini aku sayangi. Yah, semenjak tiga tahun lalu, saat ia mengadopsiku dari panti asuhan.Awalnya ibu sangat baik dan menyayangiku seperti kedua anaknya yang lain, Kak Drewnella dan Barbetta, tapi sejak sebulan lalu, suaminya tiba-tiba meninggalkan ibu karena sudah menikah lagi dengan wanita lain. Laki-laki yang baru menikahi ibu dua tahun itu pergi bersama tante pemilik salon yang ada di perempatan jalan utama, dekat rumah kami.Ibu jadi sering uring-uringan. Kalau ada hal yang menurutnya salah sedikit saja, bisa langsung membuatnya naik pitam.Tentu saja aku yang sering kena getahnya.Ibu juga memberhentikan asisten rumah tangga kami dan mengalihkan semua tugasnya padaku. Selain itu, ibu juga melarangku keluar rumah jika bukan ia yang menyuruh.Sedangkan kedua kakak angkatku seringkali tidak ada di rumah saat ibu sedang marah. Walaupun saat ada mereka juga lebih sering diam melihat perlakuan ibu padaku. Seperti saat ini, mereka hanya melihat dari jauh. Tak heran, sejak pertama kali aku ke rumah ini, mereka memang sudah tak menyukaiku. Terutama Kak Drewnella yang sering sekali menghinaku dengan memanggilku upik abu."Cindee! Cepat kamu bereskan itu! Ganti baju, terus ke pasar!" Ibu sudah memerintahku lagi." I-iya, Bu," jawabku dengan suara bergetar karena menahan dingin.Selesai bertukar pakaian, aku langsung berangkat ke pasar. Ibu memberiku uang dua ratus ribu dan kertas bertuliskan daftar belanjaan tanpa memberiku ongkos."Kalau aku gunakan uang ini, pasti uangnya tidak cukup untuk semua titipan Ibu dan kalau ada yang tidak terbeli, pasti aku bakal kena marah lagi."Akhirnya kuputuskan untuk berjalan kaki menuju pasar yang jaraknya sekitar dua kilometer dari rumah. "Semangat Cinde! Pelan-pelan pasti nyampe."Beberapa saat kemudian, terdengar suara klakson motor dari arah belakang. Sebuah motor matic hitam menghampiriku yang sedang berjalan."Hai, Putri Cinde. Mau ke mana?" sapa Mas Pange, tetanggaku.Awal mula berkenalan dengannya, aku tertawa geli saat ia menyebut dirinya Pangeran, tapi ternyata itu memang nama aslinya. "Putrinya mana, Mas? Pangeran, kok, sendirian aja? Mana pengawalnya?" Godaku waktu itu. Sejak itu ia jadi suka memanggilku dengan Putri Cinde."Mau ke pasar, Mas.""Jalan kaki?" Ia melihatku dengan tatapan heran."Iya, sekalian olahraga. Maklum seminggu kemaren nggak ada waktu," jawabku asal sambil memperlihatkan deretan gigi."Bilang aja nggak dikasih ongkos. Yuk, aku anter.""Eh, nggak usah, Mas, ngerepotin aja, lagian udah deket, kok."Udah deket dari Hongkong. Deket rumah kamu iya!"Memang, iya, si, orang aku juga barujalan kaki lima menit."Tapi, Mas, nanti kalau ada yang liat terus laporin ke ibu gimana?"Bisa-bisa kayak tadi, aku dimandikan Ibu pake air kotor. Hanya karena semalam, setelah pulang dari warung, nggak sengaja bertemu Mas Pange dan kami jalan bersama ke rumah."Udah buruan nggak usah bawel. Cepetan naek! sebelum si mat, aku ajak kabur, ni.""Ya, udah, deh."Akhirnya aku menerima tawaran Pangeran bermotor matic hitam itu daripada harus berjalan kaki sampai ke pasar. Semoga nggak ada yang liat dan lapor ke ibu.