"Ane, aku mohon maafkan aku! Aku bersumpah, aku tidak akan menyembunyikan apapun setelah ini. Ini semua orang tuaku yang memaksaku untuk menikahi Tania!" jelas Mark dengan nada penuh permohonan.
"Aku tidak mengerti kenapa mereka sampai melakukan ini padamu?" tanya Marriane yang masih tidak habis fikir dengan orang tua Mark yang tega terhadapnya seperti ini.
"Tania memang dari dulu terobsesi untuk menikahiku. Orang tuanya hanya ingin kami bersama karna melihat anaknya itu semakin tidak terarah. Mereka melihat hanya aku yang bisa menjaganya. Aku sudah bilang pada orang tuaku jika aku sudah memilikimu, tapi mereka memohon agar mau membantu mereka sampai keadaan Tania membaik," ujarnya penuh benci.
"Membaik? Apa maksudnya?" mengernyitnya dahinya.
"Tania mengalami stress yang luar biasa akibat ia dilecehkan oleh mantan kekasihnya. Setiap hari ia harus meminum obat anti depresan agar ia bisa beraktifitas. Tapi sungguh Ane, aku sama sekali tidak mencintai Tania. Aku hanya mencintaimu dan aku hanya nyaman bersama denganmu. Setelah ini aku akan membicarakan hal ini dengan kedua orang tua kami. Aku ingin menceraikan Tania sesegera mungkin. Aku juga sudah tak tahan dengannya. Aku sudah muak!" menghela nafas kasar lalu melempar pandangannya pada gulungan ombak yang berjalan dengan tenang.
"Apa kalian pernah melakukan hubungan intim setelah menikah?" tiba-tiba Ane penasaran.
Apalagi mereka sudah resmi menikah, bahkan orang yang belum menikah saja bisa kapan saja melakukannya jika ingin. Dua bulan bukan waktu yang sebentar untuk seorang laki-laki hidup bersama dengan seorang wanita dalam satu atap. Yang Ane ketahui dan sudah ia lihat sendiri Tania bukan wanita yang buruk mungkin untuk diajak bercinta. Wanita itu seksi dan juga lumayan cantik walau suka memakai pakaian yang kekurangan bahan seperti tadi.
"Apa katamu? Tentu saja aku tidak pernah! Ia pernah mencoba sekali ingin menjebakku, tapi aku berhasil lolos," Mark sempat terdiam sebentar mungkin sedang mencari kata-kata yang pas.
"Dengarkan aku Ane, aku tidak mau melakukannya itu jika bukan denganmu. Jadi aku mohon maafkan aku dan mau ya kamu menikah denganku!" membelai lembut pipi kekasihnya itu.
"Oh, astaga kamu melamarku?" tiba-tiba muncul semburat merah di pipi Marriane.
"Jika kamu setuju, aku akan langsung membawa orang tuaku untuk melamarmu." Kemudian menggenggam tangan Ane dan menatapnya dalam.
"Aku harus fikirkan lagi nanti. Umurku saja masih 21 tahun Mark. Walaupun aku tau jika kamu meminta pada orang tuaku mereka pasti akan mengizinkan. Apalagi kamu juga sudah mapan. Tapi aku masih belum selesai dengan kuliahku. Mungkin aku ingin menyelesaikannya dulu. Lalu aku memikirkan menikah denganmu." Jawabnya dengan senyum di wajahnya.
Jangan lupa, semburat merah muda yang bertandang di pipinya masih ada ketika Marriane menyelesaikan kalimat itu.
"Ayolah Ane, banyak kok wanita di luar sana yang menikah sambil berkuliah. Dan mereka berhasil dengan itu. Aku juga ingin kamu bisa seperti itu juga. Lagi juga menikah bukan hal yang buruk untuk hubungan kita. Aku janji tidak akan mengecewakanmu dan memperbolehkanmu untuk tetap berkuliah." Ucap lelaki itu dengan nada membujuk.
"Aku tidak mau ini menjadi terburu-buru. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu, Mark." Katanya tersenyum.
Mark berusaha menerima keinginan Marriane dan tak ingin terlalu memaksakan keinginannya untuk diterima Marriane. Marriane mau menerima penjelasannya saja ia sudah sangat senang dan beryukur.
