Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Saat ini musim panas, dan suhu di jalanan yang padat itu sudah mencapai 35,6 derajat (Celcius). Seorang pria mengendari skuter dengan banner sebuah kedai pizza sedang bertugas mengantarkan pesanan.Wajahnya sudah basah oleh keringat, sedikit dekil karena debu jalanan. Namun sekarang dia malah terjebak oleh tumpukan mobil di depan dan belakangnya. Bagaimana pun, pesanan pizza itu harus diantarkan tepat waktu.Ketika dia tiba di lobi sebuah perusahaan farmasi, resepsionis wanita itu tersenyum manis padanya.“Kau terlambat lagi.” Wanita itu diam sesaat untuk melihat jam tangannya. “Ya, 15 detik!” Wanita itu melanjutkan.“Saya tahu saya datang tepat waktu, dan anda sengaja menahanku selama 15 detik,” jawab si pengantar pizza mencoba berdalih.Tiba-tiba, seorang pria berjas hitam rapi lewat. Dia segera mengambil kotak pizza itu dan membawanya ke tempat sampah.“Pergi dari sini. Kami tidak akan membayar pesanan ini,” kata pria tersebut, masih memegang kotak pizza di atas tong sampah.Si pen
Emma mendorong Victor menjauh, sehingga dia bisa masuk ke dalam rumah.Victor terdiam, merasa kecewa. Setelah apa yang sudah dia lalui dan persiapkan untuk ulang tahun pernikahan mereka, justru hinaan yang tiba di wajahnya. Meski begitu, ia berusaha menahan diri, karena ia tahu Emma hanya sedang mabuk saat ini.Begitu sampai di dalam, Emma terdiam melihat apa yang telah disiapkan Victor untuknya. Semuanya tampak dipersiapkan dengan sangat sempurna. Tapi entah kenapa, dia justru terlihat jijik.Victor, yang berdiri di belakangnya, tersenyum dengan sebuah kesalahpahaman. Ia tidak sabar menunggu reaksi istrinya, berpikir bahwa Emma pasti sangat terharu dengan kejutan yang ia siapkan.Tanpa Victor sadari, Emma baru saja menghabiskan makan malam bersama pria lain di sebuah restoran mewah. Betapapun baiknya meja itu ditata oleh Victor, Emma tidak bisa membayangkan meja itu sebanding dengan apa yang baru saja dia dapatkan dari pria kaya yang baru saja menemaninya di luar.Dia melihat segala
Dia mengumpulkan semuanya dan membawa keluar. Dan di sana dia menemukan seorang wanita tua dari rumah sebelah, yang baru saja membuka pintu dan menyambutnya dengan sapaan hangat. “Apakah kamu baik-baik saja, Victor?” dia bertanya. “Ah, maaf, Bu Greta. Aku pasti mengganggu tidurmu selarut ini,” jawab Victor. “Tidak apa-apa. Terkadang di situlah enaknya hidup bertetangga. Apakah semua baik-baik saja?” “Itu, si Emma! Kami sedang mengadakan pesta ulang tahun pernikahan, dan dia mabuk karena terlalu banyak minum anggur. Tidak ada yang serius sama sekali.” Wanita tua itu hanya mengangguk lembut dan tersenyum. Sebenarnya, dia telah mendengar segalanya dan tahu bahwa Victor hanya berusaha menyembunyikannya. Setelah membuang semuanya ke tempat sampah, Victor kembali menyapa wanita tua itu dan mengucapkan selamat malam. Tapi wanita itu menghentikannya sejenak. “Victor!” “Iya, Bu?” “Wajar jika sebuah keluarga bertengkar sesekali. Tidak ada keluarga tanpa pertengkaran. Kamu hanya perlu m
Victor menarik napas dalam-dalam. Lehernya terlihat membengkak menahan amarah dengan frustasi yang memuncak.“Tuntutanmu tidak masuk akal. Kamulah yang harus mengembalikan mahar yang kuberikan padamu sebelum kita menikah. Karena kamulah yang meminta cerai, kamu wajib mengembalikannya kepadaku. Tapi kamu malah tidak memasukkannya ke dalam dokumen-dokumen ini,” bantah Victor.“Kamu ingin bercerai dan berniat mengeruk hartaku? Oke saja! Aku akan segera membawa masalah ini ke pengadilan!”Victor langsung menuju kamarnya. Dia hanya mencuci muka, lalu menelepon untuk memesan taksi.Dia keluar dari kamar, masih dengan amarah memenuhi hatinya. Langkahnya begitu tegap dan kaku dengan kepalan tangan terkepal. Jika Emma laki-laki, dia pasti akan menghajar wajahnya. Tapi dia masih mampu menahan amarahnya dan masih bisa berbicara dengan tenang dengannya.“Aku sudah memesan taksi! Kita akan menyelesaikan masalah ini secepatnya.”Namun Emma masih berdiri di sana dengan tangan disilangkan di depan da
Victor segera mengakhiri telepon itu dengan dingin, seakan tak ingin mendengarkan ceramah wanita itu lebih lama lagi. Ketika dia tiba di tempat tujuannya, dia keluar dan tetap membayar sopir taksi itu dua kali lipat meskipun sopir taksi itu tidak berhenti mengoceh di perjalanan. “Semoga harimu menyenangkan,” kata pengemudi dengan ekspresi merendahkan di wajahnya. “Aku harap kau masih memiliki lebih banyak uang untuk menggunakan taksiku di kemudian hari.” Lucas yang kebetulan berdiri di samping Victor kini tertawa mendengar perkataan lelaki tua itu, seolah tahu maksud hinaan tersebut. Victor mengabaikannya dan segera berbalik menuju kantor firma hukum tersebut. Dia tidak tahu berapa lama waktu yang akan dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya. Namun, karena dia dan Emma sudah sepakat untuk bercerai, dia berpikir itu tidak akan terlalu lama. Namun, begitu mereka membawa masalah ini ke hadapan arbitrator, ternyata masalahnya tidak sesederhana yang dipikirkan Victor. Memang benar, ha
Emma tenggelam dalam pikirannya yang dalam, mencoba mencerna kata-kata Lucas. Harus dia akui tadi itu Victor terlihat begitu kelam, murung, dan begitu tak bersemangat saat wanita itu membawanya ke dalam limousine.Namun begitu, dia masih begitu sulit menerima kenyataan kalau Victor adalah seorang gigolo. Dia mungkin menilai Victor rendah, tapi tidak sampai menganggapnya serendah itu juga.Dan sekarang, Lucas malah tak bisa menahan tawanya melihat Emma yang masih kebingungan itu.“Coba pikirkan lagi, apakah ada kemungkinan lain yang masuk akal. Dilihat dari gayanya saja, jelas sekali wanita itu adalah wanita kelas atas yang angkuh dan suka merendahkan orang. Wanita-wanita yang seperti ini kebanyakan belum menikah. Mereka memandang laki-laki lebih sebagai mainan, karena mereka lebih mementingkan karir dan uang. Soal kehangatan di malam hari, mereka bisa membayar seorang gigolo tanpa harus hidup terikat.”Emma tertegun mendengar penjelasan seperti itu. Masalahnya, perkataan Lucas tersebu