Share

Dirty way

Lenguhan panjang Chloe mengenai sekitaran leher dan dada Dave yang kini hanya mengenakan bathrobe selepas mandi. Gadis cantik itu bersandar pada dada bidang lelaki itu akibat serangan ciuman tiba-tiba yang membuatnya kehabisan tenaga dan kakinya melemas. Mungkin, jika tidak disangga oleh Dave, Chloe sudah jatuh tersungkur.

"Da-hmm." belum sempat Chloe memanggil. Dave sudah mendaratkan ciuman lagi, kali ini membuat bibir tipis gadis itu terasa perih.

"Kau harus melayaniku, sekarang. Aku tidak menerima penolakan apapun." bisik Dave yang terdengar sangat mengerikan. Tangan kekar itu memegang rahang Chloe, menengadah ke atas. Dan, dilihatnya wajah cantik sayu nan menggoda milik Chloe.

Dilumatnya sekilas bibir ranum yang telah membengkak itu sebelum mengangkat dan menghempaskan tubuh si empunya di atas kasur.

Belum selesai Chloe menghela napas, Dave kembali mendaratkan ciuman, kali ini leher jenjang si cantik yang menjadi sasaran. Dihisapnya kuat sekitaran sana hingga menimbulkan bercak keunguan. Lenguhan panjang tak dapat Chloe hentikan, aksi serangan Dave membuat bagian bawahnya bergelinjang.

Kaki Chloe menghentak kala Dave kembali berpindah pada dua gundukan kenyal. Gadis itu tidak siap dengan perlakuan kasar lelaki itu yang seolah tidak ada ampun. Chloe menjerit tertahan ketika dirasa tangan kekar itu meremas habis miliknya. Bahkan, sesekali menggigit bola kenyal itu dengan kuat.

"Kau selalu nikmat seperti biasanya, Chloe." bisik Dave sensual seraya bermain pada sekitaran telinganya. Kontan saja, si cantik merasakan geli yang menyerang di area bawahnya. Kakinya tidak bisa diam, mencoba menghalau perasaan ingin lebih yang menguar.

"Aku akan pergi ke luar kota besok. Jadi, aku ingin sepuasnya bermain denganmu malam ini. Dan, kau menolak?" Chloe meringis menahan sakit di kepala akibat rambutnya yang dijambak dengan keras. Dave menatap nyalang pada gadis cantik yang kini berada di bawah kungkungannya.

Chloe meringis lalu menggerakkan tangannya, mengelus wajah tampan milik Kenneth untuk menenangkannya. Lebih tepatnya, menahan amarah yang sebentar lagi akan berimbas padanya.

"Dave, aku tidak pernah menolakmu." susah payah Chloe mengatakannya sebab sungguh jambakan di rambutnya semakin kuat.

"Ha-hanya saja, pelan-pelan. Aku mohon." Si cantik berkata dengan hati-hati takut Chloe salah mengartikan ucapannya. Jika, ia mengatakan agar pelan-pelan mungkin saja lelaki itu akan mengira jika Chloe memerintahnya.

Dave mendengus dan kembali menyerang tubuh Chloe tanpa ampun. Gadis itu mengerang kala dalam sekali hentak, Dave sudah memasukkan benda tumpul itu sepenuhnya ke dalam lubang madu milik Chloe.

"Kau milikku, Chloe. Tak ada yang dapat membantahnya."

Setelah itu, Chloe merasakan tubuh bawahnya terkoyak habis akibat hentakan Dave yang begitu kuat. Tak terasa, air matanya perlahan meluruh. Sungguh, hujaman yang diberi lelaki itu sangat menyiksa.

Plak!

Tamparan keras itu mendarat mulus di wajah Chloe. Dave menatapnya bengis tanpa mengurangi tempo persetubuhan di bawah sana. Chloe mengaduh sakit.

"Aku tidak menyuruhmu menangis. Mendesah lah, sayang." ujar Dave seraya mengisap kuat leher Chloe dan memijat dua bola lunak itu dengan kencang, sesekali menggigitnya kuat seperti bayi kehausan.

Seperti yang dikatakan Dave, Chloe melenguh panjang setelah pelepasan pertamanya di malam ini. Lelaki itu menyeringai lalu mencengkeram kuat lengan Chloe hingga kuku jarinya memutih. Gadis itu menahan kembali sakit di sekujur tubuh.

"Katakan jika kau milikku!" gertak Dave bengis.

Chloe mengangguk lemah. Tubuh bawahnya terasa perih seiring hujaman yang semakin kencang.

"A-aku milikmu, Dave!" erang Chloe seraya merasakan tembakan kecil yang memenuhi bagian perut bawahnya. Dave pelepasan dan seketika ambruk diatasnya, memeluk tubuh Chloe.

***

Tik!

Ruangan itu menyala, memperlihatkan isinya. Garvin berjalan gontai menuju kasur dan merebahkan dirinya di sana. Kedua maniknya menatap langit-langit kamar, pikirannya melayang seolah di atas sana adalah sebuah film yang menampilkan potongan kisah adiknya yang tersenyum lebar bahkan tertawa begitu kencang.