Kemudian mereka berdua menikmati suasana pantai malam itu. Mereka berdua sengaja datang ke pantai yang terletak di utara Jakarta agar lebih santai mengobrol. Suasana di sana saat malam hari terlihat agak sepi dan itu membuat mereka berdua bisa mengobrol dengan leluasa. Malam itu, mereka resmi kembali untuk merajut tali asmara yang sempat terputus karna Mark yang difikir telah mengkhianati cinta mereka. Sekali lagi bukan Ane yang merebut Mark, tapi Tanialah yang merebut Mark dengan paksa. Maka Ane akan mengambil Mark lagi dari tangannya.
******
Setelah Lea pulang dari Singapur bersama dengan Marco dan menyelesaikan mini konsernya. Lea kemudian diantar pulang dan ternyata orang tua gadis itu sedang berada di rumah dan bersantai ketika mereka berdua sampai di kediaman keluarga Pradipta. Marco juga membawakan sedikit oleh-oleh untuk orang tua dan juga ART yang berkerja di rumah Lea.
"Sore Tante, Om!" sapa Marco begitu sampai dan melihat kedua orang tua Lea menyambut kedatangan mereka.
"Sore!" jawab kedua orang tua Lea ramah.
Lea langsung duduk di samping mamihnya dan memeluknya erat. Kalau sudah ketemu dengan orang tuanya Lea langsung deh keluar manjanya.
"Mi, Pi. Ini Coco beliin oleh-oleh untuk Mami sama Papi. Mbbokkk!" Lea memberikan paper bag berwarna hijau daun kepada kedua orang tuanya masing-masing satu dan juga memanggil mbok Ijah.
Mbok Ijah yang sedang berdiri di dapur yang letaknya memang tak jauh dari ruang tv di rumah itu langsung segera mendekati nonanya.
"Ya, Non!" jawab mbok Ijah.
"Ini Coco beliin oleh-oleh untuk Mbok dan yang lainnya. Bagi-bagiin yang adil ya." Katanya tersenyum ramah.
"Siap Non! Makasih ya Mas Marco." Kata Mbok Ijah kemudian tersenyum dan membawa paper bag hijau daun itu ke arah kamar ART berada
Setelah beberapa menit kemudian, salah seorang ART di rumah itu membawakan minuman untuk tuan, nyonya dan nona mudanya.
"Terima kasih Mas Marco oleh-olehnya," kata Bi Iroh kali ini.
"Sama-sama Bi." Kata Marco tersenyum ramah.
Kemudian Bi Iroh meninggalkan mereka berempat di sana.
"Mi, Pi aku ganti baju dulu ya." Lea berpamitan.
"Iya sayang." Jawab maminya.
"Coco mau mandi?" Lea kali ini menoleh pada Marco yang duduk di sofa yang berbeda di ruangan itu.
"Boleh. Badanku juga lengket sekali," tersenyum.
"Ya udah, yuk!" ajak gadis itu.
******
Marco sudah senang karna ia mengira akan dibawa ke kamar gadis itu. Tapi nyatanya gadis itu membawanya ke kamar tamu yang berada tepat di bawah yang letaknya juga tak jauh dari kamar orang tuanya.
"Kenapa ga mandi di kamar kamu aja?" tanya Marco dengan nada kecewa begitu masuk ke dalam kamar bernuansa cream dan coklat tua itu.
"Mana mungkin aku membawamu masuk ke dalam kamarku, ketika sedang ada mamih dan papih. Jangan bercanda Coco Sayang," kata Lea sambil memberikan handuk berwarna putih yang baru saja ia ambil dari lemari di sudut ruangan.
"Aku ke atas dulu." Pamitnya tersenyum sambil berjinjit dan mengecup kilas bibir Marco yang sudah ia akui sebagai kekasihnya itu.
Sebelum Lea melangkah terlalu jauh, Marco menarik tangan Lea. Karna tak siap, akhirnya Lea jatuh dalam dekapan Marco. Laki-laki itu tersenyum melihat kekasihnya yang berhasil ia buat terkejut.
