Se connecter“Apa? Kenapa?” Sophie bertanya bingung. “Apa aku kenal dengan tamunya?” Tiba-tiba ia merasa gelisah. Apa keluarganya? Seseorang dari Elman?Lucas hanya menyentuh dagunya, berpikir sejenak sebelum menjawab, “Mungkin. Kamu pernah bertemu dengannya di rapat komisaris waktu itu.”“Oh.” Sophie menghela napas, tidak yakin apakah ia merasa lega atau justru kecewa. Bagaimanapun, sudah lama sejak ia mendengar kabar dari Elman Corp. Apa Matthew sudah bisa mengendalikan semuanya dengan baik?Lucas memperhatikan perubahan ekspresi di wajah istrinya. “Apa lagi yang kamu pikirkan?” tanyanya pelan.“Lucas,” Sophie menatapnya ragu, “bagaimana dengan Elman Corp?”“Apanya yang bagaimana?” Lucas berpura-pura tidak tahu, meski ia sudah menebak arah pertanyaan Sophie.“Semuanya,” jawab Sophie. “Mereka tidak pernah menghubungiku lagi.”“Bagus kalau begitu,” ujar Lucas santai sambil mengangkat bahu. “Mungkin akhirnya mereka sadar dan berhenti memanfaatkanmu.”“Mereka keluargaku, Lucas!” nada suara Sophie se
“Apa kamu sudah merasa lebih baik?”Lucas langsung bertanya saat Sophie keluar dari toilet untuk mencuci wajahnya. Ia benar-benar bersyukur pria itu memiliki toilet pribadi di ruangannya, kalau tidak, seluruh gedung pasti sudah melihat wajah Sophie dengan riasan yang rusak karena air mata.“Ya…” Sophie menjawab sambil mengeluarkan pouch make-up dari dalam tasnya. “Tapi aku harus memperbaiki riasanku sebelum ada yang melihat.”Ia memperhatikan bayangannya di cermin kecil dari bedak yang ia pegang. Ia harus terlihat rapi, jika tidak, seluruh gedung akan punya bahan baru untuk bergosip tentang hubungannya dengan Lucas.Sophie berniat duduk di sofa tempat Lucas biasa menerima tamu, tapi tangan pria itu lebih cepat menangkap pergelangan tangannya, membawanya ke kursi kerja miliknya.“Akan lebih nyaman kalau kamu duduk di sini.”Sophie duduk dengan canggung saat Lucas berhasil membuatnya duduk di kursi itu.“Kamu tahu aku tidak harus duduk di sini, kan?” Sophie mencoba berdiri, tapi tangan
“KENAPA KAMU TIDAK MENGATAKAN APAPUN?!” Suara teriakan Sophie memenuhi kamarnya. Kedua orang tuanya sudah pergi sejak tadi, meninggalkan dirinya hanya berdua dengan Maya di sana.Tapi Maya, walau ia melihat langsung bagaimana Sophie menatapnya dengan dada yang naik turun dan mata yang memerah karena bekas air mata hanya menyibakkan rambutnya. Seolah tidak ada hal penting yang terjadi.“Anggap saja kita setimpal.” Maya menjawab dengan nada bosan.Sophie hanya bisa menatapnya tidak percaya. “Apa maksudmu?”“Kau menuduhku mencuri cincinmu, kan?” Maya berkata sambil mendengus pelan. “Aku hanya membuatnya adil.”Senyuman yang terlihat di wajah Maya terasa tidak masuk akal. Seolah ia hanya sedang bermain-main.“Maya! Kamu tahu aku baru saja menyelesaikan pesta pertunanganku dengan Ryan!”Maya mengangkat bahunya. “Ryan akan mempercayaimu, kok. Jangan memperbesar masalah kecil.”Mulut Sophie terbuka, semakin tidak percaya dengan setiap jawaban yang diberikan Maya. sementara wanita itu hanya m
Lucas akhirnya menandatangani halaman terakhir dari dokumen yang berada di hadapannya. Senyum tipis terlihat di wajah Kevin, dokumen itu memfinalisasi kepemilikan Campbell Industries atas klub malam mewah yang menyebarkan rumor mengenai Sophie: The Velvet Room.“Apakah sejauh ini kau sudah mendapatkan informasi lain?” tanya Lucas sambil meletakkan pena di atas meja.“Belum, Tuan,” jawab Kevin. “Saya sudah mencoba berbicara lagi dengan bartender yang memberi informasi itu, juga dengan pemilik lama saat mengurus seluruh berkasnya.”Ia mengangkat bahu ringan. “Mereka sangat pandai menghindari topik. Bahkan saat saya mencoba menyinggungnya di tengah negosiasi harga, tidak satu pun dari mereka kehilangan kendali. Mereka semua bungkam. Siapa pun yang membayar mereka… jelas membayar dengan jumlah besar.”Lucas menutup map berisi dokumen itu dan menyerahkannya pada Kevin. Tatapannya terlihat tajam.“Aku tidak ingin ada penghalang lagi setelah ini. Apa kau bisa memastikannya?”Kevin menerima d
Maya dapat merasakan seluruh darahnya membeku saat mendengarkan pernyataan Sophie.Bagaimana… Sementara Maya mencoba mengendalikan ekspresinya, ia terus menatap ke arah Sophie, menolak menunjukkan keterkejutannya. Wajah Sophie, alih-alih terlihat percaya diri terlihat begitu bingung akan perkataannya sendiri.Tangan Sophie masih terus menyentuh kepalanya sendiri, mencoba mengerti dari mana asalnya ingatan itu.Maya melihatnya sebagai sebuah kesempatan. “Apa yang kamu bicarakan Sophie?” ia berusaha bicara setenang mungkin, tapi ada getaran yang tidak bisa disembunyikan oleh Maya. “Apa kamu melihat ada diriku di foto itu?”Maya mendorong layar itu semakin dekat ke arah Sophie. Memaksanya untuk melihat dan mempercayai apa yang coba ia tunjukan.“Tidak.” Sophie menjawab, tapi…“Maya, katakan padaku siapa ayahnya. Setidaknya dia harus tahu dan bertanggung jawab!” Suara itu kembali, memaksa Sophie terus mengingat hal yang begitu jauh terpendam di dalam ingatannya.“Kenapa kamu terus memak
“Kamu mungkin tidak mengingatnya, tapi itu adalah club malam yang dulu sering kamu datangi.”Maya mulai menjelaskan, di hadapan Sophie, layar laptop Maya menunjukkan foto yang sama dengan yang ditunjukkan oleh Lucas di malam sebelumnya Sophie yang terlihat baru saja keluar dari club malam mewah. Sophie berusaha keras menyembunyikan fakta bahwa ia mengenali foto itu. Ia harus melihat seberapa jauh Maya akan mengatakan kebohongan padanya..“Apa kamu ingat sesuatu?” Maya bertanya, nadanya terdengar seperti seorang terapis yang mencoba mengorek memori Sophie yang sudah lama terkubur.Sophie mengangkat wajahnya, mengamati ekspresi Maya yang terlihat begitu datar, tidak ada keraguan di wajahnya sedikitpun. Jika Sophie tidak pernah melihat foto itu, ia pasti akan mempercayai bahwa ia tepat seperti yang dikatakan rumor.Sophie akhirnya menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak,” kata Sophie. “Aku tidak ingat pernah datang ke tempat seperti itu.”Ada senyuman yang hinggap sekilas di wajah Maya, t