"Kakak rindu kau, Chloe." bisiknya pelan.

"Iya, Kak?" sebuah suara yang sangat ia kenali menyahut. Itu, hanya halusinasi yang ia buat. Perlahan, kepalanya menoleh ke samping ketika dirasa ada yang sedang memperhatikan. Namun, kala tubuhnya sudah miring ke samping, sosok itu yang benar-benar seolah ada sedang tidak menatapnya, melainkan ke arah pandangannya yang awal, yaitu langit-langit kamar.

Garvin memperhatikan bagiamana senyum itu perlahan terbit di wajahnya. Sesaat kemudian, manik keduanya bertemu.

"Chloe, kakak merindukanmu." Garvin menyentuh pipi gadis itu yang tengah mengembung akibat senyuman.

Tak ada suara lagi, sosok itu hanya tersenyum. Bahkan, ketika Garvin mulai terisak ia tetap menampilkan senyuman. Sebuah senyum yang sangat melukai hatinya.

***

Seorang pria muda berparas tampan tengah duduk di kursi pesawat tujuan Indonesia. Ukiran senyum tidak pernah lepas dari bibirnya. Setelah sekian lama ia menanti hari ini, mengingat sebentar lagi ia akan bertemu dengan gadisnya yang sudah ia tinggal selama satu tahun.

Sebetulnya, kepulangan Arthur dari negri Paman Sam bukan hanya sekedar ingin bertemu dengan gadis cantik incarannya itu. Namun, melepas rindu pada sosok ibunya menjadi alasan utama. Arthur Taylor, pria berwajah tampan dengan lesung pipinya yang mempesona.

Terhitung sudah satu tahun ia tidak mengunjungi tanah kelahirannya itu, mengingat ia sangat sibuk mengejar pendidikan dan juga karier di negri orang. Perasaan senang seketika menjalar ketika perlahan pesawat take off meninggalkan landasan.

"Tunggu aku, setelah sukses nanti aku akan segera melamarmu." ujar Arthur seraya mengusap sebuah figura sosok gadis cantik yang tengah tersenyum lebar.

***

Dave terbangun dari tidurnya ketika dering ponsel terdengar meraung-raung. Lelaki itu berdecak sesaat sebelum mengambil benda pipih itu di atas nakas.

"Hello, Brother!" Dave berdehem.

"Kau tidak mau menyambut kepulangan adik tampan mu ini?" sosok diseberang sana terkekeh. Dave hanya memutar kedua bola matanya, malas.

"Kau pengacau tidurku." cerca Dave membuat Arthur tertawa.

"Kau sensitif sekali, seperti gadis PMS." balas Arthur sarkastik. Dave menghela napas, sedari dulu adiknya itu sangat menyebalkan. Hidupnya tidak tenang.

"Untuk apa kau kembali?"

Seolah omongan Dave adalah lelucon, Arthur malah tertawa lepas di sana. Sungguh, selera humor yang rendah.

"Untuk menguras segala kekayaanmu."

Dave berdecih. Rasanya, ia ingin menerkam adiknya hidup-hidup dan membuangnya ke laut.

"Bercanda, bro! Aku sudah dibunuh lebih dulu sebelum memulai." Arthur masih saja tertawa.

"Sangat tidak penting. Cepat! Apa yang kau inginkan sebelum aku-"

"Oke-oke, aku ingin kau segera memberi tahu alamat gadis yang pernah aku minta bantuanmu. Aku ingin segera menemuinya sekarang, sebagai surprise."

Tak ada suara. Dave bergeming ditempatnya seraya menatap Chloe yang tengah tertidur pulas. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa bulan lalu ketika Arthur menyuruhnya mencari alamat gadis yang selama ini sudah menjadi istrinya. Tak ada yang memberitahu adiknya itu perihal ini.

"Dave? Kau masih di sana, Brother?"

Dave berdehem, memberitahu jika ia masih ada.

"Bagus, dimana alamatnya? Cepat kasih tahu."

"Aku tidak tahu. Tidak ketemu." alibi Dave yang disambut desahan kecewa adiknya itu.

"Kau yang benar saja?! Tidak ada satupun anak buahmu yang menemukannya?" Pria itu berteriak murka.

"Tidak ada." Dave berdecih dan segera memutuskan sambungan secara sepihak.

Dave menghela lalu mengamati wajah damai Chloe yang terlelap. Ditelusuri tubuh gadis itu yang terdapat banyak bercak keunguan, pipinya memerah, bibir ranum itu membengkak, dan bekas tamparan di pipi kanannya. Dave sungguh kasar ketika sudah bercinta dengannya.

Perlahan, tangannya terjulur mengusap bercak ungu disekitar leher Chloe. Dave melakukannya dengan hati-hati, takut mengganggu tidur si cantik.

Senyum Dave terbit begitu mendengar ringisan kecil Chloe kala ia menekan bibirnya yang sedikit luka.

Rahangnya mengeras. "Cara balas dendam yang begitu apik. Tak apa, jika aku harus mengotorkan tanganku. Yang terpenting, rasa sakit hatiku terbalaskan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status