Garvin baru saja menjejakkan kakinya memasuki cafe bernuansa rustic yang terletak di persimpangan jalan. Sejauh mata memandang, tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia datang ke sini. Hanya sedikit tambahan furniture yang terletak di setiap meja.
Seorang gadis cantik dengan wajah oriental tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangan menyambut kedatangan Garvin. Tampak jelas, raut antusias yang tercetak di sana.
Garvin kembali melanjutkan langkahnya, menghampiri gadis cantik berbalut midi dress berwarna putih dengan motif garis horizontal yang sudah duduk damai di kursinya.
Tepat ketika Garvin mendaratkan bokongnya pada kursi kayu itu, mata keduanya bertemu pandang. Gadis itu masih saja memamerkan jejeran gigi putihnya. Cantik! Pria mana yang tidak terpesona dengan paras cantik seorang Celine Stewart? Model ternama dengan segudang prestasi dan lengkungan bibir yang manis.
Tanpa sadar, detakan familiar di dadanya kembali hadir. Entahlah, Garvin tidak dapat menghitung berapa kali detakan aneh itu datang sejak ia bertemu dengan Celine.
Cukup lama mereka berdua terhanyut dalam tatapan itu hingga Garvin yang memutuskan lebih dulu. Pria itu membuang tatapan ke sembarang tempat dan berakhir pada sebuah koper besar yang berada di samping Celine.
"Kau mau pergi?"
Celine mengangguk setelah menyesap cairan hitam pekat yang sudah ia pesan sebelumnya.
"Kemana?"
"Surabaya. Tempat nenekku."
Garvin hanya ber-oh ria dan menyaksikan Celine yang kembali menyesap minumannya.
"Seperti yang sudah kau janjikan sebelumnya. Kau akan memberikan kepastian padaku setelah aku berhasil memenangkan fashion week dan kembali ke Indonesia. Tentu saja, aku menagih itu sekarang." ujar Celine frontal dengan senyuman yang tidak pernah luntur.
Dahi Garvin berkerut dengan alis yang sedikit menyatu. Sejujurnya, ia belum menemukan kalimat yang tepat untuk situasi sekarang ini. Memang benar apa yang dikatakan Celine, ia berjanji akan memberi kepastian pada gadis itu selepas ia kembali dengan membawa kemenangan. Sebab, Celine akan terus merengek tidak mau menerima tawaran itu jika Garvin tidak ikut menemaninya. Tentu saja, ia tidak bisa.
Garvin berdehem lalu menghela napas panjang, ia tengah memantapkan hatinya sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin saja akan menyakiti Celine. Terlalu sulit mengatakan namun harus segera diluruskan.
Matanya menatap lurus ke wajah Celine yang nampak berbinar senang. Celine menggigit bibir bawahnya, seolah tidak sabar menunggu Garvin mengucapkan sesuatu yang sudah lama ia nantikan.
"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana."
"Katakan saja apa yang ingin kau katakan, aku akan mendengarnya."
Kepala Garvin merunduk dengan otak yang tengah bekerja sama dengan pikiran, mencoba merangkai kalimat yang akan ia utarakan sebentar lagi. Dan semoga saja, Celine dapat memahaminya dan tidak melakukan hal-hal yang membahayakan seperti yang sudah-sudah.
"Aku..."
***Nancy merengkuh tubuh Chloe yang bergetar hebat, gadis cantik itu tengah menangis sesenggukan. Nancy tahu, jika Chloe tengah mencoba menyembunyikan tangisan di balik kedua tangan yang menutupi wajahnya.Namun, tetap tidak bisa. Rasa yang ia terima terlalu sakit untuk ditunjukkan dan terlalu sulit untuk disembunyikan. Ingin hati memendam tapi bibir seakan ingin berteriak.
Seceria apapun Chloe hari ini, tapi matanya tidak dapat berbohong jika ia menyimpan segala luka perih dan sejuta kesedihan. Nancy merunduk merasa bersalah sebab sudah mencongkel luka, sebuah luka penderitaan yang tidak seharusnya diungkit dihadapan Chloe. Terlebih lagi, gadis itu tengah merasakan bahagia.
Waktu berjalan selama satu bulan, dan selama itu pula ia hidup sebagai istri yang hanya dijadikan formalitas belaka. Sebab, pada kenyataannya ia tidak lebih dari seorang budak nafsu Kenneth. Di usia yang masih terbilang sangat muda, Chloe harus merelakan pendidikannya yang sangat ia impikan adalah sebuah hal yang menyakitkan.