"Kenapa?" tanya Marco yang bertanya lebih dulu sebelum mendapat celotehan dari Lea.
"Aku kaget Coco," Lea berusaha kabur dari pelukan lelaki itu.
Namun sayang Marco lebih dulu bertindak. Ia mulai mengeratkan pelukan di pinggang ramping Lea dan sontak membuat Lea membulatkan matanya. Tangan Marco berhasil masuk ke dalam dress di atas lutut yang masih dikenakannya.
"Coco!" panggil Lea lirih.
Menahan gejolak yang timbul di dalam dirinya, agar tak semakin keterusan. Ia berusaha harus mengumpulkan kewarasannya. Karna sentuhan Marco begitu mengahanyutkan.
"Ya, Sayang!" Marco menjawab sambil terus menciumi kulit leher Lea.
"Bagaimana jika mamih atau papih ke sini?" tanya Lea masih menahan hasratnya karna perlakuan Marco.
"Mereka tidak akan ke sini." Tatapnya dalam pada iris mata hazel milik Lea.
Marco sudah mempererat pelukannya. Lalu, kemudian mendekatkan bibirnya kepada bibir ranum milik Lea dan mengecup singkat. Lea tak terima, ia kemudian menangkup wajah Marco dan memulai ciuman itu.
******
"Sebenarnya saya ke sini ingin menyampaikan sesuatu." Kata Marco memulai pembicaraan setelah mengobrol panjang lebar dengan orang tua Lea yang sangat baik terhadapnya.
"Ada apa Marco? Sepertinya serius." Kata mamih tersenyum kemudian melayangkan pandangannya ke suaminya yang duduk di sebelahnya.
Lea masih berada di kamarnya. Mungkin sedang merias dirinya, karna Marco berjanji akan mengajaknya makan ice cream dan mentraktirnya makan malam karna sudah berhasil menyelesaikan konsernya yang sangat sukses di Singapur. Bahkan laki-laki itu sangat terpukau melihat Lea dengan suara merdunya berdiri di atas panggung dan menyanyikan nada-nada yang indah.
"Maaf, mungkin Marco agak lancang. Tapi ini dari dalam hati Marco yang paling dalam." Wajahnya mulai terlihat grogi.
Orang tua Lea saling pandang dan sangat penasaran dengan apa yang ingin Marco sampaikan.
"Begini, Om Tante. Seperti yang sudah diketahui. Marco mencintai Lea sudah lama sekali. Bahkan Marco tidak mau mencari wanita lain selain Lea. Jika Om dan Tante mengizinkan. Marco ingin menikahi Lea bulan depan." Katanya lantang dan penuh keyakinan.
"Apa kamu yakin Marco dengan ucapanmu?" tanya papih yang mengubah wajahnya menjadi serius
"Marco sangat yakin Om!" dengan penuh penegasan, walau dalam hatinya sangat berdebar.
Papi terdiam sebentar dan tampak berfikir. Sedangkan mami terdiam masih tidak percaya jika anak gadisnya itu dilamar oleh Marco. Laki-laki yang ia kenal sangat bertanggung jawab dan sudah mapan walau di usianya yang masih terbilang muda. Ia juga mengetahui jika Marco sangat menyayangi anak gadisnya itu dan tak pernah macam-macam.
"Baiklah ... kita tunggu jawaban dari Kalea. Jika memang ia mau menikah denganmu. Om dan Tante tidak akan menghalangi kalian. Tapi pesan om, jika memang Kalea belum siap. Mohon untuk bersabar dengannya. Semua keputusan om serahkan pada Kalea." Ucap lelaki paruh baya itu.
"Tapi apa kalian tidak terlalu terburu-buru? Kamu sungguh yakin Marco?" tanya mamihnya meyakinkan.
"Iya, Tante. Marco sudah yakin dengan Lea. Hanya Lea yang Marco inginkan dalam hidup ini!" ucapnya dengan penuh keyakinan.
Lea sudah tau jika Marco sepertinya sedang bicara serius dengan orang tuanya. Terlihat dari tampang papihnya yang berubah menjadi sangat serius. Lea dapat mendengar samar-samar bahwa dirinya sedang dilamar oleh Marco. Setelah kalimat terakhir yang diucapkan dengan lantang oleh Marco.
