Keningku mengerut dengan kedua alis yang menyatu. Kedua netra hazelku mengerjap, menyesuaikan entitas cahaya yang masuk ke dalam mata. Hingga pandanganku terjatuh pada sesosok pria yang duduk di single sofa seraya menatapku.
Tubuhku menegang melihat tatapan pria itu yang sangat membunuh. Perlahan, ia mendekat, begitu dekat, sangat dekat sampai aku merasakan terpaan napas hangatnya mengenai wajahku. Perasaanku mulai tidak karuan, spekulasi buruk memenuhi otakku.
Dan, suara yang sangat aku kenali menyapa pendengaran. "Dia milikmu sekarang, kau bisa menikmatinya kapan saja."
Bagai jantung yang ditusuk ribuan belati. Aku tidak menyangka dengan ucapan kakakku yang terlontar seolah tanpa beban.
Tubuhku mati rasa, melihat sosok yang sangat aku percaya akan selalu menjagaku, melindungiku, menyayangi dan bahkan memenuhi kebutuhanku hanya bergeming ditempatnya ketika tubuhku mulai dijamah lelaki lain.
Tanganku memberontak namun percuma mereka telah mempersiapkan semuanya. Kedua tanganku terikat pada pada sisi ranjang. Tak hanya tangan, kakiku diperlakukan hal yang sama.
"Seperti biasanya, kau sangat cantik dan manis. Mungkin, akan lebih manis kau diam dan menuruti segala ucapanku." Tangan pria itu membelai wajahku membuatku seketika memalingkan wajah, dia menyunggingkan senyum.
"Kemarilah, sayang. Kau milikku sekarang, apa kau tidak mendengar apa katanya?" Katanya lagi seraya menekan kata'nya' membuatku ingin menghilang dari dunia ini. Aku belum cukup kuat menghadapi keterkejutan ini.
"Kak Garvin?" ujarku lirih nyaris berbisik. Pria dihadapanku mengangguk, lalu mengecup kilat bibirku. Dan, aku dibuat kaget sekali lagi. Sebenarnya, apa yang terjadi di sini?
"Dan, mulai saat ini. Berhenti memanggilnya seperti itu. Cukup Garvin." Ia berkata lagi, aku tidak tahu maksudnya. Mengapa aku tidak boleh memanggil kakakku sendiri?
Aku dibuat panik kala tangan pria itu mulai membuka satu persatu kancing piyama yang aku kenakan. Oh, ya tuhan! Jangan terjadi lagi, aku mohon! Batinku berteriak. Entah pada siapa yang bisa saja mendengar teriakkan ku ini.
"Garvin, kau duduk di sana." Belum sempat aku memprotes bibirnya menabrak bibirku. Sangat kasar, brutal dan menyakitkan.
Tidak berhenti sampai di situ. Pria itu melakukan lebih pada tubuhku hingga air mataku tumpah tiada henti bak air hujan. Aku meminta pertolongan pada Kak Garvin agar segera berlari ke arah kami dan melepaskan persatuan tubuh ini yang sangat menyesakkan.
Kak Garvin, pria itu duduk di sofa seraya menyaksikan aku yang tengah bersusah payah menahan tubuh temannya ini yang hendak berbuat tidak senonoh padaku hingga tamparan keras bertubi-tubi mendarat di pipiku, Kak Garvin tetap diam.
Aku sudah kehabisan tenaga melawan pria itu ketika akhirnya aku hanya pasrah dalam kungkungannya. Aku masih tidak mengerti kenapa Kakakku hanya diam saja saat aku tengah dimakan dengan ganas dan kasar oleh pria lain yang belum sah menjadi suamiku. Dan yang lebih menyakitkan lagi, Kakakku sendiri yang mengklaim jika aku miliknya dan dapat dinikmati kapan saja. Oh ya Tuhan, sebuah kejutan yang membuatku ingin mati saja.
Wajahku sudah basah dengan air mata dengan sekujur tubuh yang penuh dengan bercak-bercak merah dan saliva yang menyatu. Aku menjerit tertahan, kala miliknya menghentak kasar lubang lembah yang kupunya dan sensasi hangat menjalar di sekitaran perut bawahku.