Dalam lubuk hatinya, Nnacy tidak bermaksud mematahkan semangat Chloe untuk mengenyam pendidikan. Hanya saja, mengingat perlakuan kasar Dave pada Chloe yang mungkin saja akan lebih membuat gadis malang itu terluka. Nancy menyayangi Chloe.
Nancy masih mengingat jelas ketika sekujur tubuh Chloe membiru selepas malam pertamanya dengan Dave. Bahkan, sudut bibir Chloe pernah berdarah karena tamparan.
Hidup dengan penuh tekanan memanglah sangat tidak nyaman. Takut menolak namun tidak sanggup jika Dave terus menyakitinya, sangat malang.
Pernah sekali waktu Dave menginginkan Chloe dalam satu jam tanpa celah. Kulit Chloe harus mulus tanpa noda membuat Nancy harus menulikan telinganya, mengabaikan ringisan sakit Chloe yang menyedihkan ditambah lagi dengan tangisan kecil.
"Maaf, Chloe. Aku tidak bermaksud mematahkan semangatmu. Tapi, aku takut jika kau semakin terluka. Bisa saja, setelah Dave mengetahui ini kau semakin sakit." Nancy menghembuskan napasnya lalu mengelus bahu Chloe.
Semoga saja takdir baik sedang menunggumu di masa depan dan semoga ada orang yang berbaik hati melepaskanmu dari Dave dan memberi kebahagiaan. Entah kenapa, Nancy merasa jika Garvin bukan orang tepat. Pikirnya sarkas, meski Dave selalu menyakiti Chloe namun yang ia tidak suka malah Garvin. Kakak bodoh, yang menyerahkan adiknya begitu saja dalam kungkungan Dave.
"A-aku tahu, tapi—"
"Sudah, tenangkan dirimu dulu. Kita akan membicarakannya nanti."
***Arthur menjatuhkan gelas di tangan. Tiba-tiba saja, ia seperti orang yang kehilangan kesadarannya. Ia ingin menuangkan air untuk menghilangkan dahaga di tenggorokannya. Tapi, tanpa diketahui air yang ia tuang berlebihan hingga meluber keluar dan ketika ingin menyudahi, Arthur tidak sengaja menjatuhkan gelasnya.Memejamkan matanya sekilas lalu membukanya lagi, otaknya blank tiba-tiba. Arthur sudah bisa mengendalikan emosinya selepas menangis keras mengingat gadis yang ia cintai.
Namun, yang terjadi kini Arthur hanya diam dan melamun. Bahkan, ia sampai tidak sadar jika air sudah meluber membasahi tangan dan lantai.
Dua tahun sudah berlalu, sejak perpisahannya dengan Chloe. Semua berjalan lancar hingga tiga minggu lalu gadis itu sulit dihubungi, bahkan sering menolak panggilannya. Namun kini, semua terjawab sudah. Kisah kelam semasa hidupnya. Gadisnya menikah dengan kakaknya sendiri. Oh, Ya Tuhan! Ini sebuah lelucon takdir yang menyedihkan.
Tangan Arthur bergerak, merogoh saku celananya dan menemukan sebuah cincin berwarna putih. Cincin yang sudah ia design dan dipesan khusus untuk meminang Sheila kini tidak ada artinya. Usahanya sia-sia.
Lagi, air mata Arthur menyeluruh tanpa bisa ditahan. Jika saja, Arthur kembali lebih awal ke Indonesia mungkin semua ini tidak akan terjadi. Ia menyesal, telah meninggalkan Chloe.
"Arthur." pantau Maria seraya berjalan menghampiri.
Arthur terburu-buru memasukkan kembali cincin berlapis berlian itu ke dalam sakunya. Namun sial, tanpa disadari Arthur cincin itu malah meleset hingga terjatuh dan berakhir di lantai.
"Kau sedang apa? Oh, astaga. Apa yang kau lakukan, Arthur?" seru Maria kala melihat banyak air di sekitar anaknya.
"Aku tidak sengaja menumpahkan air saat minum."
Maria menghela napas dan segera memanggil pelayan untuk segera membersihkan tumpahan air itu. Lalu, menatap Arthur yang pergi begitu saja dan disusul dengan suara pintu tertutup.
Melihat kelakuan Arthur yang tidak biasa membuat Maria harus berpikir keras. Anak seceria dan seaktif Arthur tidak pernah murung dan menjadi pendiam seperti itu.
"Nyonya, Maaf. Ini ada sebuah cincin jatuh."
Maria menoleh ke arah pelayannya yang tengah menyodorkan sebuah cincin berlian dengan sebuah batu permata putih yang menjadi pelengkap ditengahnya. Terlihat simpel namun terkesan mewah dan elegan.
