Share

Alasan

Author: Pipit Aisyafa
last update Huling Na-update: 2022-01-20 00:11:39

"Ini beberapa foto dia, Bu." Wina menunjukan beberapa foto Lastri yang tampak sendiri.

Tunggu!

"Coba kamu zoom, perbesar gambarnya!" aku melihat dengan segsama, sebuah foto Lastri yang tengah duduk pada sebuah kursi dengan meja didepannya.

Benar, ini tak salah lagi, dia berada di Rumah makanku. Rumah Makan Sari Rasa, cabang parahyangan. Walau aku lama tak kesana, namun tak pangkling dengan dekorasi tempatnya. Rumah makan bernuansa pedesaan dengan bambu sebagai ciri khas Rumah makanku itu.

Rumah makan yang kurintis sejak tujuh tahun yang lalu, saat kami belum lama menikah, Mas Wisnu yang masih bekerja sebagai supir pribadi membuat aku yang notaben-nya sarjana. Memilih merintis usaha kuliner karena hobiku yang suka memasak dan berkuliner, di samping itu juga turunan dari orang tuaku yang senang berbisnis dari pada harus bekerja pada orang lain.

"Setinggi apapun jabatanmu di mana bekerja kamu tetap pegawai, namun sekecil apapun usahamu, kamu tetap bosnya." 

Itulah yang selalu dikatakan oleh Ayahku, dia selalu menasehatiku untuk tak kenal putus asa, jatuh bangun dalam berbisnis itu biasa.

Bersyukur dengan modal awal bantuan orang tuaku, kurintis Rumah makan bertajuk pedesaan ditengah kota metropolitan ini. Waktu tujuh tahun membuahkan hasil, kubuka cabang diberbagai daerah, mulai dari Bogor, Bekasi, Tanggerang dan yang terakhir Bandung.

"Kalau Lastri pernah ke rumah makanku di Bandung berarti?" tebakku.

"Bagaimana, Nun. Kamu mencurigai sesuatu?"

"Iya, Bang. Sepertinya aku mulai sedikit tahu, Oh ya, Win. Kamu sudah dapat alamatnya?"

"Sejauh ini belum, Bu. Keterangan di medsos dia tinggal di Bandung."

Tepat kecurigaanku, tak salah lagi kalau foto tadi memang di ambil di Rumah makanku. Apa mungkin Mas Wisnu bertemu dengannya di sana. Atau Lastri itu salah satu pegawaiku. Sejauh yang aku tahu, Mas Wisnu pernah berkata jika beberapa pegawai di sana mengalami pergantian. Ah! Lelah aku menerka-nerka. Lebih baik aku cari info dari sumbernya.

Kucari nomor telfon orang yang dulu bekerja di sana. Tak aktif lagi! Duh ... Sial!

"Kenapa?"

"Tak aktif, Bang. Ini nomor pegawai di sana dulu. Lama kami tak komunikasi, kupikir semua baik-baik saja. Ah, aku terlalu percaya pada cucunguk itu!"

"Sudah, Nun. Sabar, kamu jangan terlalu terbawa pikiran, aku tak ingin kamu seperti tadi." kuhela nafas berlahan. Benar apa yang dikatakan Bang Ridho, aku tak boleh terlalu baper. Tetap fokus pada masalah, namun tak perlu lagi membawa perasaan pada Mas Wisnu yang nyatanya dia tak lebih dari buaya buntung!

"Ia, Bang."

"Bagaimana, Pak. Apa aku akan diberikan pekerjaan lagi. Sungguh aku sangat membutuhkannya. Demi Allah, aku mau sama pak Wisnu karena dia royal padaku, tak bermaksud untuk menjadi orang ketiga atau pelakor, semua karena tuntutan ekonomi. Keluargaku hidup pas-pasan dan mereka hanya mengandalkan aku untuk mendapat uang lebih, jadi saat Pak Wisnu hadir memberi ... " Wita mengantung ucapannya.