Mereka sempat berbicang sebentar sebelum akhirnya Marco mengucapkan keinginannya melamar Kalea. Awalnya Marco berfikir jika ia harus mencari waktu yang pas untuk berbicara serius dengan orang tua Lea. Tapi ia sudah tidak tahan jika menunggu lama-lama. Lagi pula ini adalah salah satu caranya agar Kalea tau jika dirinya benar-benar serius dan tak main-main dengan ucapannya di penthousenya malam itu. Setelah ini juga, Kalea tidak akan pernah pergi darinya. Karna ia tau Kalea juga akan mencintainya sama seperti dirinya mencintai Kalea.
******
Hi, Semoga kalian suka ya dengan chapter 4 di novel ini, ya. Nantikan kisah cintanya Damas dan Kalea dalam novel WAITING FOR HER LOVE ini ^_^. Jangan lupa untuk berikan rate 5 pada cerita author ini, tambahkan pada library kalian dan juga comment pada setiap chapternya ya (Tapi mohon untuk tidak membocorkan isi cerita yang author publish di kolom comment ya Sayang-sayangkuuu ^_^). Berikan Vote untuk Damas dan Kalea juga ya Sayang-sayangku. eFBe author : @chisizachoi Love, Author 💗 💗 💗
Rahang dan tangan Coco sukses mengepal dan deru nafas yang tidak beraturan membuatnya menatap dua anak manusia yang sedang bergumul dengan gairah yang entah siapa yang memulainya. Lea dan Damas sukses dibuat jadi bergidik ngeri. Terutama Lea yang pasti akan menjadi tersangka atas kejadian yang baru saja tidak sengaja dipertontonkan untuk mantan calon suaminya itu. Lea yang tadinya terpejam bahkan langsung membeliakkan matanya karna mendengar suara yang begitu ia kenal itu. Damas juga jadi menghentikan kegiatannya yang sedang menikmati tubuh istrinya dan ikut melihat ke sumber suara yang membuat mereka saling terdiam dan mengumpulkan kesadarannya sesegera mungkin.“Co … Co?” Lea terkejut melihat lelaki yang dulu hampir menjadi suaminya itu kini malah melihat dirinya dengan suami sahnya hampir melakukan hubungan intim di sana. Mereka yang sedang dikuasai oleh gairahh jadi tidak begitu fokus dengan suara derap langkah. Yang terdengar di ruangan itu adalah suara cecapan yang Damas lakuka
Dua hari kemudian, “Halo, iya Pa, tunggu sebentar ya. Saya keluar dulu.” Damas menjawab telpon seseorang ketika ia dan Lea sedang berada di ruang keluarga. Hari itu tidak ada jadwal yang mengharuskan Damas untuk berangkat ke kantor. Ia lebih memilih untuk berada di penthousenya menemani Lea. Jadilah Damas memesan makan siang untuk mereka nikmati berdua. Tak lama lelaki itu memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantong celananya setelah menjawab telpon dari orang yang mengantarkan makanan untuk mereka. “Siapa, Sayang?” tanya Lea yang kemudian menanyakan hal itu pada suaminya yang sekarang sudah berdiri dari sofanya. “Aku ke depan dulu ya, ini driver ojek onlinenya sudah sampai. Aku pesan makanan untuk kita berdua.” Kata Damas yang kemudian menyunggingkan senyumannya. “Oke aku tunggu,” Damas kemudian keluar setelah mengelus pucuk kepala Lea dengan sayang dan sedikit mencubit gemas pipi istrinya yang sudah terlihat sedikit chubby karna terlalu banyak disuguhkan makanan lezat dari su