***"Upik Abuu! Kok, belum ada makanan? Laper ni gue!" seru Ka Drewnella. Ia baru saja pulang dari kantornya. Kebiasaannya setelah pulang kantor pasti langsung membuka tudung saji."Tunggu, Kak, sebentar lagi siap."Tak lama kemudian aku membawa piring yang sudah berisi lauk ikan gurame goreng dan tempe bacem kesukaan ibu. Lengkap juga dengan sayur oseng-oseng kacang panjang yang langsung kusajikan di atas meja makan.Kak Drew hanya duduk di kursi sambil memainkan ponselnya."Sekalian ambilin gue piring sama nasinya juga. Jangan lupa air minumnya. Air putih pake es batu!" perintahnya padaku."Drew, kamu sudah pulang?"Ibu tiba-tiba keluar kamar dan ikut duduk di kursi makan. Tangannya mencomot sepotong tempe bacem yang memang menjadi favoritnya."Hmm," jawab Kak Drew sambil mengunyah. Matanya masih terus ke arah ponsel yang diletakkan di meja."Sudah, makan saja dulu. Lagi meratiin apa, si? Serius banget.""Ini, lho, Bu, Prabu Andromeda, pemilik hotel tempat Drew kerja. Ganteng banget orangnya, tapi sayang, sikapnya sedingin es. Pernah waktu itu Drew coba senyum ke dia. Bukannya dibalas senyum, eh, malah kena semprot."Tawaku tertahan mendengar cerita Kak Drew. Jadi penasaran, seperti apa sih Prabu Andromeda itu? Seorang yang juteknya level tinggi macam Kak Drew saja dibuat kesal olehnya. Kalau kakeknya, sang Sultan yang sebenarnya, sudah sering aku lihat di televisi."Mana sini, Ibu lihat!"Kak Drew menggeser ponselnya ke depan Ibu."Wah, ini mah bukan cuma ganteng, Drew, tapi ganteng banget. Pemuda kayak gini, ni, baru menantu idaman Ibu. Udah ganteng, kaya lagi. Nggak kayak si Pange, itu. Coba, mana ada Pangeran yang kerjaannya cuma jadi guru. Guru apa itu katanya? Guru privat?""Ih, Ibu, ni. Pange juga nggak kalah ganteng, kok. Nggak boleh menghina pekerjaannya, Bu. Siapa tau dia itu cuma nyamar. Zaman sekarang banyak, kok, orang yang sebenernya kaya, tapi pura-pura miskin.""Drew, Drew, kamu itu kebanyakan baca cerbung KBM tau nggak! Kalo miskin, ya udah, miskin aja."Ibu tiba-tiba langsung menoleh ke arahku yang sedari tadi berdiri di sudut dapur."Cinde, kamu ngapain bengong di sana? Masakan udah beres? Dapur udah dirapiin?""Sudah, Bu." Yes, akhirnya aku bisa makan juga. Kebetulan perutku sudah mulai berbunyi."Sekarang kamu beresin kamar ibu. Ganti seprai dan kordennya!"Yah, kirain."Ba-baik, Bu." Dengan langkah malas aku menuju kamar Ibu. Rasa lapar yang sudah sangat menyiksa terpaksa harus kutahan lebih lama lagi."Bu, si Cinde masih suka deket-deket nggak sama Pange?" Suara Kak Drew terdengar olehku yang berada di kamar Ibu."Mana ibu tau. Kamu tanya sendiri aja sama si Cinde.""Kalau nanya dia, mana mau ngaku, Bu."Oh, ternyata Kak Drew menyukai Mas Pange. Pantas ia marah sekali waktu tau aku suka ketemu dengan Mas Pange.