Aku dan Bang Ridho saling tatap. Kemudian aku mengangguk, bagaimana pun kalau sudah menyangkut keluarga, terlebih Wita belum terlalu terjerumus dengan hubungannya. Membuat aku berniat untuk memaafkannya. Memaafkan Wita bukan Mas Wisnu. Pada dasarnya, Mas Wisnu lah yang punya andil besar dalam hal ini. Wita tetap salah, namun tak harus selalu menghakimi dari satu sudut.

"Baik, kamu akan aku beri pekerjaan, namun tak lagi di kantor pusat, kamu aku beri pekerjaan di kantor cabang. Biar nanti aku suruh orang untuk memberi alamat serta jabatan apa yang akan aku berikan. Kamu siap?"

.

Wita tersenyum senang, memang sulit jika harus mencari pekerjaan ditempat lain, terlebih dengan pemecatannya yang tak terhormat.

"Terima kasih, Pak, Bu." dia begitu girang.

"Ingat, kamu masih punya satu pekerjaan!"

"Iya, Win. Cari alamat Lastri. Kalau kamu dapat, akan aku kasih bonus." sengaja aku memberinya penawaran agar ia makin semangat.

"Baik, Bu. Secepatnya aku akan mencari tahu dimana Lastri tinggal."

"Kalau gitu, kiranya cukup sekian dulu. Aku mau pulang."

Kami beranjak, meninggalkan tempat ini, pulang kemana tujuan masing-masing. 

"Mas, mana ATM-ku, aku mau cek keuangan dari rumah makan cabang Bandung." kilahku berbohong agar Mas Wisnu tak keberatan untuk memberikan.

"Keuangan aman kok, Dek. Mas, selalu memantaunya." dia masih santai dan sibuk dengan ponselnya.

"Oh, begitukah? Baguslah, coba sini aku cek berapa saldonya."

Mas Wisnu menatapku sejenak, aku membuang muka.

"Cepat, Mas, sini!"

"Udahlah, Dek. Besok saja, lagian ATM-nya ketinggalan dikantor, Mas taruh dalam laci dan lupa membawanya pulang." dia berkilah, aku yakin ada yang tak beres dengannya.

