Share

4. Luka 2

last update Last Updated: 2025-02-04 21:05:36

Semua chat-nya kubaca, dan aku tetap berharap kami bisa bertahan dalam pernikahan. Sesakit apapun hatiku. Hingga pada detik itu aku sadar, yang kulakukan sia-sia. Hanya menjatuhkan harga diriku saja. Baiklah, akhirnya aku setuju dengan keinginannya. Padahal saat itu aku sedang mengandung.

Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menghalau kenangan menyakitkan. Aku tidak ingin melanjutkan mengingat kenangan itu. Sebab setelah bercerai pun, hidupku terpuruk karena hamil tanpa didampingi suami. Suara sumbang terdengar di sekitar. Namun ada juga yang bersimpati.

Ah ... Aku bangkit dan mengambil baju ganti lalu keluar untuk mandi.

Di ruang depan, terdengar celoteh Rifky dengan tawa bahagianya. Anak itu tidak tahu apa-apa. Tidak tahu betapa hancur perasaan bundanya karena lelaki yang dipanggilnya papa.

Selesai mandi aku langsung makan.

"Tante." Yazid menghampiriku.

"Ya."

"Dipanggil sama Om. Om mau pamitan."

"Bilang Tante sibuk, ya. Nanti kalau Om Arham sudah pulang, ajak adek ke sini," jawabku lembut.

"Ya, Tante." Yazid berlari ke depan.

Terdengar Mas Arham pamitan dan menciumi anaknya. Namun dia belum pergi juga. Apa menungguku? Aku tersenyum getir. Seperti biasa, aku tidak akan menemuinya. Bagiku dia datang hanya untuk anaknya.

"Unda," panggil Rifky yang belum sempurna menyebut kata 'bunda'.

Aku menoleh. Yazid tampak kepayahan menggendong Rifky yang gendut. Aku tersenyum lantas mengambil bocahku dari gendongan kakaknya.

"Yazid dikasih uang sama Om, Tante." Yazid menunjukkan uang warna merah di tangannya.

"Ditabung, ya."

"Iya. Nanti mau kukasihkan ke Bunda. Oh ya, Om juga nyuruh ngasihkan ini ke Tante Hilya." Keponakanku menaruh lipatan kertas di atas meja.

[Minggu depan, ada tasyakuran di rumah Mama. Mama ingin kamu dan Rifky datang ke sana.]

***L***

Sampai di kantor, beberapa staf tampak melihatku dengan tatapan berbeda. Kasak kusuk entah bicara apa. Seperti biasa aku duduk di meja kerjaku dan mulai membuka berkas.

"Hilya." Ani menghampiri dan menunjukkan sebuah video di ponselnya. Aku terkejut. Itu video waktu aku dilabrak Aruna di kafe.

"Staf Aruna yang menunjukkan video ini pada teman-teman kantor. Ini ponselnya Ika. Stafnya Aruna yang mengirim padanya. Sekarang dia menyebarkan ke para staf, bisa jadi setelah ini akan meng-upload ke media sosial."

Perempuan ini, tampaknya ingin bermain serius denganku.

"Hil, ini nggak bener, kan?" Ika menghampiri.

"Kuharap kamu nggak mempercayainya, Ka. Dia hanya cemburu buta. Tapi ... terserahlah. Aku capek mengurusi hal begini. Yang terpenting bagiku bekerja sekarang." Aku kembali fokus pada berkas di atas meja.

"Mbak Hilya, diminta ke ruangan Pak Fadlan sekarang." Seorang staf kepercayaan big bos menghampiri dan bicara padaku.

"Ya, Bu," jawabku lantas berdiri. Ani memegangi lenganku. Ika juga tampak panik. Perasaanku pun tidak enak. Pasti ada sesuatu yang berkaitan dengan video itu.

Sebelum melangkah, aku menarik nafas dalam-dalam. Beberapa orang dalam ruangan berdiri menghampiriku. "Hilya, ini nggak serius, kan?"

Aku tersenyum getir. "Aku nggak mungkin segila itu."

"Aku kenal kamu gimana. Jangan khawatir Hilya, kami ada dipihakmu." Seorang staf memandangku simpati.

"Mbak Aruna itu, ibarat takaran 100 kurang 5%. Dia menang karena anak konglomerat saja. Fighting, Hilya," bisik rekan lainnya. Membuatku sampai terharu. Sebagian dari mereka memang tahu bagaimana diriku. Yang tidak banyak bicara dan bekerja lebih giat. Tidak neko-neko karena aku hanya butuh bekerja demi keluarga dan anak.

Dengan langkah pasti, aku naik ke lantai tiga. Mengetuk pintu ruangan big bos dan stafnya yang membukakan.

Terkejut. Rupanya di ruangan itu tidak hanya Pak Fadlan. Tapi ada juga Pak Ardi, papanya Aruna. Aku mengangguk hormat lalu mendekat.

"Duduk, Hilya." Pak Fadlan bicara penuh wibawa.

"Terima kasih, Pak." Aku duduk dengan debaran yang begitu hebat. Terlebih saat itu Pak Ardi menatapku dengan tajam.

Next ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Evi Citra
mbaca dlu ,,,
goodnovel comment avatar
Aminah Adjaa
nyiiiiiiiiiiiiimaaaak
goodnovel comment avatar
Adfazha
udah gk aneh yg berharta yg berkuasa keep fighting hilya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Usai Keputusan Cerai   219. Extra Part 3

    Pak Umar benar-benar terharu pada orang-orang muda yang sungguh bijaksana menyikapi kenyataan. Berpuluh tahun terakhir ini, dia tidak pernah merasakan kebahagiaan sedalam itu. Mungkinkah ini kebahagiaan terakhir yang ia kecap. Usia makin senja, tidak tahu kapan akan kembali ke haribaan-Nya.Setidaknya dia sudah pernah merasa sebahagia ini dan merasa sangat dihargai. Bisa bertemu kembali dengan anak-anak yang dulu dikhianati.🖤LS🖤"Hai, Baby Cantik." Aruna menyentuh lembut pipi Aurora yang digendong oleh Hilya. Malam itu dari rumah Mbak Asmi, Bre langsung mengajak istri dan anak perempuannya ke sebuah kafe, di mana ia janji ketemuan dengan Tristan. Mak As tidak ikut. Dia akan menjaga anak-anak di rumah Mbak Asmi. Khawatir Mbak Asmi dan Ustadz Izam kewalahan.Ganti Hilya mengusap pelan lengan Hasby. "Tambah gemoy aja Hasby.""Iya. Kuat banget nyemilnya.""Adek." Hasby yang berusia dua tahun berusaha menggapai Aurora. Sejak tadi todler itu memang memperhatikan Aurora yang digendong bu

  • Usai Keputusan Cerai   218. Extra Part 2

    Begitu Hilya mengajak putrinya keluar ruangan, Bre merebahkan diri di karpet yang sudah kosong oleh mainan. Tiba-tiba Rifky dan Rafka kembali menubruk dan memeluknya. Bre pura-pura mengerang, "Aduh ... dua raksasa kecil menyerang Papa!"Dua bocah terbahak-bahak. Malah tambah antusias menggoda papanya. Mereka kembali bercanda dan berebut perhatian.Suara di ruang bermain menarik perhatian Hilya yang duduk di sofa sambil menyusui Aurora. Ada kehangatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, sebuah kebahagiaan yang mahal harganya.Dan di pagi yang dingin itu, di tengah kesibukan mengurus suami dan anak-anak, Hilya merasa menjadi manusia paling kaya di dunia karena memiliki mereka.🖤LS🖤Jam sebelas siang, Bre sekeluarga berangkat ke Malang. Mak As juga ikut. Dalam perjalanan anak-anak tertidur semua karena kecapekan bermain tadi.Mereka langsung ke bandara untuk menjemput Pak Umar. Sudah hampir dua tahun tidak bertemu. Bre bolak-balik menawari membelikan tiket, tapi Pak Umar yang tid

  • Usai Keputusan Cerai   217. Extra Part 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Extra PartMalang, di bulan Juli.Kabut tipis dan hawa dingin masih memeluk kota, menyusup hingga ke sela-sela jendela di pagi itu. Harum kopi yang baru saja diseduh, menebar aromanya ke seluruh penjuru rumah. Di ruang bermain berukuran lima kali empat meter, kekacauan kecil berlangsung. Mainan warna-warni berserakan seolah baru saja diterjang badai. Robot-robot berbaring terlentang karena habis dicampakkan pemiliknya, mobil-mobilan terguling, balok-balok kayu berhamburan, dan lego berserakan. Namun tawa dua bocah laki-laki, Rifky dan Rafka, membuat segala kekacauan itu terasa lebih sempurna."Rafka, ayo dorong mobil balapmu lebih kenceng!" teriak Rifky, matanya berbinar penuh semangat."Iya," jawab Rafka seraya mendorong mobil yang dipegangnya lebih kuat. Mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal, berlomba mendorong mobil-mobilan sepanjang karpet warna pastel yang penuh oleh mainan yang berserak.Sementara itu di sudut ruangan, baby Aurora duduk manis di atas