***"Cindee!"Baru saja aku akan menyuapkan nasi ke mulut ibu sudah memanggil lagi."Iya, Bu, ada apa?""Kamu liat uang ibu nggak? Yang di dalam amplop cokelat? Kemarin ibu taro di bawah tumpukan baju-baju di dalam lemari, kok, sekarang nggak ada?""Nggak, Bu, Cinde nggak liat. Cinde mana berani buka-buka lemari ibu.""Terus ke mana uangnya? Masa ilang gitu aja?"Aku menggeleng pelan."Coba aja liat di lemarinya, Bu. Tadi, kan, dia yang beresin kamar Ibu." Kak Drew yang sedang menonton televisi ikut menanggapi.Ibu langsung menuju kamarku, membuka lemariku dan mengacak susunan baju yang sebelumnya masih tersusun rapi."Ini apa, hah?"Bersambung."Saya nggak pa-pa, Ustaz. Kalau diizinkan, saya mau izin dari pelajaran."Ustaz Novan sedikit terkejut dengan sikap ketus Ananta. Ia kemudian terdiam beberapa detik. "Silakan. Salma kamu tolong antar Ananta ke kamar, ya.""Baik, Pak Ustaz."Ustaz Novan hanya memandang punggung Ananda yang semakin mengecil. Kelas pun seketika hening.Sepeninggal Ananta, Ustaz Novan meneruskan kembali pelajaran. Tapi tetap saja ia tidak bisa kembali berkonsentrasi dengan apa yang ia sampaikan. Sikap Ananta tadi terus membayangi kepalanya. Ia sangat yakin pasti Bu Nyai sudah menyampaikan maksud baiknya pada Ananta. Dan ia juga yakin bahwa perempuan itu menolak untuk berta'aruf dengannya. "Pasti ia tidak mau," gumam Ustaz Novan. Sama seperti Ustaz Novan, setelah keluar dari kelas Ananta pun dilanda kegelisahan. Ia mendadak diam seribu bahasa. Salma pun jadi bingung dibuatnya. Sahabat Ananta itu ingin sekali menasehati Ananta bahwa sikapnya tidak baik. Tapi ia yakin Ananta pasti tahu apa yang ia lakukan *
Jutaan detik berlalu hingga mampu mengikis nama Cinde di hati seorang Prabu Andromeda. Keputusannya menetap di Jepang adalah keputusan tepat karena di sana ia bisa menyibukkan diri dengan banyak aktivitas. Namun, meski usianya sudah hampir kepala tiga, ia masih belum bisa menemukan wanita yang mampu membuat hatinya gemetar. Seperti dulu, saat ia bersama Cinde. "Pagi, Pak Prabu," sapa Yuki, sekretaris pribadinya. Meski tahun ini ia sudah merayakan hari jadinya yang ke 45, tapi Yuki sangat cekatan. Ia adalah salah satu orang kepercayaan Prabu. "Pagi, Yuki san. Ada menu apa hari ini?"Tidak hanya piawai dalam pekerjaan, Yuki pun dikenal sangat pandai memasak. Dia bisa membuat banyak menu enak hanya dalam waktu singkat. Setiap hari ia selalu membuat eksperimen yang akan ia berikan pada Prabu. "Ini, cobalah. Aku baru selesai membuat muffin isi ayam." Yuki menyajikan dua buah kue berwarna keeemasan yang dialasi alumunium foil. Sontak, wangi tumisan ayam yang berpadu dengan bumbu dan iri
"Apa? Ustad Novan? Ustadz Novan mau taaruf sama saya, Bu Nyai? Nggak, nggak mungkin. Bu Nyai pasti salah." Wanita berparas ayu itu lalu menggeleng keras. "Tidak, Ananta. Ustadz Novan sendiri yang minta bantuan ibu untuk menyampaikan niat baiknya ke kamu.""Tapi, Bu Nyai, kenapa Ustadz Novan mau taaruf sama saya? Masih banyak gadis lain yang bisa diajak taaruf, kan?" Ananta masih tidak habis pikir. "Ya, ibu juga nggak tau. Itu sudah keputusan Ustaz Novan. Ibu hanya menyampaikan. Gimana, Nanta? Apa kamu bersedia?""Maaf kalau mengecewakan Bu Nyai, tapi saya enggak bisa, Bu Nyai! Saya nggak mau. Tolong katakan sama Ustadz Novan, saya menolak tawaran taaruf itu.""Kamu nggak mau coba dulu? Hanya taaruf aja, kok. Kalau misalnya kamu tidak cocok karena suatu hal, kamu tidak harus lanjut ke proses selanjutnya, kan.""Maafkan saya, Bu Nyai. Keputusan saya sudah bulat."Lagipula kalau aku menyetujui ta'aruf ini, aku takut ke depannya hatiku akan semakin terluka, batin Ananta. "Kamu yakin?"