Baik kalau dia tak mau memberikan ATM-nya, aku bisa mengeceknya lewat buku tabungan. Tak susah untuk mengecekna karena tabungan atas namaku. Kamu siap-siap saja. Aku menghentakan kaki dan masuk kedalam. 

~~~~

"Hallo, pagi, Bu." kuangakat telfon dari ibu mertuaku.

"Nduk, ibu sakit, tadi nelfon Wisnu tak diangkat. Apakah Ibu ganggu kamu?"

"Ngga kok, Bu. Ada apa, ada yang bisa Ainun bantu?"

"Anu, Nduk. Aduh ... Sebenarnya ibu ngga enak, tapi Ibu bingung, Nduk."

"Ada apa, Bu. Kenapa ngga enak? Ibu butuh sesuatu?"

"Bukan gitu, Nduk. Aku ngga enak karena keuangan kalian sedang tak baik jadi Ibu mau minta tolong tapi takut merepotkan."

Keuangan tak baik? Apa maksud Ibu?

"Minta tolong apa, Bu? Katakan, pasti Ainun bantu."

"Gini loh, Nduk. Ibu sakit tadi periksa kedokter dan harus tebus obat. Uang yang Wisnu kasih tiga juta perbulan sudah habis. Jadi ibu bingung ini mau nebus obat yang sampai tujuh ratusan ribu."

Apa tiga juta satu bulan, apa maksud ibu. Gaji Mas Wisnu saja sekitar tujuh juta. Apa ibu sedang berbohong, atau justru Mas Wisnu?

"Oh, begitu, Bu. Ya sudah nanti kami kesana ya. Sudah lama juga ngga jenguk Ibu. Sekalian nanti Ainun bawain makan siang, ibu ngga perlu repot-repot masak."

"Terima kasih, Nduk. Maaf, merepotkan menantu Ibu. Apalagi sedang masa pailit. Sekali lagi Ibu minta maaf ya."

Tiga juta, pailit. Aku makin yakin jika Mas Wisnu berbohong, dia mengurangi jatah ibu dan berdalih keuangan sedang pailit. Tega sekali ia pada Ibunya. Tak akan aku biarkan itu terjadi, kemana lebihan uang gaji Mas Wisnu. Lihat saja!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
salah sendiri terlalu percaya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Keikhlasan (Tamat)

    "Bertahan ya ... Sebentar lagi kita sampai!" ucapku menenangkan. Sebenarnya aku sendiri panik setengah mati. Bagaimana tidak, melihat kondisi Ning Ria yang sudah tak karuan. Tiba di lobi rumah sakit, aku segera turun, berlari memanggil perawat untuk segera membawa tandu. "Tolong! Gawat darurat!" Aku berlari, seketika dengan sigap beberapa perawat datang menuju mobil. "Kamu harus kuat ya, Neng!" ucapku sambil terus berjalan mengimbangi roda. Bude hanya bisa menangis, melihat kondisi Ning Ria yang sudah setengah sadar. Perawat dengan sigap memanggil dokter untuk segera melakukan pemeriksaan. Aku langsung memeluk Bude, saat Ning Ria sudah memasuki IGD. "Tenang, Bude. Pasti semua baik-baik saja." Kuelus punggung Bude dan membawanya untuk duduk. Fahri terlihat tergesa berjalan menuju tempat kami. "A, sudah hubungi Kyai Salim?" tanyaku begitu ia tiba. "Udah, Dek. Mereka sedang menuju kesini." Aku bernafas lega, setidaknya dalam kondisi seperti ini keluarga tahu. Aku terus berdo'a u

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Pendarahan

    "Ada apa, Dok?" aku bertanya sedikit panik melihat raut wajah dokter yang seperti nya memiliki masalah.Beliau menghela nafas panjang, aku yakin dia berat untuk menyampaikan."Begini, Bu, Pak. Menurut hasil Lap yang saya terima, jika maaf Sperm* Pak Fahri kurang sehat."Deg! Aku langsung berpaling kepada Fahri yang berada di sebelahku, pasti ia terpukul dengan penuturan dokter Rafli. Raut wajah Fahri terlihat sendu."I-itu artinya kalau saya mandul, Dok?" Fahri bersuara dengan bergetar.Kami tidak memvonis Pak Fahri mandul, cuma jika Pak Fahri ingin memiliki momongan. Sebaiknya Pak Fahri sering konsultasi dan menjalani pola hidup sehat. Agar keinginan itu dapat terwujud.***Fahri keluar dengan lemas. Bahkan ketika aku pegang tangannya ia tak merespon sama sekali. Pandangannya kosong dan entah apa yang sedang ia pikirkan."A ...."Dia masih diam saja, berjalan dengan lambat."Aa ngga papa kan?" Kugoyangkan sedikit tubuhnya."Astaghfirullah ... Maaf, Dek. Aa hampir putus asa menerima

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Keterangan

