Share

3. Luka 1

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-04 21:05:21

USAI KEPUTUSAN CERAI

- Luka

"Ada Arham di dalam, Hil," kata Mbak Asmi saat aku masuk ke tokonya. Dia sibuk mencatat belanjaan. "Mbak nyuruh Yazid nemani adiknya."

"Ya," jawabku singkat. Kemudian langsung melangkah lewat pintu belakang toko yang tembus ke rumah.

"Unda." Rifky yang asyik bermain di ruang tamu langsung berdiri dan berlari menghampiri. Usianya dua tahun, tapi dia begitu lincah, tampan, dan menggemaskan. Aku memeluk seperti biasanya. Dia menunjukkan mainan yang baru dibelikan papanya. "Hmm, bagus," ujarku memuji.

Aku memandang sejenak lelaki yang menatapku.

Dia tersenyum. "Baru pulang?"

"Ya," Lantas kembali memandang jagoanku. "Bunda mandi dulu, ya,"

Rifky mengangguk dan dia kembali ke pangkuan papanya. Mas Arham selalu datang di akhir pekan sepulang kerja. Tidak pernah mengajak istrinya. Kenapa? Aku tidak tahu dan tak pernah berniat menanyakannya.

Sekilas di atas meja, kulihat ada snack untuk Rifky, buah-buahan, dan makanan yang selalu ia bawa tiap datang.

Di dalam kamar aku termenung. Tiap melihatnya hatiku masih sakit. Kalau bisa, tidak usah bertemu saja. Namun ia selalu datang, memenuhi tanggungjawab yang ia katakan di akhir sidang perceraian kami.

Aku masih ingat jelas bagaimana dia hancur saat diputuskan kekasihnya. Kami kenal baik karena Mas Arham bekerja di perusahaan yang menjadi partner tempat kerjaku.

Tiap bertemu aku menghiburnya dengan candaan ringan atau ucapan serius yang tidak pernah berniat untuk menggurui. Terkadang hanya sekedar mendengarkan dia bercerita. Padahal aku sendiri, belum lama juga patah hati. Kekasihku menghamili rekan kerjanya dan mereka akhirnya menikah.

Betapa Mas Arham kecewa berat sampai bobot tubuhnya menyusut drastis. Bagaimana tidak stres, ketika sudah merencanakan pernikahan, bahkan sudah merenovasi rumah habis-habisan demi menuruti selera kekasihnya. Namun ternyata ia ditinggalkan.

Kami cukup dekat. Dia lelaki yang baik dimataku. Sopan dan tidak pernah mengambil kesempatan.

"Hilya, kita nikah saja," ucapnya yang begitu mengejutkan. Kala itu kami bertemu untuk membahas pekerjaan. Masih sama-sama menjadi staf rendahan di tempat kami bekerja.

Waktu itu aku hanya menganggapnya bercanda. Namun debaran dalam dada begitu hebatnya. Hingga suatu ketika kami benar-benar serius membahasnya.

Tidak ada alasan aku menolak.

Singkat cerita kami menikah. Memulai hidup baru. Kami bahagia. Aku jatuh cinta dan kupikir dia pun sama. Tapi ternyata, aku hanya pelarian dari rasa sakitnya.

"Serius?" Tatapannya penuh binar saat kutunjukkan testpack di suatu pagi, dua bulan setelah kami menikah.

Namun karena kecapekan yang berlebih, janin itu gugur. Kami sama-sama terluka, tapi tetap saling menguatkan dan memberikan semangat.

Kami fokus pada karir masing-masing dan aku mendukungnya untuk melanjutkan S2. Gajiku untuk mencukupi kebutuhan kami, gajinya untuk kuliah. Bahkan kami sampai menunda punya anak hingga dia lulus S2.

Dua bulan setelah wisuda, kami diberi anugerah lagi sebagai hadiah kelulusannya. Namun tak bertahan lama, janin itu gugur lagi. Kami menerima meski sedih. Tak berapa lama kemudian, Mas Arham mendapatkan promosi jabatan menjadi kepala divisi, setahun kemudian naik lagi menjadi manager personalia. Usaha yang tidak sia-sia. Begitu melesat karirnya.

Akan tetapi rumah tangga kami diuji. Kembalinya Atika mulai mengguncang hubungan kami. Aku pura-pura tidak tahu dan berharap ini hanya sementara karena aku sudah dinikahinya.

"Mas, kamu lupa dengan apa yang pernah dia lakukan padamu?" ujarku mengingatkan, disaat hubungan kami mulai terjadi perdebatan.

"Aku istrimu. Kuanggap ini kekhilafan dan mari kita saling memaafkan. Mungkin ada yang kurang dari caraku berperan sebagai istri. Katakan biar aku bisa memperbaiki diri."

"Kamu nggak salah. Aku yang salah," jawabnya.

Mas Arham mulai bersikap dingin. Tiap kali aku mengajak bicara, hanya berakhir dengan perselisihan.

Bahkan aku masih menahan diri, di suatu sore melihatnya bertemu perempuan itu di sebuah kafe. Aku masih terus berdoa, semoga Mas Arham kembali. Sebab aku tidak ingin bercerai. Sekalipun sakit, aku akan memaafkannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Evi Citra
laki"yg sudah mulai mapan,godaanya ya perempuan,,
goodnovel comment avatar
Abi Gagal ngaji
sangat tidak cocok ceritanya
goodnovel comment avatar
Aminah Adjaa
nyiiiiiiiiiiiiimaaaak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Usai Keputusan Cerai   219. Extra Part 3

    Pak Umar benar-benar terharu pada orang-orang muda yang sungguh bijaksana menyikapi kenyataan. Berpuluh tahun terakhir ini, dia tidak pernah merasakan kebahagiaan sedalam itu. Mungkinkah ini kebahagiaan terakhir yang ia kecap. Usia makin senja, tidak tahu kapan akan kembali ke haribaan-Nya.Setidaknya dia sudah pernah merasa sebahagia ini dan merasa sangat dihargai. Bisa bertemu kembali dengan anak-anak yang dulu dikhianati.🖤LS🖤"Hai, Baby Cantik." Aruna menyentuh lembut pipi Aurora yang digendong oleh Hilya. Malam itu dari rumah Mbak Asmi, Bre langsung mengajak istri dan anak perempuannya ke sebuah kafe, di mana ia janji ketemuan dengan Tristan. Mak As tidak ikut. Dia akan menjaga anak-anak di rumah Mbak Asmi. Khawatir Mbak Asmi dan Ustadz Izam kewalahan.Ganti Hilya mengusap pelan lengan Hasby. "Tambah gemoy aja Hasby.""Iya. Kuat banget nyemilnya.""Adek." Hasby yang berusia dua tahun berusaha menggapai Aurora. Sejak tadi todler itu memang memperhatikan Aurora yang digendong bu

  • Usai Keputusan Cerai   218. Extra Part 2

    Begitu Hilya mengajak putrinya keluar ruangan, Bre merebahkan diri di karpet yang sudah kosong oleh mainan. Tiba-tiba Rifky dan Rafka kembali menubruk dan memeluknya. Bre pura-pura mengerang, "Aduh ... dua raksasa kecil menyerang Papa!"Dua bocah terbahak-bahak. Malah tambah antusias menggoda papanya. Mereka kembali bercanda dan berebut perhatian.Suara di ruang bermain menarik perhatian Hilya yang duduk di sofa sambil menyusui Aurora. Ada kehangatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, sebuah kebahagiaan yang mahal harganya.Dan di pagi yang dingin itu, di tengah kesibukan mengurus suami dan anak-anak, Hilya merasa menjadi manusia paling kaya di dunia karena memiliki mereka.🖤LS🖤Jam sebelas siang, Bre sekeluarga berangkat ke Malang. Mak As juga ikut. Dalam perjalanan anak-anak tertidur semua karena kecapekan bermain tadi.Mereka langsung ke bandara untuk menjemput Pak Umar. Sudah hampir dua tahun tidak bertemu. Bre bolak-balik menawari membelikan tiket, tapi Pak Umar yang tid

  • Usai Keputusan Cerai   217. Extra Part 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Extra PartMalang, di bulan Juli.Kabut tipis dan hawa dingin masih memeluk kota, menyusup hingga ke sela-sela jendela di pagi itu. Harum kopi yang baru saja diseduh, menebar aromanya ke seluruh penjuru rumah. Di ruang bermain berukuran lima kali empat meter, kekacauan kecil berlangsung. Mainan warna-warni berserakan seolah baru saja diterjang badai. Robot-robot berbaring terlentang karena habis dicampakkan pemiliknya, mobil-mobilan terguling, balok-balok kayu berhamburan, dan lego berserakan. Namun tawa dua bocah laki-laki, Rifky dan Rafka, membuat segala kekacauan itu terasa lebih sempurna."Rafka, ayo dorong mobil balapmu lebih kenceng!" teriak Rifky, matanya berbinar penuh semangat."Iya," jawab Rafka seraya mendorong mobil yang dipegangnya lebih kuat. Mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal, berlomba mendorong mobil-mobilan sepanjang karpet warna pastel yang penuh oleh mainan yang berserak.Sementara itu di sudut ruangan, baby Aurora duduk manis di atas

