Share

Part 5: Tanaman Rambat

Author: Titi Chu
last update Last Updated: 2025-11-07 14:25:12

Secara refleks aku segera memberontak, namun Mas Pj bukanlah tandinganku. Dia begitu kuat, dan begitu bertekad.

Bibirnya yang panas menempel di bibirku, mengulum lembut, memaksa bibirku untuk membuka, mendesakkan lidahnya.

"Brengsek!" Aku meronta-ronta, lalu dengan sekuat tenaga mendorong dadanya mundur, langsung melompat bangkit siaga. Mataku membelalak, napas terengah dengan bibir menebal.

Kami sama-sama terkejut.

"Gumi..." bisiknya tak mengerti. Mukanya merah padam, kelihatan kebingungan. "Kenapa?" Dia mencoba menyentuh wajahku, tapi aku segera menepisnya.

"Ma-mas yang ke-kenapa?"

Sial, aku benci ini, aku benci jika kekuranganku terlihat oleh orang lain, dadaku bergemuruh sedangkan tanganku mulai gemetar ketakutan.

"Kamu nggak pa-pa?"

"Aku udah menikah," semburku marah, sebisa mungkin bersikap berani. Harap dicatat, Mas Pj juga sudah memiliki istri!

"So?" tanyanya tampak tak berdosa. "Kamu lagi datang bulan?"

Aku tercengang.

"Aku kangen banget sama kamu Gumi," sebutnya merana. "Seminggu ini kamu sulit sekali dihubungi, chat nggak dibalas, ditelepon hape kamu selalu nggak aktif. Kamu juga nggak datang ke rumah. Sebenarnya ada masalah apa?"

Masalahnya adalah dia, bagaimana mungkin dia berusaha memangkas jarak di antara kami sementara di luar, Bas dan anggota yang lain sedang bekerja!

"Malam ini pulang ya? Aku punya hadiah buat kamu. Kenapa kamu kelihatan takut? Bas nggak akan peduli, bukannya kamu juga yang bilang kalau hubungan kalian sudah kandas? Kita sudah melakukannya berulang kali, nggak akan ada bedanya kalau kita melakukannya lagi, Gumi."

Aku menatapnya sinis. "Jadi Gumi yang ini selalu bikin Mas puas?"

"Kamu juga suka, kan?" Dia mengedipkan sebelah mata, lalu menunduk untuk menempelkan bibirnya di leherku. Tapi aku menggunakan kesempatan itu untuk menendang selangkangannya.

Sebenarnya ini hanya refleks, aku sampai gemetar deg-degkan ketika Mas Pj sontak memekik kesakitan. Dia membungkuk sambil menangkup bagian itu.

"Sialan," makinya berang. "Apa yang kamu lakukan?!"

"Maaf, sakit banget ya?"

"Masih ditanya?"

"Itu untuk apa yang sudah Mas lakukan ke Gumi dan Bas. Dan tolong jangan sentuh-sentuh aku lagi tanpa izin."

"Apa?"

"Kurang jelas?"

Kedua rahangnya mengatup rapat. "Terus gimana sama kamu?" sambarnya mencengkram ketat lenganku saat akan membuka pintu. "Kamu sendiri yang menjual diri dan mohon-mohon supaya bisa jadi anggota The Blues. Kamu juga yang minta lagu bagus supaya band kalian bisa hits. Kamu lupa kalau kamu-lah yang selama ini nggak ada harga diri?"

Aku meradang. "Mas juga lupa aku bisa bongkar perselingkuhan kita sama istri Mas? Jangan ngancem aku, Pj. Kamu bukan siapa-siapa di industri ini." Tanpa menunggu responnya, aku menyentak cengkeraman hingga terlepas.

Sialan Gumi.

Kami berbagi kantung plasenta bersama, tapi aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Maksudku, ini Bas Sangkara. Pria yang bugar, prima dan waras. Terlepas dia menyebalkan, tapi kenapa harus menjalin hubungan panas dengan Mas Pj yang secara fisik mirip tanaman rambat, dekil, kusam dan lengket.

Rasanya seperti penghinaan.

Aku terburu-buru menuruni tangga, napas tidak beraturan. Ketika sampai di bawah sebuah kaki jenjang memblok langkahku, praktis membuatku membatu.

"Bas?"

Kepalanya meneleng, sudut bibirnya naik membentuk senyum mengejek saat aku bergerak-gerak gelisah, sadar betul dengan penampilanku yang amburadul.

"Kamu sudah selesai?"

Aku mengangguk sambil membuang muka, mengerjap cepat, menghalau semua air mata yang ingin keluar.

"Kita ada jadwal live music di Legolas kafe sampai malam. Bawa semua keperluan kamu, dan sekalian bawa tripod untuk kebutuhan merekam video."