Aku menangis keras, aku disetubuhi tepat di hadapan Kakakku sendiri. Hidupku sudah tidak ada artinya lagi. Pria itu benar-benar menjadi mimpi buruk di sepanjang hidupku.
"Seperti biasa, kau sangat nikmat. Selalu berhasil membuatku puas dan ingin lagi. Tak sia-sia aku menginginkanmu." Seringaian yang ditampilkan pria itu membuatku bergidik ngeri.
Perlahan, ia menjauh. Menepuk punggung Kak Sam seraya kembali memakai jubah piyamanya sesaat sebelum melangkah keluar. Mataku menyaksikan Kak Garvin yang mengekor di belakangnya, meninggalkan aku yang berbaring ditempat tidur dengan linangan air mata seraya meratapi nasib menyedihkan yang aku terima. Dosa apa yang aku perbuat di masa lalu sampai aku disetubuhi brutal di depan mata Kakakku sendiri. Tubuh, bibir, dan lubang maduku sudah habis dikuasainya. Dan sudah kesekian kalinya, pria itu menggagahiku. Habis sudah harga diriku.
Suara dorongan pintu terbuka. Aku menoleh dan mendapati sosok pria itu yang berjalan menghampiri. Aku hanya pasrah, menerima nasib yang diperbuat pria itu lagi.
Pria itu membuka ikatan tali pada tangan dan juga kakiku. Namun, itu sama sekali tidak menyurutkan rasa takutku sebab pria itu sedang menatap bengis ke arahku seraya sesekali melirik tubuhku yang terekspos tanpa sehelai benangpun.
Kulihat tangannya menyentuh daguku lalu mendongakkan hingga kedua mataku bertubrukan dengan miliknya. Dari jarak sedekat ini, aku dapat menyadari jika lelaki itu memiliki sebuah tatto yang terdapat di dada sebelah kirinya dengan kata Mr. Right.
"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?"
"Y-yes, Mr. Right!"
"Good job!"
Yeah, Right. Really made my life dark.
Pada awalnya Felix juga ingin menempuh pendidikan ditempatyang sama dengan Darren tapi mempertimbangkan nanti orang tuanya hanya bertiga saja jadi Felix memilih tinggal. Anak itu menempuh pendidikan di tempat yang sama dengan Mario."Kau terlihat senang sekali?" Dave yang baru selesai mandi segera menghampiri Chloe yang tengah mempersiapkan bajunya sambil tersenyum bahagia."Tentu saja. Aku sangat merindukan Darren." katanya."Kalian video call setiap hari dan masih mengatakan rindu? Astaga." Dave mengacak pelan rambut Chloe yang sudah tertata membuat wanitanya itu mengerutkan bibirnya lucu. "Melihatnya secara langsung jelas berbeda dengan melihat dilayar. Aku terkadang iri dengan Celine dan Garvin." katanya."Felix anak yang ceria dan tidak pergi jauh sehingga Celine bisa melihatnya setiap hari. Sedangkan Garvin melihat Darren setiap hari.""Kau benar juga. Daripada kita
"Jika, kau dan Dokter itu saling mencintai. Ceraikan saja Dave. Aku juga tidak ingin memiliki menantu jalang sepertimu."Perkataan sarkas yang di luncurkan Nyonya Taylor berhasil membuat lubang di hati Celine, begitu terjal sampai terasa sangat ngilu. Sungguh, rasanya mulutnya ingin meluapkan segala perkataan yang ingin ia katakan, tapi sayangnya hanya mampu sampai di tenggorokan karena rasa nyeri di hatinya sudah sepenuhnya mengambil alih. Bahkan, untuk mengeluarkan sepatah kata saja rasanya sangat sulit."Mama."Perhatian dua orang wanita dewasa itu teralihkan saat Felix tiba-tiba saja datang dan menghampiri mereka."Sayang.""Mama kenapa menangis?"Celine langsung merengkuh tubuh si anak tapi tak dapat membuat tangisannya terhenti. Nyonya Taylor memalingkan wajahnya tidak tega melihat keadaan cucu dan juga menantunya. Tapi, ma
