WANITA KEDUA 14 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang kerap menggunakan hati daripada logika. Sudah sewajarnya jika perasaan kerap memporak-porandakan pikiran dengan berbagai firasat. Entah itu hanya sebuah kebetulan atau memang hanya sekadar kekhawatiran. Wanita yang masih terjebak dengan kegelisahannya sendiri menggeleng beberapa kali. Ia menolak kata-kata hati yang serupa iblis berwujud pertanyaan. “Enggak, enggak, enggak ... aku yakin Mas Aksa baik-baik saja. Aku yang terlalu khawatir berlebih di sini. Dia lagi lelah, bukan memberi isyarat menyerah,” batin Thifa menyemangati diri sendiri agar ketenangan mau mendekat. Entah kenapa raga yang terasa lelah menjadi bertambah lelah sebab hati tidak sedang terarah. Akan tetapi, Thifa tetap berusaha menjalani sisa malam yang mungkin akan sangat menyiksa. Sebab pesan-pesan hangat penuh cinta dari pria pujaan tidak ada untuk mengusir penat dan jerat rindu. Bahkan, ia harus meredam semua itu hingga sikap s
WANITA KEDUA 14 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita yang memiliki lara tersembunyi itu merendahkan diri di hadapan Sang Pemilik Hati bersama lantunan doa-doa untuk segala keputusan. Entah bisa saling memiliki atau tidak, biarlah menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Thifa sengaja merebahkan diri untuk istirahat dengan melupakan makan malamnya. Selera tiba-tiba menghilang ketika gelisah hati melanda sebab keadaan yang tidak sehangat sebelumnya. Tidak ada ucapan dan pesan-pesan mesra penuh sayang untuk malam ini dari pria pujaan. Bunga hati pun seolah-olah layu. Bahkan antara rindu dan khawatir berperang panjang tanpa tahu siapa yang menjadi pemenang. “Kangen kamu, Mas ... apa kejadian kemarin membuat hatimu ikut lelah? Atau kamu udah mulai menyerah untuk hubungan ini?” tanya Thifa pada ponsel yang layarnya berwarna hitam. Sebagai tanda tidak ada notifikasi pesan apa pun. Wanita yang tengah terjebak kisah tanpa arah itu menarik napasnya dalam dan membuangnya kasar. Ia ingin membua
WANITA KEDUA 15 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraTerkadang ketika hati tengah merasakan gelisah bercampur takut untuk sebuah kehilangan akan sangat membutuhkan orang terdekat sebagai sandaran. Sandaran yang sudah seperti rumah selayaknya tempat paling nyaman dan aman tanpa takut ditinggalkan selain Tuhan. Akan tetapi, keadaan sikap yang berubah secara tiba-tiba mampu membuat bayang indah itu musnah dengan begitu mudah. Thifa sendiri hanya bisa menahan seluruh perasaannya untuk situasi saat ini. Hatinya bahkan menampik pikiran buruk terus menerus agar tetap bertahan menjalin hubungan yang terlanjur mengakar. “Pria itu bukan Mas Aksa. Mas Aksa yang aku kenal adalah pria yang enggak akan membiarkan aku khawatir begini. Dan aku harus kuat seperti katanya apa pun yang Mbak Rena ucapkan. Ini adalah resiko yang harus aku tanggung,” ujar Thifa dalam hati sembari menatap wanita yang memiliki raga seorang Aksa berjalan menuju restoran. Sudah kebiasaan mereka membawa masuk roda dua di area parkir
WANITA KEDUA 15 BOleh: Kenong Auliya Zhafira“Kamu tahu ... saya juga dulu mengalami masa paling sulit saat memperjuangkan Mayasha. Di mana kedua wanita hebat itu saling berlomba untuk kebaikan hidup saya, meskipun caranya mereka berbeda. Saya tetap menjalani hidup sesuai peran yang ditakdirkan, yaitu mencintai Mayasha dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Selain itu saya juga tetap berusaha menjadi anak yang baik untuk ibu. Di sinilah saya memahami, kalau semua itu adalah resiko yang harus ditanggung karena mencintai seorang wanita panggilan. Sampai sini kamu paham, 'kan?” imbuh Lian lagi dengan membagi pengalaman hidupnya yang tidak akan pernah terlupakan. Seketika pria yang sempat tahu kisah asmara seorang Lian Erza dari kabar burung merasa tertampar. Ya, Aksa perlahan mulai mengerti jika amarah Serena adalah resiko yang harus ia tanggung karena adanya wanita lain. Akan tetapi, ia tidak pernah sekali pun merencanakan mau membagi hatinya pada Thifa. Rasa itu datang sendiri ta
