Share

Bab 5 - Akhir dan Awal

Author: Skynario
last update Last Updated: 2025-08-21 12:53:04

Derik jangkrik bising di telinga. Langit kehitaman menggantung rendah di balik jendela besar di sisi ruang keluarga. Meja panjang lengkap dengan delapan kursi yang ditata rapi di sekelilingnya membentang mengisi area tengah ruangan itu. Tetapi, penghuninya hanya mengisi setengah dari jumlah kursi keseluruhan. Seharian rumah itu tak cukup hening meski ditinggal oleh nyonya besar dan putranya, masih ada Shanaz, sang pewaris kedua yang kerap kali memicu riuh dan membuat Calluna sakit kepala.

Tidak ada satupun yang bersuara di antara mereka. Kecuali pandangan Nyonya Mahestri yang memindai satu per satu orang di sana. Mulutnya bungkam tapi kedua matanya menjelaskan semuanya. 

“Apa yang kau lakukan pada Diva, Calluna?” 

Pertanyaan bernada dingin itu pada akhirnya terlontar juga. Calluna mengangkat pandangannya. Masih terlihat tenang. “Aku tidak melakukan apapun padanya. Tidak bicara banyak pun menyakiti dia secara fisik,” sahut Calluna. 

“Aku peringatkan padamu, ya, Calluna. Diva adalah tamu kehormatan bagiku. Aku dan orang tuanya sudah sepakat untuk melakukan kerja sama bisnis. Aku tidak akan tinggal diam jika kau mengusik atau menyinggung perasaannya sedikitpun.” 

Calluna menarik napas dalam. Bahkan disaat dia tidak melakukan apapun, dia tetap disalahkan. “Aku tidak akan mengusiknya selama dia tidak mengusikku di rumah ini, Bu. Hari ini dia datang dengan keangkuhannya, aku hanya mengimbangi sikapnya.” 

Mendengar reaksi Calluna, sepasang bola mata kecoklatan di depannya melotot tajam. “Lancang sekali kamu! Seharusnya kau menjamu dia bukan malah mencari masalah dengannya. Mau ditaruh mana wajahku kalau orang yang disebut sebagai menantu, tidak bisa menjaga sikapnya!” Emosi Nyonya Mahestri mendidih. Dia refleks berdiri tapi belum sepenuhnya sepasang kaki renta itu berpijak tubuhnya hampir terhuyung. 

Aura penuh emosi masih membelenggu Nyonya Mahestri, seakan apa yang dilakukan Calluna adalah sebuah dosa besar yang sulit dihapuskan. Sebelah tangannya terangkat naik, menunjuk-nunjuk ke arah wajah Calluna. “Kau memang menantu tidak tahu diuntung, Calluna. Susah payah aku meyakinkan Diva untuk membujuk orang tuanya agar perusahaan tembikar kita bisa membuka ke galeri seni milik mereka di kota. Kau malah berulah. Kau tahu hari ini apa yang Diva adukan padaku?” 

Calluna tetap diam. Di balik diamnya itu menyimpan gelombang besar yang siap menghadang siapapun jika dia benar-benar tidak bisa menahannya. Bisa menyapu apapun di hadapannya dengan brutal. 

Sedang dua orang lain di sana, hanya menyaksikan interaksi berat antara mertua dan menantu itu dengan sorot tak minat. Sakha  hanya bungkam, ada gurat khawatir di matanya tapi dia tidak melakukan apapun. Ketakutan Calluna didepak dari rumah ini dan kehilangan relasi jauh lebih besar daripada omelan ibunya jika dia membela sang istri. Terlebih Shanaz, baginya, keberadaan Calluna saat ini tidak lebih dari seorang kacung dibalut status adik ipar. 

“Dia bilang kau menghinanya karena dia akan mendapatkan Sakha, bekas suamimu. Aku tegaskan padamu, Calluna. Jika kau tidak ingin diceraikan, minimal, beri aku keturunan atau bersedialah menjadi istri tua Sakha. Jangan kau usik ketenangan Diva.” 

Calluna tersenyum sinis, “Itu sama sekali bukan pilihan untukku, Bu. Itu penindasan.” 

“Penindasan apa maksudmu? Aku memberimu solusi. Kau tidak bisa memberikan cucu, aku memberikan cara lain, menjodohkan Sakha  dengan Diva tanpa harus mendepakmu dari rumah ini. Kau tidak mau itu terjadi ‘kan?” 

“Benar. Lebih baik kau turuti saja apa kata Ibu. Kau sudah gila jika memilih kembali ke jalanan dan jadi gelandangan seperti dulu.” Shanaz ikut menimpali.

Nyonya Mahestri, sadar dirinya mendapat dukungan penuh, semakin mengangkat dagunya tinggi-tinggi. “Kau tidak punya banyak waktu, sebentar lagi perayaan pameran keramik nasional akan diadakan. Aku sudah berencana menyiarkan berita bahwa aku akan memiliki cucu dari Sakha. Sebab kau mandul, aku bisa mendapatkannya dari Diva.” 

Untuk terakhir kalinya Calluna menatap sosok pria yang duduk diam di balik ekspresi khawatirnya itu. Kontras dengan reaksinya tempo hari. Saat tatapan Calluna bertemu dengan sorot mata Sakha, mereka seolah sedang bicara dalam diam. 

‘Jangan ceraikan aku, kau bisa membujuk ibu ‘kan?’ Kalimat itu sempat keluar dari mulut Sakha sesaat sebelum mereka berkumpul di ruangan itu. Pria tinggi itu terus memohon, tak ingin kehilangan Calluna tapi dia juga tidak bisa menentang ibunya. 

Jago kandang, kalau Calluna bilang. Suaminya terlalu lemah di hadapan ibunya. Selalu bersembunyi di balik ketiak sang nyonya besar. 

Namun, Calluna sudah berjanji pada dirinya sendiri. Tekadnya sudah bulat. Meski rasa cintanya terhadap Sakha  masih sangat kuat, logikanya berkata lain. 

Di tengah keangkuhan sang mertua, dia mengeluarkan map coklat yang langsung membuat semua orang terbelalak dalam diam seraya berkata, “Apapun solusi yang Ibu berikan, aku tidak akan memilih satupun,” kata Calluna datar. Satu jari mendorong map itu ke hadapan tiga orang keluarganya. “Sebab aku memiliki keputusan lain.” 

Calluna beralih pada Sakha. Kini wajah sang suami berubah pias. Dia tahu dia akan kehilangan sumber arus uangnya setelah ini karena selama ini, Calluna adalah sosok di balik berkembangnya pabrik tembikar milik Keluarga Dewandaru sehingga mereka bisa memiliki banyak relasi, sekaligus membuka tiga cabang lain di beberapa sudut desa. 

Kini sosok itu memudar. Sosok pahlawan yang tidak pernah dihargai jasa-jasanya. Calluna sudah terlalu lelah, meski hatinya meminta untuk bertahan, logikanya melakukan perlawanan. Ada harga diri yang harus dijunjung tinggi setelah Calluna dihujani caci maki. 

“Kau hanya perlu membubuhi tanda tanganmu di sana, Sakha. Setelah itu, hanya perlu waktu satu bulan masa tenang sampai kita benar-benar ditetapkan resmi bercerai.” 

Shanaz tertawa remeh, melirik Calluna sengit. “Kau benar-benar sudah gila. Memilih menjadi gelandangan dan hidup di jalan,” katanya, tetapi ada rasa khawatir menyelinap samar dalam ucapan Shanaz. 

Calluna tersenyum lembut, lebih pada sikap maklum karena orang-orang di depannya sangat munafik. Tentu dia tidak menyiapkan surat cerai secara cuma-cuma. Ada strategi di baliknya, tapi, dia hanya menanggapi ucapan Shanaz dengan sikap tenang sarat makna.

Nyonya Mahestri termenung cukup lama menatap map, seolah tidak menyangka Calluna akan mengambil keputusan gila yang dicetuskan malam itu. 

“Tanda tangani saja, Sakha. Biarkan dia kembali hidup melarat. Mungkin setelah dia bercerai darimu, dia akan menggoda pria lain demi keuntungannya sendiri,” perintah Nyonya Mahestri.