"Dan, kau berniat menghancurkan rumah tangganya." sela Nyonya Taylor dengan pandangan bengis. Mungkin, jika muncul sinar laser di sana Ansel sudah tinggal nama."Iya, pada awalnya memang seperti itu. Tapi, ketika aku melihat Felix, aku kasihan pada anak itu.""Lantas, mengapa kau bisa berbuat seperti itu pada Celine?""Saya bukanlah orang munafik yang mengatakan bahwa saya sudah tidak lagi mencintai Celine. Saya masih mencintai menantu Nyonya."Nyonya Taylor menggertak giginya kuat-kuat. Dave dan Chloe belum usai, menanti pertamanya itu masih berada di rumah intensif dan belum ada kemajuan untuk penyakitnya. Sekarang, di tambah lagi dengan permasalahan Celine dengan Dokter yang bern
Dave yang menyadari kehadiran sang anak tak berani mendekat. Darren sedang dikabuti dengan kesedihan dan ia tidak ingin Darren semakin tertekan melihatnya jika ia menghampiri anak itu. Toh, Darren sedang bersama Emily dan ia percaya jika wanita itu dapat menjadi tumpuan untuk Darren. Lengkap sudah penderitaan Dave, ia sangat tidak becus menjadi ayah dan sangat tidak bertanggung jawab sebagai suami. Pantas saja, Chloe menggugat cerai padanya."Terkadang Tuhan menggunakan rasa sakit untuk mengingatkan, mengoreksi, mengarahkan, dan menyempurnakan hidup kita. Bertahanlah, Chloe. Aku janji aku akan menjadi ayah dan suami yang baik untukmu.""Baiklah, Bi. Aku mau." Darren berbalik dan langsung mengangguk pada Emily.Emily tersenyum. "Darren memang anak baik. Kita makan sekarang, yuk."Nyonya Jacobs itu menuntun Darren agar duduk di kursi tunggu dan mulai menyiapkan m
"Wow, kau bahkan rela mengungkap identitas mu sebagai dokter tripel-board, Nona Joko, demi menyelamatkan Chloe?" Ansel yang sedari tadi menunggu di luar berkomentar saat Yuna keluar ruanganDokter Joko atau si kelinci kuning adalah salah satu dari beberapa dokter terhebat yang pernah ada karena memiliki kemampuan super jenius juga menjadi kebanggaan rumah sakit tempatnya bekerja selama ini. Joko atau Yuna selama ini begitu dihormati ketika berkarir di Amerika karena kemampuannya. Berbagai pujian sering mendatanginya karena hasil kerjanya yang selalu memuaskan. Petinggi rumah sakit mereka yang terdahulu yang pernah divonis lumpuh bahkan kini menunjukan perubahan signifikan setelah di operasi oleh Yuna, oh ya dia juga bagian dari tim peneliti yang menciptakan vaksin untuk sebuah virus berbahaya. Walau masih muda perstasinya sangat mengagumkan. Yuna selain pada dasarnya cerdas dia juga sangat ambisius dan selalu ingin menjadi yang terdepan maka inilah hasilnya.
Pesta besar di kediaman Taylor sekaligus penyambutan kembalinya putra sulung yang menempuh pendidikan di negeri jauh, Amerika Serikat.Kedatangannya telah ditunggu dan rupanya bukan hanya oleh keluarga dirumah tapi satu negara ini karena bahkan di bandara internasional yang menjadi tempatnya mendarat nanti bak pesta sambutan pribadi telah diatur dengan sedemikian rupa oleh penggemar keluarga pengusaha.Sementara dibandara begitu diramaikan oleh orang yang menunggu anak pertama keluarga Taylor, dirumah kediaman diramaikan oleh gelak tawa anak-anak yang katanya ikut membantu para orang tua untuk menyiapkan acara penyambutan.Di pimpin oleh Axel yang mana paling tua diantara rombongan anak-anak entah sudah berapa kali mereka memecahkan balon hingga mengagetkan. Meskipun sudah di tegur pun akan terjadi lagi dan lagi. Itu yang disebut membantu?"Kak~" suara Mario yang merengek karena terus saja di jahili Felix dan Leo.