Mata Maria sangat jeli mengamati bentuk cincin itu yang terlihat familiar. Hatinya mengatakan jika itu sebuah cincin pernikahan, terlihat dari coraknya. Tidak beda jauh dengan apa yang ia pakai sekarang.
Maria memfokuskan penglihatannya pada bagian dalam cincin itu yang tertera sebuah pasang nama. Kontan saja, wanita paruh baya itu melebarkan dua matanya tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
'Arthur and Chloe'
Dua buah nama yang membuat Maria sangat terkejut.
"Tenang saja, aku sudah memiliki calon. Dia gadis cantik dan baik."
"Mommy pasti setuju dengan pilihanku yang satu ini."
Terngiang jelas ucapan Arthur yang begitu bahagia menceritakan sosok gadis yang selama ini adalah Chloe. Sungguh persatuan takdir yang malang.
Mobil Audy hitam itu melaju kencang membelah jalanan yang tengah ramai. Celine bukan mengurangi laju malah semakin menekan pedal gas lebih dalam. Suara klakson dan umpatan dari pengemudi lain sudah acap kali gadis itu dapatkan.Tangannya yang memegang stir kemudi terkepal kuat, nampak jelas dari kuku jarinya yang memutih. Perlahan, matanya berkabut dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Rasa nyeri itu masih sangat terasa menghantam hatinya. Kilatan kejadian beberapa waktu lalu masih terngiang di kepalanya."Aku... sepertinya aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan selama ini. Aku terlalu naif mengatakan aku mencintaimu. Tapi, sekarang semua telah berubah. Nasib kita bertolak belakang."Kalimat Garvin dihadapannya ini seketika melunturkan senyum manis dibibir Celine. Gadis berparas cantik itu tidak menyangka akan disambut dengan kalimat menyakitkan itu. Sedari tadi, ia sudah sangat bersemangat bertemu dengan
Tampak Arthur tengah berdiri di depan sebuah Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan pentas drama bertajuk Putri Salju dengan ia dan Chloe yang menjadi pemeran utama."Aku mencintaimu, Putri Saljuku.""Aku juga mencintaimu, Pangeranku."Gemuruh tepuk tangan di Gedung Kesenian ini seketika terdengar. Beberapa orang berdiri seakan kagum dengan pertunjukan yang dilakukan sekolah ini. Seluruh pemain tersenyum lebar. Ya, mereka telah berhasil menghibur.Para pemain dan pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya acara ini terlihat meninggalkan panggung satu persatu. Tak terkecuali, Arthur yang sontak saja menggenggam tangan Chloe untuk turun bersama."Kau sangat cantik hari ini, Chloe. Aku janji, pernikahan dalam drama ini akan ku wujudkan dalam dunia nyata." bisik Arthur selepas menginjakkan kaki di anak tangga terakhir.
Dave hanya bisa mendengar rintihan Celine yang menyebut nama Garvin diselingi isakan tangis. Hanya bisa mengepalkan tangannya tanpa bisa melayangkan, melampiaskan amarah pun tidak bisa.Dave hanya bisa memendam. Memendam dalam diam rasa marah dan sakit yang tanpa sadar melukai hatinya. Meski dalam hati, ia mencoba menenangkan diri dengan kalimat aku akan membalasnya nanti.Meski tidak tahu apa yang terjadi pada Celine yang sebenarnya. Namun jelas terlihat jika gadis itu seperti dicampakkan. Terlebih lagi, Celine memiliki rasa cinta yang teramat dalam pada Garvin.Sedari dulu, sudah acap kali Celine melakukan hal yang membahayakan diri sendiri. Mengingat perkataan saksi mata jika mobil Audy hitam yang dikendarai gadis itu melaju sangat kencang sebelum akhirnya terjatuh ke dalam sungai.Dapat disimpulkan, jika telah terjadi sesuatu antara Garvin dan Celine. Mungkin benar, dugaan Dave yang mengata
Chloe masih tertidur dengan lampu kamar yang padam ketika Dave baru saja datang. Kemarin, ia langsung memesan tiket penerbangan malam dan kembali saat jarum jam mengarah pada pukul tiga dini hari.Pulang dengan cara yang tidak benar, tanpa ada salam penutup dan kata pamit pada kedua orang tua Celine. Dan juga, meninggalkan pekerjaan yang seharusnya ia selesaikan di sana. Namun, semua sudah terkabuti amarah hingga ia memilih mundur.Dan Dave, membutuhkan pelampiasan yang dapat menenangkan hatinya. Tubuh itu menyusup, ikut masuk ke dalam selimut dan mendekap tubuh Chloe yang hangat, menelusupkan kepalanya pada perpotongan leher si cantik dan menghirup aromanya.Hingga kedua matanya mengarah pada belah bibir Chloe yang terbuka sedikit. Dave mendesis merasakan sesuatu bagian bawahnya yang mulai berkedut, mengembang, dan membuatnya sesak. Tubuh Chloe memang sangat menggiurkan, seperti itu saja membuat Dave terangsang.