WANITA KEDUA 16 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraCemburu bagi seorang wanita bergelar istri adalah sesuatu yang lumrah dan wajar. Hal itu adalah salah satu bentuk pertanda rasa takut untuk sebuah kehilangan sekaligus sebagai pertahanan kehadiran wanita lain dalam hubungan. Sudah menjadi kewajaran makhluk bernama wanita tidak menyukai pengkhianatan. Akan tetapi, terkadang iblis membutakan mata hati untuk bersikap arogan yang berujung tindakan berlebihan. Wanita yang masih tidak rela berbagi hati meski hanya secuil perlahan mendekat. Serena memilih menahan segala amarah dan menyembunyikan dalam dada. Ia tidak ingin lagi adu pendapat tentang siapa pemilik hati lelakinya. Itu sudah tidak penting asal pernikahan yang selama ini terbangun susah payah masih bisa bertahan meski perasaan salah satu musnah. “Seandainya pernikahan ini hanya sebatas perjanjian untukmu, aku enggak masalah, Mas ... asal kamu tidak melakukan pengkhianatan seperti sekarang. Jika memberi teguran seperti kemarin adalah
WANITA KEDUA 16 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraYula yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik sahabatnya sudah bisa menebak arti senyum itu. Apalagi jika bukan tentang kabar dari pria beristri yang tidak tahu diri menarik seorang Thifa pada kisah berduri. “Sepertinya udah ada kabar dari Aksa, nih ...,” goda Yula sengaja sambil membuka bekal makan siang. Ia memilih berhemat agar bisa menabung untuk hal-hal yang masuk daftar keinginan. Thifa merekahkan bulan sabit di kedua sudut pipinya. Manis. “Kok, kamu tahu? Apa wajahku terlalu kentara?" tanyanya sembari menangkup wajah. Wanita yang tahu betul seorang Thifa tertawa. “Ya tahu lah, Thifa! Emang kamu pikir kita ini kenal baru kemarin sore?! Kita kenal udah sejak zaman masih ingusan sampai sekarang, loh ...,” ujar Yula mengingatkan masa-masa persahabatan yang sudah jauh terlewati. Seketika ingatan Thifa terlempar pada masa di mana keduanya saling berbagi tawa, tangis, jajanan, dan cerita dari berbagai usia dengan versi dan cara berbeda
WANITA KEDUA 17 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraTerkadang dugaan yang mengarah pada tuduhan itu diperlukan satu landasan bukti untuk sebuah kenyataan. Sebagai manusia yang diberikan akal oleh Tuhan untuk berpikir sudah sepatutnya menggunakannya dengan bijak dalamnya sebab akibat. Jangan sampai semua itu hanya menjadi sebatas anggapan tanpa tanggapan. Meskipun pada akhirnya tetap ada yang menunggu suatu kepastian terpantas sebuah ikatan hubungan. Wanita yang tengah mencari keyakinan diri untuk sebuah kata pantas segera menangkap layar obrolan secara penuh. Ia tidak mau lagi mengulang cara pertemuannya dengan Thifa. Kali ini, Serena memilih lebih tenang dan belajar tidak meluapkan amarah dengan membabi-buta. “Ah, dapat ...! Satu bukti obrolan pesan telah di tangan. Ini nanti bisa digunakan untuk menggertak dan mengancam sang pelaku di waktu yang tepat,” batin Serena sembari tersenyum tawar. Sebab untuk menuju masa itu masih membutuhkan perjalanan yang tidak tahu kapan. Tanpa disadari,
WANITA KEDUA 17 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraPesan terkirim. Tanpa menunggu lama, kotak pesan pun mendapatkan notifikasi. Mungkin wanita di sana masih dalam masa istirahat. Atau memang sengaja meluangkan waktunya untuk membalas pesan. Thifa[Aku juga enggak apa, Mas ... enggak perlu juga ada yang dimaafkan di sini. Karena mungkin aku adalah orang paling bersalah sebab mempunyai rasa pada pria sepertimu. Bagiku yang penting itu masih bisa tahu kamu ada. Kamu juga baik-baik. Aku juga sayang, sayang, sayang banget sama kamu. Ya udah, ini udah mulai kerja. Nanti lagi, enggak enak kalau ada Pak Lian.] Ada bahagia yang tidak cukup dijelaskan dengan kata memiliki seorang Thifa dalam hidupnya. Ia merasa seperti mendapat rumah yang selalu menyambut ramah. Meskipun tahu bukan tempat untuk menetap, melainkan hanya sekadar singgah. “Sungguh tidak ada niat menjadikan kamu persinggahan. Aku hanya tidak bisa mengendalikan perasaan. Dan aku juga bukan tidak mampu melawan kenyataan, tapi keadaanla