"Apa Ibu tidak salah dengar, Van? Kamu mau menikah dengan gadis cacat? Apa tidak ada gadis lain? Kamu itu masih muda, masih perlu dilayani oleh istrimu nanti. Aktivitas padat. Kalau tidak ada istri yang melayanimu kamu akan kesulitan."Novan terdiam mendengar untaian kata keluar satu persatu dari mulut ibunya. Ia sudah mengira jika ibunya pasti tidak akan mudah menerima keputusannya. Namun, Novan tidak akan menyerah. Ia akan berusaha membujuk Ibunya dan keluarga besarnya agar bisa menerima Ananta. "Iya. Mbak setuju sama apa yang ibu bilang. Sebaiknya kamu simpan saja rasa cinta kamu sama gadis itu. Cari wanita lain yang bisa membuatmu menjadi lelaki sempurna dan bisa melayanimu seperti istri pada umumnya." Setali tiga uang dengan sang ibu, begitu juga dengan Lastri, kakak sulung Novan yang dengan terang-terangan menolak maksud Novan untuk melamar Ananta. Novan meremas ke sepuluh jemarinya yang ia letakkan di atas lutut. Ia lalu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan l
Di dalam kamarnya Novan merebahkan tubuh sambil melihat ke langit-langit. Memandang wajah Ananta membuatnya teringat akan seseorang yang sudah lama berada dalam hatinya: gadis yang dulu pernah ia sukai semasa kuliah di Turki. Namun, karena perbedaan status, Novan hanya menyimpan perasaannya dalam-dalam.Novan tahu tidak seharusnya menatap wajah Ananta. Karena sebagai guru harus menundukkan pandangan. Ia hanya sesekali menatap wajah itu. Makanya kemarin saat Pak Kiyai memanggilnya, dadanya berdegup kencang. Ia takut perasaannya pada Ananta akan diketahui oleh Pak Kyai.Novan Berencana untuk melamar Ananta tetapi tidak secepat itu, karena mereka juga baru bertemu beberapa kali. Ia ingin menyelidiki keluarga Ananta dulu dan melamarnya langsung pada sang Ibu. Setelah ibunya Ananta merestui baru ia akan mengatakan semuanya pada Pak Kyai. Novan pun berencana untuk menyampaikan maksudnya itu pada sahabat baiknya Ustadz Fadil. Yang juga merupakan pengajar di pesantren itu. "Aku tahu sebenarn
"Nggak papa, kok, Sal. Aku mau jawab. Apa yang kamu denger emang bener. Aku udah pernah nikah."Ucapan Ananta membuat bola mata Salma membulat. Kemudian ia bangkit dari duduknya dan mendekati Ananta. "Terus gimana ceritanya kamu bisa masuk ke pesantren ini? Suami kamu tahu? Dia ngijinin? Seingatku, kamu datang ke sini cuma sama ibu, teman dan adikmu."Raut wajah Ananta langsung berubah sedih. "Suamiku nggak ikut, Sal, karena dia udah meninggal. selain kehilangan kaki, di kecelakaan itu aku juga kehilangan suami. Dan enggak cuma itu, aku juga kehilangan calon anak," ucap Ananta sambil tersenyum."Ya Allah, Ta." Salma pun langsung memeluk erat Ananta. Beberapa menit ke depan kedua sahabat itu saling mengeluarkan tangis. "Ujian kamu berat banget, sih. Sabar, ya," ucap Salma sambil mengusap pelan punggung Ananta. "Allah memberikan ujian itu karena cuman kamu yang bisa. Orang lain nggak mungkin sanggup. Kalau aku yang diuji kayak gitu, mungkin aku bisa gila kali, Ta.""Iya, Sal. Aku udah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen