DIA PUTERI KANDUNGKU
Renata baru saja merebahkan dirinya di sofa menikmati waktu bersantai di rumah tanpa menyaksikan kedua manusia yang tidak tau malu pamer kemesraan di hadapannya.Ponsel miliknya berdering tertera di layar handphone -Davin is calling- dengan tarikan nafas malas Renata menjawab panggilan ponselnya. “Ya… Halo Davin?”“Hallo… Re, bersiap yah 15 menit lagi aku jemput,” suara Davin dari sebrang sana.“Baik,” jawab Renata singkat, Seraya menutup panggilan.Renata beranjak menuju kamarnya, Setiba di dalam kamar entah kenapa dorongan hatinya untuk melihat rumah tetangga lewat jendela, Ia menyibak gordyn dan menoleh kearah rumah Reynaldi, Ada rasa sedikit kecewa setelah melihat Rumah Reynaldi tertutup rapat.“Sudahlah Renata, Apa yang kamu lakukan?” gumamnya lirih, Ia pun melanjutkan mencari gaun yang akan ia kenakan untuk makan malam bersama keluarga Davin dan juga kedua orang tuanya.Setelah rapih berpakaian Renata kembali mematut dirinya di hadapan cermin, Malam ini semua keluarga akan merayakan kehamilan Renata namun tidak ada raut bahagia di wajahnya, Renata meraba perutnya yang masih terlihat datar.“Maafkan bunda nak… Jika kehadiranmu antara kesedihan dan kebahagiaan untuk bunda,” bisiknya lirih.Ketukan pintu kamar mengalihkan perhatiannya. “Re… sudah siapkah? Kita bisa jalan sekarang agar tidak terlambat,” suara Davin di balik pintu kamar.Davin menatap penuh pesona setelah Renata membuka pintu kamar, dress sebatas lutut berwarna maroon, polesan makeup flowless dengan rabut yang di gelung, sedikit di gerly bagian sisi kiri dan kanan wajah, aksesoris dan hand bag kecil bertengger manis di lengan kanannya, membuat Renata bak bidadari tak bersayap.“Cantik,” kalimat pendek yang keluar dari mulut Davin, namun tak di hiraukan oleh Renata, Ia berjalan melewati Davin yang masih berdiri terpesona di depan pintu kamar.“Davin…! ayo…!” seru Renata melihat Davin masih berdiri di depan kamarnya.“Oh! Ok ayo…” mereka pun berlalu keluar rumah menuju mobil Davin yang terparkir di halaman.“Sudah secantik itu kenapa di tutup masker?” tanya Davin setelah mereka berada di dalam mobil.“Aku masih mual jika mencium aroma tubuh kamu,” jawab Renata tanpa menoleh ke arah Davin.“Hhhmmph…!” Davin hanya menghela nafas berat mendengar jawaban Renata.Setiba direstoran mewah Davin langsung menuju receptionis. “Permisi Mbak… Reservasi atas nama Tuan Anggara,” tanya Davin.“Baik pak mari ikut saya privat room vviv 1.” mereka pun mengikuti resepsionis yang mengantar mereka ke ruangan dan ternyata bukan hanya keluarga dari kedua belah fihak namun terlihat pula kolega bisnis mereka yang ikut hadir.“Naaah… yang ditunggu sudah datang…” sambut nyonya Iriana.Di lanjut dengan pelukan sang mama, “Apa kabar sayang, Mama rindu sekali,” ucap nyonya Marta mama Renata.“Re… baik-baik saja Mah…” jawab Renata seraya membalas pelukan sang mama.“Ayo kita semua sudah nunggu kalian sejak tadi,” ajak mama Iriana.Mereka pun menikamati pertemuan tersebut, ada sepasang tamu rekan bisnis mereka yang di undang sepertinya teman istimewa, masing-masing memberikan banyak hadiah untuk Renata.“Re… kamu mau makan apa?” tanya Davin karena sejak tadi Renata tidak menyentuh makanan.“Aku sedikit mual, mau ketoilet.” Renata pun pamit kepada semuanya untuk pergi ke toilet.“Sabar ya Davin… wanita hamil memang seperti itu,” ujar mama Iriana.“Iya Vin… waktu Mama hamil kamu saja seperti itu, Papa harus extra sabar,” timpal papa Erlangga dan di sambut derai tawa dari semua yang hadir.Rianti istri dari Tn Wicaksana rekan bisnis kedua keluarga itu tiba-tiba mendatangi Martha. “Jeng… bisa bicara sebentar?” ucapnya dan di balas anggukan oleh Martha, mereka pun memilih tempat duduk di sudut ruangan Restoran.“Jeng… saya mau tanya, apakah Dia putri kandungku?” pertanyaan Rianti sontak membuat Martha mendongak menatap wajah Rinati.Martha mengangguk pelan seraya menggenggam tangan Rianti. “Aku mohon jangan ungkap semuanya sekarang, biarkan Renata menikmati kebahagiaannya malam ini,” ujarnya seraya menggenggam tangan Rianti.Terbayang kejadian 25 tahu yang silam, Di saat Martha melahirkan bayi perempuan namun memiliki kelainan jantung dan ketidak sempurnaan pada paru-paru sang bayi dan menyebabkan kematian, Saat itu Martha mengalami depresi berat tidak bisa menerima kenyataan, Di waktu yang bersamaan Rianti melahirkan bayi perempuan yang cantik dan sehat.Flas back on.Seorang laki-laki sedang melamun di Kafetaria sebuah Rumah Sakit dengan raut wajah yang nampak bingung dan gelisah. “Gunawan? Sedang apa di sini?” tanya seorang laki-laki seusianya yang baru saja masuk Kafetaria.“Hai… Wicaksana, duduklah,” sambut Gunawan sambil berdiri menyambut sang sahabat.“Istriku baru saja melahirkan 3 hari yang lalu,” ucap Gunawan namun ada gurat kesedihan di wajahnya.“Lalu? Kenapa kamu nampak murung?” tanya Wicaksana heran.“Putri kecilku mengalami kelainan lahir, tidak bisa bertahan hidup dan saat ini Martha depresi berat, Sedang dalam perawatan Pisikiater,” papar Gunawan lirih.“Aku turut prihatin dengan semuanya, Jangan sungkan hubungi aku jika butuh bantuan,” ucap Wicaksana seraya menepuk bahu sahabatnya tersebut.“Terimakasih untuk tawaranmu, Saat ini aku akan selesaikan sendiri semuanya,” timpal Gunawan, Wicaksana pun pamit meninggalkan sahabatnya.Wicaksana Chandra seorang pengusaha besar di bidang Elektronik sangat terobsesi dengan anak laki-laki sebagai penerus tahta kerajaan bisnisnya kelak.“Rianti… bagaimana dengan balita laki-laki yang dibicarakan oleh Dokter tadi malam,” tanya Wicaksana kepada sang istri yang baru saja melahirkan.“Balita itu berusia 2 tahun korban kecelakaan, kedua orang tuanya meninggal, Fihak Rumah Sakit tidak menemukan keluarganya sudah hampir 2 minggu,’ Papar Rianti.“Aku ingin mengadopsinya,” ujar Wicaksana.“Lalu? Aku tidak mungkin membawa 1 balita dan 1 bayi sekaligus.”“Ada sahabatku, istrinya baru saja melahirkan dan Bayi perempuannya meninggal saat ini istrinya depresi berat, Kita bisa membantunya.”“Maksudmu dengan memberikan puteri kita kepada mereka?”“Dia sahabat baikku, Ini demi kebaikan kita juga,” ucap Wicaksana.“Apa kamu sudah gila! Aku tahu kamu sangat menginginkan anak laki-laki, Tapi tidak dengan cara seperti ini,” ujar Rianti dengan isak tangis yang mulai pecah, Wanita mana yang mau di pisahkan dengan darah dagingnya sendiri.“Dengar aku, Gunawan Mahendra itu pengusaha sukses. Putri kita tidak akan kekurangan satu apapun. Kita bisa mengunjunginya kapan pun kita mau,” Wicaksana berusaha menenangkan sang istri.Rianti tidak bisa berbuat banyak dengan keputusan sang suami yang selalu otoriter dalam bersikap. Rianti hanya bisa menagis dengan semua yang terjadi, ia harus terpisah dengan putri kandungnya.Kesepakatan pun di buat, Putri kecil keluarga Wicaksana pun di boyong ke istana Guanwan Chandra, Martha sangat menerima kehadiran sang bayi yang ia beri nama Renata Aprilia Mahendra.Flasback offAPAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k