Shanaz tak kuasa menahan diri untuk tidak menyahut. “Tentu dia juga akan menjual cerita sedih demi menarik perhatian pria kaya sepertimu. Justru bagus jika kau bercerai, kau mendapatkan Diva yang jauh lebih baik daripada jalang jalanan ini.” 

Sungguh Calluna sampai menahan napas mendengar setiap hinaan yang dilontarkan sang mertua dan kakak iparnya. Hatiya sakit bukan main, bahkan dia sampai memegangi dadanya karena terlalu nyeri. Tetapi dia harus bersabar selama beberapa saat, dia harus terlihat setegar karang sebagai bentuk perlawanan.

Sakha, tidak memiliki pilihan pun keberanian untuk menyanggah. Dia mengambil sebuah pulpen yang sudah disiapkan Calluna di samping map itu, lalu membubuhkan tanda tangan dengan tangan gemetar, penuh ragu. 

Matanya berkilat tajam, dendam menguasai hatinya. Diceraikan oleh Calluna adalah sebuah penghinaan dan Sakha tidak akan tinggal diam. “Kau benar serius dengan ucapanmu? Baiklah. Aku pastikan hidupmu tidak akan pernah tenang setelah bercerai dariku. Kali ini kau menang, tapi, tunggu saja. Aku jamin kau tidak akan bahagia hidup dengan pria manapun selain denganku!”

Mendengar sumpah serapah itu, membuat Sakha terlihat konyol di mata Calluna. Calluna tertawa rendah, seraya membalas dengan kalimat tak kalah tajam. “Kau pikir, selama ini aku bahagia hidup denganmu? Kau salah besar, Sakha! Tunggu saja kejutan selanjutnya. Perceraian ini hanyalah awal dari kehancuran atas sikap angkuh kalian!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Vonis Mandul Dari Mertuaku   Bab 5 - Akhir dan Awal

    Derik jangkrik bising di telinga. Langit kehitaman menggantung rendah di balik jendela besar di sisi ruang keluarga. Meja panjang lengkap dengan delapan kursi yang ditata rapi di sekelilingnya membentang mengisi area tengah ruangan itu. Tetapi, penghuninya hanya mengisi setengah dari jumlah kursi keseluruhan. Seharian rumah itu tak cukup hening meski ditinggal oleh nyonya besar dan putranya, masih ada Shanaz, sang pewaris kedua yang kerap kali memicu riuh dan membuat Calluna sakit kepala.Tidak ada satupun yang bersuara di antara mereka. Kecuali pandangan Nyonya Mahestri yang memindai satu per satu orang di sana. Mulutnya bungkam tapi kedua matanya menjelaskan semuanya. “Apa yang kau lakukan pada Diva, Calluna?” Pertanyaan bernada dingin itu pada akhirnya terlontar juga. Calluna mengangkat pandangannya. Masih terlihat tenang. “Aku tidak melakukan apapun padanya. Tidak bicara banyak pun menyakiti dia secara fisik,” sahut Calluna. “Aku peringatkan padamu, ya, Calluna. Diva adalah tam

  • Vonis Mandul Dari Mertuaku   Bab 4 - Komplotan Penindas

    Kata orang, hidup di pedesaan jauh lebih menentramkan jiwa. Jikapun penat mengisi kepala, banyak cara untuk melepasnya di alam bebas. Hidup berdampingan dengan alam agaknya menjadi idaman banyak orang, setidaknya itu yang diimpikan oleh Calluna dulu. Memilih menjauh dari hiruk pikuk kota, dia memutuskan mengabdi pada negara dengan memberikan kontribusinya di dunia pendidikan, lalu bertemu dengan sosok pria yang membuatnya jatuh cinta. Dulu, susah senang bersama, tapi sekarang semuanya telah berubah. Sakha menikmati kesenangannya, tapi Calluna hanya menerima ampas dukanya. “Calluna, kau sudah akan pulang?” Suara di belakang Calluna membuatnya menoleh. Yudit, sahabat sekaligus guru bahasa inggris di sekolah tempat Calluna mengajar, berlari kecil menghampiri Calluna dengan senyum lebar. “Hari ini ada pameran tembikar di kota ‘kan? Apa kau ikut pergi dengan suamimu?” tanyanya sambil menyamakan langkah. Hari ini Calluna bertekad untuk tidak menyembunyikan keresahan hatinya pada siap

