Share

DIA DALAM MIMPI

"Silakan duduk, Pak. Kita perlu cari tahu, apa isi kresek tersebut. Apa ada hubungannya dengan kasus ini?"

Satpam segera menggeser kursi lalu duduk. Pria setengah umur tersebut kaget dan langsung menatap kaca jendela. Baru saja, dia melihat ada bayangan yang melintas. Bukankah di sebelah adalah kolam ikan? Tak ada jalan di samping jendela?

"Ada apa, Pak?" tanya Ny. Anggara sambil mengamati ekspresi pria di depannya. Wanita tersebut merasa aneh dengan perubahan raut wajah pria tersebut.

"Maaf, Nyonya. Barusan, saya liat ada orang lewat dekat jendela. Siapa, ya?"

"Samping jendela itu kolam. Mana bisa orang jalan di atas air?"

"Nah, itu dia, Nyonya," balas satpam samabil tersenyum tipis. "Saya mohon izin cek dulu. Nanti saya ke sini lagi sambil bawa kresek hitam."

"Silakan dicek dulu, Pak. Terima kasih masih mau peduli dengan kami."

Satpam tersebut bangkit lalu  berjalan ke luar kamar. Tak lama kemudian, Bik Sumi datang dengan nampan berisi dua botol minuman dingin.

"Pak Satpam baru saja keluar, Bik," ucap Ny. Anggara seraya mengambil sebotol dari nampan.

"Saya  sudah kasih, Bu. Ini punya Non Sandra."

"Terima kasih, Bik."

"Nyonya, saya mau kasih saran. Bagaimana kalo pintu pembatas ruang makan dengan dapur dikunci saja? Soalnya suka merinding saat liat ke dapur."

"Saran bagus, Bik. Saya gak kepikiran sampe ke situ. Nanti saat rekonstruksi, biar lewat pintu samping saja," balas Ny. Anggara yang sesekali menyedot minumam dingin dari sedotan. Bik Sum lalu menaruh nampan di meja. Wanita masih berdaster ini mendekat ke Ny. Anggara.

"Nyonya, ada sebagian baju di jemuran."

Ny. Anggara yang mendengar langsung tersenyum. "Ya, gak apa. Masih ada baju yang lain. Entar kalo Bik Sumi gak berani ambil baju di kamar. Kita nanti mampir bentar buat beli baju. Tolong catat, semua keperluan Bik Sumi."

"Maaf, Nyonya. Dipotong gaji, ya?"

Sebelum menjawab pertanyaan Bik Sumi, sang majikan tertawa kecil. "Gajian Bik Sumi utuh. Saya belikan, Bik. Anggap sebagai bonus."

"Terima kasih banyak, Nyonya."

"Sekarang catat semua keperluan Bik Sumi dan bahan sembako yang kita perlukan. Kita agak lamaan di apartemen."

"Baik, Nyonya," balas wanita tersebut. Ketika hendak melangkah, Bik Sumi teringat sesuatu. "Non Sandra masih tidur. Padahal sudah waktunya makan."

"Gampang itu. Kita bisa mampir beli makan."

Ny. Anggara bangkit lalu memeluk wanita yang telah menemani keluarganya semenjak Sandra lahir. "Bik Sumi, terima kasih banyak. Bibik sudah menemani kami selama ini. Terima kasih masih mau menjaga Sandra, meski sering kena pukul dia. Gak usah sungkan lagi sama saya. Bik Sumi itu sudah saya anggap bagian keluarga. Kalo perlu apa-apa, bilang ke saya."

Bik Sumi yang dipeluk oleh majikannya, jadi terharu. Beberapa buliran bening mengalir deras dari kedua pelupuk mata.

"Nyonya, terima kasih banyak telah memperlakukan saya dengan baik. Memang tugas saya untuk jagain Non Sandra. Maafin saya, Nyonya. Saat itu, gak ada di rumah. Saya sedang belanja ke pasar," ungkap Bik Sumi sambil menangis tersedu-sedu.

Nyonya Anggara mengurai pelukan lalu mengambil tisu. Wanita bertinggi badan 170 cm tersebut mengusap air matanya. Kini, Nyonya Anggara memegang kedua bahu asisten rumah tangga ini sambil tersenyum.

"Gak perlu minta maaf, Bik. Namanya udah takdir. Kita hanya menjalani saja. Eh, iya. Tolong dilihat, semua barang udah naik belum?"