Benar, Rigen sudah mengirimkan semua jadwal The Blues seminggu ke depan. Aku di sini untuk mendapatkan uang, jadi tidak seharusnya aku merasa bersalah, karena toh, bukan aku yang mengkhianatinya.

"Nunggu apalagi?"

"Tas aku di atas."

"Terus?"

"Gimana kalau tunggu yang lain turun dulu sebelum nanti aku ambil gitarnya?"

Walaupun sebenarnya hanya tinggal Mas Pj di lantai dua, tapi aku tidak sudi berpapasan dengannya lagi.

Alis Bas mencuat naik. "Terserah," katanya. Dia memungut jaket kulit di sandaran sofa dan mengenakannya. "Kalau kita terlambat sampai di tempat, berarti itu salah kamu yang membuang-buang waktu."

"Bukan gitu, Kak!"

"Atau kamu bisa tetap di sini dan bersih-bersih lobi."

"Oke, oke, aku ambil sekarang."

"Kamu tahu apa yang saya nggak suka dari kamu Gumi?" tanyanya. Sukses membuat tubuhku yang akan berputar membeku. Langkah Bas perlahan maju. "Kamu selalu berdedikasi tinggi terhadap apa yang sedang kamu lakukan, dan kamu selalu berambisi untuk mencapai tujuan kamu, nggak peduli gimana pun caranya."

Dia berhenti tepat di depanku. "Itu memang bagus, tapi kamu lupa kalau nggak semua hal bisa kamu dapatkan secara instan." Jemarinya yang dingin menyentuh bibirku, kepalaku tersentak, sementara dia mengusap lembut bibir itu. "Sorry, lipstik kamu berantakan. Tolong lebih hati-hati lagi saat kalian sedang berdua," sindirnya pedas. Matanya yang tajam menatap ke belakang kepalaku, di mana Mas Pj baru saja turun. Kemudian senyum sinisnya terbentang lebar. "Kalian pasangan yang serasi."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Saidah Sidik
saya pikir bakal ada cerita berseri. cerita si kembar dan anaknya sea.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu   Part 86: Lima Puluh Persen

    Aku tidak tahu berapa lama tidur, karena sejujurnya aku menolak untuk tidur.Namun suara hujan yang melambat perlahan terasa candu, membuai hingga mataku otomatis memberat. Atau karena malam sebelumnya aku insomnia, jadi kali ini badanku terasa lebih lelah.Anehnya begitu bangun, alih-alih Ghozali aku justru menemukan Bas di sampingku, masih dengan pakaian yang sama seperti kemarin. Wajahnya tampak kuyu."Morning." Dia menyapa.Aku segera duduk tegak, menyambutnya dalam pelukan, Bas mendekap lama, menyandarkan wajahnya di pundakku."Gumi nggak pa-pa?""Kamu tahu aku di sana?" Kepalaku mengangguk, pelukan Bas terasa mengetat. "Maaf ya, nunggu aku pulang semalam? Aku nggak bisa lewat."Ya ampun, aku menyayanginya. Aku harap Bas tidak akan mengecewakan."Iya. Goz mana?""Sudah pamit barusan, dia bikin sarapan buat kamu tapi sudah dingin. Kamu tidur di sini terlalu nyenyak," jelasnya. Mengurai pelukan kami.

  • Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu   Part 85: Abu-Abu

    "Kondisi kesehatan Gumi memburuk karena konfrontasi kamu. Jadi bukan salah dia kalau dia minta Bas datang. Dan bukan salah Bas juga kalau lebih memilih menemani Gumi di sini. Kenapa sih, hal sepele kayak gini aja mesti diributin?""Aku nggak ribut Ma, aku cuma nanya apa Bas masih di sana? Di luar tuh hujan, daerah sekitar kami banjir. Jadi Bas nggak mungkin bisa pulang, makanya aku tanya dia di mana. Masih di rumah atau udah jalan ke sini? Kalaupun masih di sana juga aku malah akan bilang lebih baik dia menginap daripada maksa pulang.""Halah banyak alasan, daritadi kamu sibuk nelponin Mama cuma buat tanya ini? Nggak penting banget Sa. Udahlah, Mama banyak kerjaan, nggak bisa ngurusin drama-drama kamu terus. Kalau kamu cemburu, itu masalah kamu, resiko ngambil suami orang. Istigfar Sa.""Mending Mama ngomong gitu ke Gumi.""Gumi udah melewati banyak hal Marsha, dia hampir meninggal. Hidupnya hancur. Dia harus bolak-balik ke rumah sakit. Selama ber

  • Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu   Part 84: MPASI

    Panggung hari ini benar-benar menggelegar. Telingaku sampai sakit mendengar dari balik earpiece setiap kali Bas berhasil mencapai nada tinggi.Pantas kalau dia memilih melupakan rokok, menjaga pola makan dan sering makan rebus-rebusan yang dianggap Rigen sebagai MPASI, alias makanan untuk bayi. Karena suaranya benar-benar anugerah sekaligus berbau-bau uang.Staminanya pun yang paling menakjubkan. Kalau soal jingkrak-jingkrak perlu kuakui semua personil kalau sudah naik ke panggung seperti orang kesurupan. Ghozali tidak bisa diam, Rigen menggila, dan Bas bikin penonton auto melotot. Tapi umur mereka beda-beda, jadi wajar kalau aku kagum dengan Bas sebab dia yang paling sesepuh di antara kami."Tolong selamatkan aku," kataku begitu kami berempat turun. Adrenalin melonjak, gigi kering karena teriak-teriak. Tapi saat turun kakiku rasanya gemetar.Jefri meringis, menyampirkan handuk ke pundakku dan melempar handuk ke yang lain. Aku menggumamkan terima

  • Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu   Part 83: Basic Manner

    "You awake?"Justru sebaliknya, aku belum tidur sama sekali. Semalaman aku insomnia. Dan Bas, meskipun dia di sisiku, memelukku sepanjang malam, aku tetap tidak merasa tenang. Jantungku berdebar, tiap menarik napas rasanya sesak, panas, dan setiap akan memejamkan mata, aku langsung terbangun dengan perasaan siaga.Lalu yang bisa kulakukan adalah mendengarkan suara dengkuran Bas yang halus, melihat bagaimana otot perutnya bergerak dalam napas yang stabil.Dia kelihatan damai, seakan semua masalah telah selesai."Badan aku agak gatal-gatal, kayaknya kurang cocok sama air di pantai.""Gimana? Sini." Dia meraih lenganku yang terjulur, lalu memerhatikan bentol-bentol merah yang nampak di sana. "Kamu ada alergi juga? Panas nggak, Sa?""Nggak, cuma gatal. Setahu aku nggak ada, tapi kulit aku memang sensitif.""Sialan, aku nggak notice ini." Dia mengecupinya dengan implusif seakan dengan begitu akan sembuh. Aku menarik

  • Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu   Part 82: Bunga, Dekorasi, Tamu, Musik

    "Gimana keadaan Gumi? Sebelum berangkat ke sini, Mama sempat menjenguk dia sebentar di rumah sakit. Dia benar-benar kelihatan ringkih.""Masih proses pemulihan, Tante."Beliau tersenyum. "Panggil Mama aja, nggak pa-pa. Mama udah anggap kamu seperti anak sendiri karena kamu juga saudara Gumi. Kalau kamu dan Bas jadi menikah, toh kita akan jadi keluarga." Aku menggumamkan terima kasih dan meralat panggilanku. "Kata Bas Gumi udah pindah ke rumah dan berobat jalan ya?""Iya Ma.""Mama sedih banget, hampir nangis lihat keadaan dia yang selalu ceria mendadak harus terbaring di rumah sakit begitu. Gumi harusnya bisa bersinar di atas panggung di tempat kamu sekarang."Benar, beliau benar.Dadaku berdebar kencang.Bas menginterupsi dengan meletakkan dua gelas di hadapan kami. Aku segera mengurai kepalan tangan yang dingin, dia melihat itu, tatapannya melembut."I love you," bisiknya menunduk di samping pelipisku, lalu me

  • Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu   Part 81: Larut Malam

    Bas menjadi pendamping pengantin pria.Dia menemani Noah di area akad selama proses penyambutan Ruka. Bas kelihatan rapi dalam balutan tuxedo, dia tampak berbeda, tidak seperti dirinya yang biasa selalu berantakan dan santai. Rambutnya diikat ketat, dan cambangnya tercukur bersih. Saat berdiri di samping Noah, matanya sibuk menyapu sekitar, ketika menemukanku senyum nakal menari-nari di bibirnya seperti anak lelaki bandel.Lalu musik mengalun lembut dalam penyambutan sang pengantin wanita. Perempuan itu mengenakan gaun pengantin bunga-bunga yang menjuntai, menyapu lantai. Kami berdecak kagum, tidak henti-hentinya memuji betapa manglinginya Ruka dalam gaun pengantin diiringi suasana pantai yang sejuk."Ck, cakep." Mona memuji ogah-ogahan. "Berapa kira-kira budget yang mereka keluarin buat pesta fancy kayak gini?""Entahlah."Bas menghampiri kami, dia duduk di depanku bersama Mama dan Papa.Kemudian acara ijab kabul yang khidmat di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status