  • Vonis Mandul Dari Mertuaku   Bab 3 - Sirkus Rumah Tangga

    Jelaga kehitaman mengepul di ujung tungku pembakaran tembikar, nampak dari kejauhan. Sebuah toko tembikar berdiri kokoh di sebuah bangunan ruko paling besar di wilayah itu, disesaki oleh beberapa pengunjung yang sedang melihat-lihat. Bunyi derit roda tembikar dari area belakang toko tempat para pekerja membuat tembikar memenuhi telinga. Tapi pendengaran Calluna seperti tuli. Ia membiarkan orang-orang di belakangnya mencibir saat menyadari kehadirannya di sana. Calluna melangkah menuju meja kerja Sakha bersama satu kotak bekal sarapan dan makan siang di sudut ruang pajangan lantai satu. Suara-suara halus menyelinap dari celah-celah rak tinggi berisi berbagai model tembikar. Berita kemandulannya sudah tersebar. Nyatanya gosip menyebar lebih cepat dari hembusan angin hangat di pagi hari ini. Kotak bekal tiga tingkat itu Calluna letakkan di atas meja kerja, sedikit menghentak. “Aku akan pulang sedikit terlambat hari ini. Tapi kupastikan makan malam untukmu dan ibu sudah siap sebelum ka

  • Vonis Mandul Dari Mertuaku   Bab 2 - Menuntut Hak

    Seketika waktu terasa berjalan lebih lambat bagi Calluna. Dunia berputar di bawah kaki nyonya besar sekaligus mertuanya ini. Sosok angkuh yang selalu membanggakan dirinya di depan orang lain dan menginjak harga diri Calluna begitu kejam.Calluna dibuat semakin muak dengan bagaimana sosok suami yang dia cinta kini bersikap santai. Seolah tidak ada ancaman apapun dalam pernikahan mereka.“Kalau dalam waktu tiga bulan ke depan kau belum juga hamil, aku akan menikahkan putraku dengan Diva dan kupastikan kau tidak akan setara dalam hal apapun dengan mereka,” ucap Nyonya Mahestri. Menyebut satu nama yang selama ini menjadi bayangan kelam rumah tangganya dengan Sakha . Ketegangan di ruang makan semakin menjadi. Calluna melirik Sakha, berharap pria itu akan sedikit saja membelanya. Tetapi apa yang dia dapatkan hanya cemoohan tersirat dari raut wajah santai sang suami. Dengan suara rendah, terlampau kecewa Calluna berkata. “Keputusan macam apa itu, Bu?” Calluna menarik napas dalam. Memberi c

  • Vonis Mandul Dari Mertuaku   Bab 1 - Direndahkan Mertua

    “Sudah aku katakan sejak lama, istrimu ini mandul. Kau masih keras kepala membelanya.” Ruangan itu cukup luas untuk menggemakan suara seorang wanita paruh baya yang duduk di ujung meja makan. Tatapannya tajam, memandang sinis pada sang menantu di kursi sebelah kanannya. “Kalau dulu kau menikah dengan Diva, mungkin aku sudah memiliki dua cucu!” ucap Nyonya Mahestri penuh desakan dalam kalimatnya. “Bu, kau tahu seberapa besar usahaku untuk memberimu cucu, tapi … ,” Sakha, putranya menyahut. Dia bicara pada Nyonya Mahestri tapi lirikannya tajam tertuju pada Calluna. “Mungkin benar apa yang tertulis di dalam hasil tes hari ini.” “Apa kau sadar akhirnya kalau istrimu ini mandul?” Nyonya Mahestri menekankan lagi. “Kita sudah melakukan semua pemeriksaan dengan baik, Dokter Juna juga temanku sejak SMA. Aku kenal baik dengannya dan dia memiliki reputasi sangat baik. Tidak mungkin dia melakukan kesalahan.” Di tengah perbincangan ibu dan anak itu, Calluna duduk sambil menenggelamkan wajahn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status