"Perumahan Katedral, blok A nomor 14."Sedari tadi, hanya kalimat itu yang diucapkan Arthur berulang kali. Tangannya meraih bungkus sereal dan menuangkannya pada mangkuk dilanjut dengan susu putih yang sudah ia siapkan sebelumnya.Tadi sore, ia berhasil menemukan Chloe dan berinisiatif untuk mengikuti langkah gadis itu. Memasuki sebuah mobil Audy merah dan melesat jauh. Hingga akhirnya, mobil itu terhenti pada sebuah komplek perumahan yang tidak terlalu jauh dari kantor Dave.Sepertinya, anak sulung dari keluarga Taylor itu telah mempersiapkan segalanya. Terlihat dari dua penjaga yang selalu mengawasi sekitar di depan rumah.Selepas memantapkan hatinya, Arthur keluar dari mobil dan berjalan mendekat pada rumah bercat putih itu. Langkahnya memelan ketika dua penjaga itu melihatnya dengan penuh intimidasi."Aku adiknya Dave, anak bungsu dari keluarga Taylor." ujar Arthur yang sama sekali t
Tadi, pagi-pagi sekali, Garvin sudah tiba dirumah Dave. Tujuannya hanya satu, mengecek kondisi Chloe yang mungkin saja dalam keadaan tidak baik.Mengingat jelas jika Dave kembali dengan perasaan gusar. Garvin merasakan itu, merasakan tatapan berang Dave yang seolah ingin membunuhnya ditempat. Tanpa bertanya, ia sudah menebak apa yang terjadi. Jawabannya hanya satu, Celine.Dibalik tembok, Garvin memandang dengan tangan terkepal melihat Dave keluar dari kamar Chloe. Melihat dari penampilan dan aura wajah, pasti Dave baru saja menyetubuhi Chloe untuk memuaskan dirinya. Lagi, adiknya yang malang itu harus menanggung segala perbuatannya.Tangan Garvin meraih secangkir kopi hitam hangat yang masih mengepulkan asap di atas meja lalu menyesapnya. Cairan pekat itu sedikit membantunya meringankan beban yang berkecamuk di otak. Meski tak berlangsung lama, kepalanya kembali berdenyut sakit seolah ditimpa batu besar.
Sebuah kejutan yang membuat Chloe benar-benar terkejut, Dave mengantarnya ke universitas dan mengijinkannya untuk kuliah, hal baik yang untuk pertama kali dilakukan Dave padanya. Meski dengan syarat, setelah kuliah selesai Chloe harus segera pulang, tidak boleh terlalu lelah karena setiap malam ia harus melayani Dave ketika ingin. Tentu saja, selalu ada timbal balik dalam kamus Dave."Aku tahu apa yang kau lakukan selama aku tidak dirumah. Tapi, karena semalam kau berhasil menenangkan pikiran dan juga menghangatkan tubuhku dengan sangat memuaskan maka aku mengurungkan niat untuk menghukumu." ujar Dave begitu sensual. Sepertinya, pria itu tidak peduli jika kegiatan malam mereka diketahui banyak orang. Maksud Chloe, ada Nancy dan Garvin di sini."Dan, aku juga telah membayar segala administrasi yang dibutuhkan. Uang yang kau keluarkan, sudah masuk kembali ke dalam rekeningmu."Selain terkejut ini juga sulit dipe
Arthur mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja sebuah kafe untuk menunggu kedatangan seseorang. Tadi, sebelum ia melesat menemui Dave, orang itu lebih dulu menghubunginya dan mengatakan jika ia mendapat informasi dari beberapa hal yang ia ingin ketahui. Maka, ia memilih waktu sekarang ketika selesai menemui Kenneth, akan ada banyak pertanyaan dan informasi yang memerlukan waktu lama. Meski masih terlalu pagi, pukul sepuluh siang.Tidak berapa lama, dari arah pintu muncul seorang bertubuh tinggi menjulang dan berjalan ke arahnya."Sudah menunggu lama?""Tidak terlalu." sahut Arthur enteng. Ya, hanya berkisar sepuluh menit."Baiklah, kau ingin berbasa-basi lebih dulu atau segera ke pembasahan?"Arthur berdecak, ia sudah tidak sabar ingin mengetahui fakta yang di sembunyikan oleh Dave. Dan pria ini, malah membuatnya tersulut emosi. Sejak pertemuannya dengan Dave, suasana hatinya langsung memburuk