3 Bulan kemudian.Damas akhirnya berhasil membujuk Lea untuk pulang ke rumahnya setelah mereka berdua menyelenggarakan acara 4 bulanan untuk anak mereka. Mereka membuat acara 4 bulanan untuk buah hati mereka tentunya dengan acara tertutup di sebuah resto yang sudah mereka booking khusus untuk acara itu. Hanya ada beberapa kerabat dan sanak saudara yang hadir dalam acara itu. Bahkan mungkin tidak lebih dari 200 orang yang datang untuk memanjatkan doa bersama untuk kesehatan dan kelancaran kelahiran buah cinta mereka.Lea sendiri memang awalnya menolak untuk membuat acara itu, mengingat kondisi Coco yang masih belum mengetahui kondisi dan situasi yang sebenarnya tentang hubungan mereka. Tapi Damas berjanji hal itu tidak akan mempengaruhi kondisi apapun mengenai mantan teman duelnya itu. Jadilah, Lea akhirnya mau ikut dalam persiapan acaranya itu. Bahkan, Lea tampak paling bersemangat untuk mempersiapkannya.Setelah mereka sampai di kamarnya, Damas mulai membuka setiap helai benang yang
Ane langsung pulang ketika mendengarkan kabar dari Coco. Gadis itu juga begitu mengkhawatirkan sahabatnya. Walaupun Ane dan kedua orangtua Coco sudah tau apa yang menjadi penyebab Lea seperti itu. Tapi Ane tetaplah khawatir pada sahabatnya itu. Marvel dan Marlina langsung meminta Ane untuk pulang walaupun acara pernikahan salah satu kolega Marvel masih belum selesai terlaksana. Ane menurut mendengar perintah dari kedua orangtuanya untuk menemani Lea di mansion mereka. “Lea!” Ane sedikit berbisik ketika Lea sedang terlihat berbaring dan tertidur pulas di kamarnya. Ane mengelus lengan Lea dengan lembut sehingga membuat Lea tersadar. “Masih pusing?” tanya Ane ketika melihat Lea mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya. “Ya, sedikit. Maaf aku jadi mengganggu acaramu, An.” Ucap Lea yang menyandarkan tubuhnya di headboard ranjang king size milik sahabatnya. “Sama sekali
Kini hanya tinggal Coco dan Lea di dalam sebuah ruang tunggu. Lea diminta untuk menunggui Coco yang baru saja menyelesaikan terapinya. Gadis itu meminta pa Hardi untuk mengambilkan obat dan vitamin yang harus rutin diminum oleh Coco di apotik di dekat ruang tunggu itu. “Co, apa kamu ingin makan sesuatu?” tanya Lea yang kemudian menyodorkan menu makanan sebuah resto cepat saji pada layar ponselnya. Kebetulan setelah pulang dari Hospi Hospital, tidak ada orang di mansion keluarga Avilash. Kedua orangtua Coco dan Ane sedang pergi ke sebuah acara pernikahan kolega Marvel. Jadilah, hanya tinggal mereka berdua yang ada nanti di dalam rumah. Tentu saja, dengan pa Hardi sebagai pendamping bagi Coco saat ini. Karna mendengar rencana kedua orangtuanya, Coco juga meminta pa Hardi dan ARTnya tidak memasak untuknya. “Aku tidak ingin apapun yang ada disana,” ucap Coco sambil menggelengkan kepalanya. “Kamu harus makan. Kamu per
“Selamat, ya! Kandungannya Lea sehat. Aku akan meresepkan vitamin untuk Lea dan bayi kalian. diminum harus rutin dan jangan cape-cape ya, Lea. Aku tau jadwal kamu pasti padat. Pa Boss, ringankanlah tugas Istrimu jangan suruh dia bekerja dulu. Kalau bisa,” kata Dokter Syafima sambil memberikan senyuman pada Lea dan Damas yang tengah duduk di depannya. Dokter Syafima yang juga sempat menjadi penyanyi di bawah naungan perusahaan Damas itu ikut merasakan kebahagiaan yang tercipta di hadapannya. Ia merasa terkejut begitu melihat Damas nyatanya membawa Lea ke hadapannya untuk memeriksakan kandungannya. Saat mereka menikah, Syafima yang akrab disapa dokter Syasya itu diundang ke acara pernikahan mereka. Tapi, sayangnya Syasya tidak bisa datang dan mengirimkan doa dan juga beberapa hadiah ke penthouse Damas dan Lea. “Aku sih ingin saja, memberikannya libur. Tapi Ka Syasya juga tau kan Istriku ini sangat tidak bisa diam. Aku takut jika nantinya akan di