  • Usai Keputusan Cerai   216. Perawan 3

    Pak Umar tambah terkejut, tapi ada binar di matanya. Apa tamunya itu tetangga anaknya. "Apa kamu tetangganya Asmi?""Bukan, Pak. Kenalkan nama saya Arham. Saya papa kandungnya Rifky."Kali ini Pak Umar terkesiap. Memandang Arham lekat-lekat, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar. Jadi, dialah lelaki yang pernah menjadi suami putrinya. Yang mengkhianati Hilya seperti yang telah dilakukannya dulu.Untuk beberapa saat, mereka hanya saling diam, membiarkan angin pagi menjadi saksi ketegangan yang merayap di antara mereka."Jadi, kamu ayah kandungnya Rifky?"Arham mengangguk. "Saya dulu suami Hilya, Pak. Kami berpisah sebelum Rifky lahir."Pak Umar menyandarkan tubuh ke kursi. Akhirnya dia bertemu juga dengan mantan menantu yang tidak pernah dikenalnya. Hilya tidak pernah cerita atau menunjukkan foto mantan suaminya. Padahal dua tahun yang lalu mereka juga bertemu. Bre mengirimkan tiket supaya dia bisa ke Surabaya bertemu keluarganya.Arham menyalami Pak Umar dan mencium tangannya.

  • Usai Keputusan Cerai   215. Perawan 2

    Arham terhenti sejenak. Satu kejutan ia dapatkan ketika beberapa saat memulai hubungan. Sekat itu terasa. Persis ketika malam pertamanya dengan Hilya. Namun Agatha terlihat biasa, sedangkan Hilya menunjukkan rasa tidak nyaman karena rasa sakit.Hal mengejutkan itu Arham simpan sampai mereka selesai melakukannya. Benarkah istrinya masih perawan? Yang dia nikahi padahal seorang janda. Memang tidak ada darah yang keluar seperti halnya Hilya dulu. Tapi Arham tidak mungkin salah merasakannya. Lelaki itu mengecup istrinya sambil berkata, "Boleh aku tanya sesuatu?"Agatha memandang sang suami dengan wajah lelah. Keringat membasahi pelipis. Baru kali ini dia merasakan bagaimana berhubungan suami istri yang dulu hanya sekedar angan, akhirnya pupus setelah Bre memutuskan untuk bercerai. "Tanya apa, Mas?""Yang kunikahi perawan atau janda?""Janda yang masih perawan," jawab Agatha dengan cepat. "Kamu kaget, Mas?""Ada apa dengan pernikahanmu bersama Bre waktu itu?" tanya Arham dengan nada pelan

  • Usai Keputusan Cerai   214. Perawan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Perawan Author's POV Arham masih memperhatikan Pak Umar yang tengah membaca surat kabar. Di zaman canggih begini, lelaki itu tetap setia dengan media cetak. Beberapa menit kemudian, dari dalam rumah muncul seorang wanita dengan kursi rodanya. Menghampiri Pak Umar yang akhirnya meletakkan koran di atas meja. Kemudian mereka berbincang. Entah bicara apa, Arham tidak bisa mendengarnya.Mungkin bukan sekarang. Nanti saja kalau ada kesempatan, ia akan bicara dengan Pak Umar. Sepertinya lelaki itu pemilik rumah makan ini. Gampang untuk mencarinya nanti. Dia juga harus memberitahu Agatha terlebih dulu. Biar istrinya tidak kaget.Jika sekarang menghindar pun, bisa jadi suatu hari nanti mereka akan bertemu kembali. Kemungkinan itu sangat besar. Sebab cucu Pak Umar adalah anaknya."Kenapa, Mas?" Agatha heran melihat Arham terdiam."Nggak apa-apa. Nanti kalau sudah sampai di hotel, ada yang ingin kuceritakan.""Ya." Agatha mengangguk dengan perasaan penasaran. Arham yan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status