"Tinggal baju Nyonya dan Nona yang belum."

"Baju kita nanti taruh mobil hitam aja. Saya mau ganti baju dulu. Tolong, Bik Sumi kemasi baju punya Sandra, ya."

"Baik, Nyonya." 

Ny. Anggara pun beranjak meninggalkan kamar. Sementara Bik Sumi segera menuju lemari dan mulai mengemasi semua pakaian sang nona. Sembari melipat baju dan menyimpan ke dalam travel bag kedua mata Bik Sumi awas menatap kaca jendela. Ada hawa dingin menyelimuti dalam ruangan  Sementara itu, bulu kuduk wanita separuh baya ini meremang.

Yang barusan lewat apa, ya? Tapi kok mirip kepala? Bik Sumi bertanya dalam hati. Dia mengusap kedua lengan yang bulunya merinding, saat hawa sedingin es menerpa kulit tubuhnya. Bik Sumi yang sudah merasa ada sesuatu, segera melirik obat di meja. Ah, syukurlah. Non Sandra sudah minum obat. Moga bisa tidur pulas, batin wanita separuh baya tersebut.

Beberapa saat kemudian, tampak olehnya sebuah kepala tanpa tubuh melintasi kaca jendela. "Ya ampun! Apa itu? 

Meski ngeri, wanita separuh baya ini nekat bangkit lalu beranjak ke jendela. Saat kedua tangan akan membuka daun jendela, ....

"Bik, ayo kita berangkat!" ajak Ny. Anggara yang datang mengangetkannya. Wanita separuh baya ini pun langsung menoleh ke sumber suara.

"Eh, eh ... Nyo-Nyonya."

"Ada apa, Bik? Macam orang takut gitu?" tanya Ny. Anggara sembari mendekat.

"A-anu ... i-itu, Nyo-Nyonya ..." Bik Sumi menjawab dengan tubuh menggigil.

"Duduk dulu, yuk!" Kemudian, Ny. Anggara membimbing asisten rumah tangga menuju kursi. Setelah Bik Sumi duduk dengan baik, sang nyonya segera mengulurkan botol minuman dari meja.

"Minum dulu, Bik! Biar bisa tenang," saran Ny. Anggara sambil tersenyum ramah. 

Wanita di hadapannya mulai menyedot minuman beberapa saat. Raut wajah Bik Sumi mulai tak pucat lagi. Dia mulai tersenyum tipis, meski tampak memaksakan diri. Ny. Anggara kemudian duduk di sisi ranjang dengan mata menatap lekat ke raut wajah Bik Sumi.

"Udah lega, Bik?" tanya wanita yang kini sudah berganti dengan setelan blus dengan celana jeans.

"Sudah, Nyonya," jawab Bik Sumi.

"Ada apa, Bik?" tanya Ny. Anggara lembut. Wanita yang masih cantik di usia lima puluh tahun ini tersenyum. Dia mencoba menenangkan Bik Sumi.

"A-anu ... han-hantu, Nyonya."

"Mana ada, hantu jam segini, Bik?"

"Ada tadi, Nyonya."

"Ah, mungkin hantu keliru jadwal kerja itu," balas Ny. Anggara bercanda agar pikiran Bik Sumi tak tegang. 

Beberapa saat, wanita berdaster tersebut mengambil napas panjang. Kemudian, dia menghempaskannya kembali. Bik Sum menundukkan pandangan. Dia tak ingin menatap ke arah jendela. Ny. Anggara duduk agak mendekat ke Bik Sumi. Dia lalu memegang jemari tangannya.

"Cerita, ada apa?" tanya Ny. Anggara sambil tersenyum ramah.

"Tadi di kaca jendela, ada kepala lewat, Nyonya."

"Maksudnya, kepala tanpa tubuh?" tanya Ny. Anggara ingin memperjelas pernyataan Bik Sum barusan.

Bik Sumi pun mengangguk. Ny. Anggara seketika mengarahkan pandangan ke jendela. Tak tampak apa pun di sini. Tak bisa dipungkiri oleh Ny. Anggara, dirinya pun merasakan perasaan aneh.

"Emang kita harus segera pindah dari sini. Kasian Non Sandra. Bisa digangguin terus," papar Bik Sumi sambil memandang Sandra yang tidur pulas. Wanita ini tersenyum merasa bersyukur sang nona tak terganggu tidurnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status