  • Usai Keputusan Cerai   216. Perawan 3

    Pak Umar tambah terkejut, tapi ada binar di matanya. Apa tamunya itu tetangga anaknya. "Apa kamu tetangganya Asmi?""Bukan, Pak. Kenalkan nama saya Arham. Saya papa kandungnya Rifky."Kali ini Pak Umar terkesiap. Memandang Arham lekat-lekat, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar. Jadi, dialah lelaki yang pernah menjadi suami putrinya. Yang mengkhianati Hilya seperti yang telah dilakukannya dulu.Untuk beberapa saat, mereka hanya saling diam, membiarkan angin pagi menjadi saksi ketegangan yang merayap di antara mereka."Jadi, kamu ayah kandungnya Rifky?"Arham mengangguk. "Saya dulu suami Hilya, Pak. Kami berpisah sebelum Rifky lahir."Pak Umar menyandarkan tubuh ke kursi. Akhirnya dia bertemu juga dengan mantan menantu yang tidak pernah dikenalnya. Hilya tidak pernah cerita atau menunjukkan foto mantan suaminya. Padahal dua tahun yang lalu mereka juga bertemu. Bre mengirimkan tiket supaya dia bisa ke Surabaya bertemu keluarganya.Arham menyalami Pak Umar dan mencium tangannya.

  • Usai Keputusan Cerai   215. Perawan 2

    Arham terhenti sejenak. Satu kejutan ia dapatkan ketika beberapa saat memulai hubungan. Sekat itu terasa. Persis ketika malam pertamanya dengan Hilya. Namun Agatha terlihat biasa, sedangkan Hilya menunjukkan rasa tidak nyaman karena rasa sakit.Hal mengejutkan itu Arham simpan sampai mereka selesai melakukannya. Benarkah istrinya masih perawan? Yang dia nikahi padahal seorang janda. Memang tidak ada darah yang keluar seperti halnya Hilya dulu. Tapi Arham tidak mungkin salah merasakannya. Lelaki itu mengecup istrinya sambil berkata, "Boleh aku tanya sesuatu?"Agatha memandang sang suami dengan wajah lelah. Keringat membasahi pelipis. Baru kali ini dia merasakan bagaimana berhubungan suami istri yang dulu hanya sekedar angan, akhirnya pupus setelah Bre memutuskan untuk bercerai. "Tanya apa, Mas?""Yang kunikahi perawan atau janda?""Janda yang masih perawan," jawab Agatha dengan cepat. "Kamu kaget, Mas?""Ada apa dengan pernikahanmu bersama Bre waktu itu?" tanya Arham dengan nada pelan

  • Usai Keputusan Cerai   214. Perawan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Perawan Author's POV Arham masih memperhatikan Pak Umar yang tengah membaca surat kabar. Di zaman canggih begini, lelaki itu tetap setia dengan media cetak. Beberapa menit kemudian, dari dalam rumah muncul seorang wanita dengan kursi rodanya. Menghampiri Pak Umar yang akhirnya meletakkan koran di atas meja. Kemudian mereka berbincang. Entah bicara apa, Arham tidak bisa mendengarnya.Mungkin bukan sekarang. Nanti saja kalau ada kesempatan, ia akan bicara dengan Pak Umar. Sepertinya lelaki itu pemilik rumah makan ini. Gampang untuk mencarinya nanti. Dia juga harus memberitahu Agatha terlebih dulu. Biar istrinya tidak kaget.Jika sekarang menghindar pun, bisa jadi suatu hari nanti mereka akan bertemu kembali. Kemungkinan itu sangat besar. Sebab cucu Pak Umar adalah anaknya."Kenapa, Mas?" Agatha heran melihat Arham terdiam."Nggak apa-apa. Nanti kalau sudah sampai di hotel, ada yang ingin kuceritakan.""Ya." Agatha mengangguk dengan perasaan penasaran. Arham yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status