Share

Bab 20

Setibanya kami di rumah, Mas Aji langsung duduk dan bersandar di sofa ruang tamu. Dia memejamkan mata dengan senyum yang terukir di wajah.

"Capek, Mas? Aku pijitin ya," ujarku."

"Tidak usah, Sayang. Kamu pasti capek juga."

Aku berjalan ke belakang sofa. Tanpa mengindahkan larangan Mas Aji, aku langsung memijat kepalanya. "Enak?"

"Hem, kamu memang ... luar biasa." Senyum Mas Aji semakin lebar.

Dari otot-otot di pelipisnya yang berdenyut kuat, aku tahu Mas Aji sedang pening. Pikirku, mungkin dia lelah memikirkan sikap ibu dan adiknya.

"Mau aku buatkan teh hangat, Mas?"

Mas Aji menggeleng dan menarik kedua tanganku hingga kini aku terlihat seperti memeluknya dari belakang. "Jangan pergi."

Dahiku mengernyit. "Apa?"

"Berjanjilah, apa pun yang terjadi, jangan pernah pergi dariku."

"Jangan berlebihan Mas, aku hanya akan ke dapur sebentar lalu kembali lagi. Apa yang membuatmu berpikir aku bisa meninggalkanmu lebih lama?"

Mas Aji mengecup pipiku lembut. "Pokoknya jangan pernah berpikir untuk p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status