    "Apa, Bude. Alhamdulilah ... Ya Allah, rahasia Allah memang tak terduga ya. Selamat ya, Bude. Semoga debay dan ibunya sehat sampai lahiran." Aku turut bahagia mendengar kabar tentang kehamilan Ning Ria. Pasti kini dia tengah bahagia, setelah merasa terpuruk atas meninggalnya Bang Ridho."Iya, Nun. Bude bersyukur banget, bude dapat penghibur untuk hidup Bude. Cuma kata dokter Ria kandungannya lemah dan harus di jaga sebaik mungkin. Kamu mau kan ikut menjaga?"Aku melonggo, tak maksud dengan apa yang di sampaikan oleh Bude Sri. Aku, ikut menjaga?"Maksud, Bude?""Maksud Bude, ingin agar kamu menemani dia saat cek up dan sebisa mungkin sering main kesini. Hibur dia agar tak terus merasa sedih."Ucapan Bude ada benarnya, memang jika kandungan lemah akan sangat rentan jika stres. Aku harus membantu Bude untuk merawat Ria sampai melahirkan, aku harus pastikan Bang Ridho junior lahir kedua ini dengan selamat. Aku berjanji padamu, Bang! "Baik, Bude. Nanti aku usahakan waktu yang banyak untuk

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Penderita

    PoV Wisnu"Kamu kerja baru setengah bulan udah izin empat hari! Kamu pikir ini usaha milik nenek moyangmu?!" gentak Pak Suid pemilik cucian motor dimana tempatku bekerja. Ya ... Sejak setengah bulan yang lalu, aku bekerja sebagai buruh cuci motor. Terpaksa untuk menyambung hidup."Maaf, Pak. Saya sakit, ngga bisa di paksa kalau lagi kambuh," ucapku pelan berharap dia mengerti."Memangnya kamu sakit apa? Sakit maag!""Bu-bukan, Pak. Sa-saya sakit gonore,"jawabku pelan."Apa kamu kena gonore, kencing nanah, raja singa, aids." Dia menyebutkan macam-macam penyakit, padahal semua itu berbeda. Ah! Dia itu lebay sekali.Aku tertunduk, tak mau berdebat pada orang yang minim ilmu, yang mengira antara gonore dengan raja singa bahkan Aids itu sama."Mulai hari ini saya kamu pecat! Saya tak mau punya karyawan memiliki penyakit kelamin. Bisa-bisa nular lagi." Kata tajam pemilik usaha itu membuat nyeri ulu hati."Tapi, Pak! Penyakitmu tak menular jika hanya bersentuhan." Belaku berharap ia lebih ta

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Takdir Allah

    PoV RiaMenjadi istri seorang bernama Ridho Herlambang. Ternyata begitu bahagia, walau telat karena keegoisanku. Kini aku sadari jika menjadi istri Mas Ridho, itu sebuah keberuntungan. Selain dia baik, pengertian, juga sangat penyayang. Aku merasa bak jadi seorang putri raja saat bersamanya, dia memanjakanku lebih dari Abah.Andai saja, aku sejak pertama tak menolaknya, berlaku menjadi istri sepenuhnya, mungkin aku tak akan merasa sebersalah ini. Bagaimana tidak, saat aku terpuruk dan di vonis menderita kista ovarium, dia yang belum menyentuh ku sama sekali masih saja menerima ku apa adanya. Bahkan jika aku tak dapat memiliki anak."Kan masih ada solusi, Dek. Hidup berumah tangga bukan melulu soal keturunan. Buktinya yang anaknya banyak saja bisa mereka bercerai. Aku tak memusingkan hal itu, kita bisa adopsi anak kan?" ucapnya kala aku masih ragu untuk kembali padanya."Tapi, Mas. Kamu anak satu-satunya. Pasti ibumu menginginkan penerus untuk usahamu dan pasti harus anak kandung. Buka

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Kecelakaan tragis

    "Astaghfirullah, Pak. Kita kesana, ini yang kecelakaan mobilnya Bang Ridho." Aku panik ketika yakin jika mobil itu milik Bang Ridho, semoga saja bukan Bang Ridho yang bawa. Melihat dari kondisi mobilnya yang rusak parah pasti pengemudi nya juga tak kalah parah."Kita putar balik ya, Pak!""Iya, Bu. Sebentar di depan kan over boden jadi kita harus memutar agak jauh.""Iya, Pak. Tapi cepat ya!"Ya Allah, lindungilah orang-orang yang aku sayangi, keluargaku juga teman-temanku. Aku masih panik dan harap-harap cemas. Ya Allah .... Aku terus menyebut nama-nya.Ketika tiba di sana, ambulan sudah datang, masih banyak orang yang berkerumun. Aku langsung turun ketika Pak Sopir sudah memarkirkan mobilnya. Segera berlari menuju TKP. Tak kuhiraukan panggilan Pak Sopir yang mungkin khawatir karena aku lari."Pak! Bagaimana keadaannya?" tanyaku pada salah satu orang lewat yang sepertinya sudah melihat."Yang mobil pribadi, meninggal ditempat, Mbak. Karena tercepit setir dan kepalanya pecah."Astaghf

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status