"Bawa dia ke ruanganku!" Avyan memberi perintah pada Gibran. Setelah itu, dia pun berbalik, berjalan lebih dulu menuju ruangan yang dimaksud.
Kedua bola mata Zahir sontak terbelalak . 'Yes, berhasil,' ucapnya dalam hati. "Ayo ikuti aku, Nona!" Gibran langsung memberikan hormat pada Ivy. Sebentar lagi, gadis itu pasti akan menjadi pilihan majikannya, tentu saja dia harus bersikap sopan. Sebelum Ivy dibawa ke ruangan Avyan, Zahir tidak lupa mengutarakan niatnya. "Tuan, bagaimana dengan saya? Tolong jangan abaikan janji kita, sementara kalian sudah membawa putri kesayanganku ini!" Gibran menghembuskan napas kasar. Dia sedikit kesal melihat Zahir yang bersikap tamak. Namun demi untuk kelancaran semuanya, dia pun mengeluarkan sejumlah uang cash untuk pria tua itu. "Aku tidak sering membawa banyak uang cash." Gibran menyerahkan beberapa lembar uang kertas untuk Zahir. "Terima ini dan tidak perlu khawatir dengan perjanjian kita, semua pasti akan diberikan tepat waktu." Zahir segera menerimanya. Senyum pria paruh baya itu langsung mengembang beberapa centimeter ketika melihat nilai uang di tangannya. Jumlahnya lumayan banyak untuk bersenang-senang malam itu. "Tapi bagaimana dengan Ivy?" Zahir pura-pura peduli pada keadaan putrinya. "Aku takut ibunya bertanya setelah aku pulang nanti, bagaimana pun Ivy adalah anak yang kami manjakan selama ini." Gibran tidak sebodoh itu untuk langsung percaya. Sebelum menawarkan pekerjaan itu pada Zahir, dia sudah lebih dulu mencari tahu kehidupan Zahir sekeluarga. "Nona Ivy akan aman bersama kami," kata Gibran dengan tenang. "Kamu sudah bersedia menyerahkan putrimu, tapi kenapa kamu masih ragu dengan keselamatannya di sini? Atau kamu ingin membatalkannya saja?" Gibran mempertegas. "Ah ... bukan itu maksud saya, Tuan." Zahir yang tersentak hanya bisa cengengesan. Sungguh, yang dia inginkan hanya penambahan uang untuk mengisi kantongnya, bukan penolakan dari pria itu. Ivy sendiri merasa muak dengan sikap ayahnya. Kebohongan sang ayah sama saja menusuk jantungnya. Sejak kapan ayahnya memanjakannya? Di usia yang masih sangat muda dan setelah ibunya dinyatakan mengidap sakit parah, Ivy justru harus banting tulang mencari uang dan keperluan sehari-hari mereka. 'Semoga ayah bermurah hati untuk membelikan obat untuk ibu. Setidaknya hingga aku pulang membawa uang,' hanya doa itu yang Ivy panjatkan dalam hatinya ketika dia terpilih menjadi wanita penghibur untuk tuan muda Avyan. "Lalu apa lagi yang kamu tunggu?" sentak Gibran dengan keras. "Tidak ada lagi, Tuan." Zahir melirik putrinya yang hanya diam saja. Tatapan itu seperti ingin meminta pembelaan, namun Ivy memilih untuk membisukan mulutnya. Dia menjadi kesal sendiri. "Kalau begitu saya permisi, Tuan, saya titip putri saya," ucap Zahir kemudian. Setelah kepergian ayahnya, Ivy pun dibawa ke ruangan lain. Dia berada di ruangan tuan muda Avyan. Masih menunjukkan sikap polosnya, Ivy berdiri di depan meja kerja Avyan. Sedangkan tuan muda itu sendiri duduk santai di kursi kebesarannya sambil mengamati Ivy dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tatapan itu tak ubahnya sedang menelanjangi Ivy. Dia ngedumel dalam hati, 'Ganteng-ganteng tapi otaknya mesum, apa dia kurang puas dengan pelayanan istrinya hingga mencari wanita penghibur?' "Apa yang membuatmu setuju menjadi wanita penghibur untukku?" Avyan ingin mengetahui niat utama Ivy. "Apa kamu sudah tahu apa saja yang menjadi tugasmu jika menyetujui pekerjaan ini?" "Aku butuh uang yang banyak, Tuan." Ivy menjawab dengan jujur dan dia tidak berani menatap pria di depannya. Ivy tetap saja menunduk agar terlihat sopan. "Bukankah Tuan sendiri telah menawarkan sejumlah uang pada ayahku? Aku akan jujur bahwa uang adalah alasan utama kenapa aku tertarik untuk melakukan pekerjaan ini," jawabnya. "Kamu masih sangat muda, dan punya orang tua yang lengkap," kata Avyan sambil membuka sebuah pesan yang baru saja dikirimkan Gibran. [Selain dua kakak perempuan, Ivy juga masih mempunyai dua adik laki-laki, Tuan, mereka terancam putus sekolah saat ini.] Setelah membaca pesan itu, Avy menyimpulkan dengan mudah bahwa Ivy bukanlah gadis kecil yang ditemuinya 15 tahun lalu. 'Dede' tidak punya saudara, setidaknya dia tidak pernah bercerita tentang adik atau kakaknya,' pikir Avy, kemudian melanjutkan pertanyaannya pada Ivy. "Aku ingin tahu, untuk apa uang sebanyak itu? Bisa saja kan kamu mencari uang di luar sana tanpa jalan pintas seperti ini." "Ibuku sakit parah, Tuan." Ivy terdiam sejenak. Ketika mengingat keadaan ibunya di rumah, tak terasa buliran air mata menitik dengan sendirinya. Tanpa disadari, Ivy juga mulai menangis sesenggukan. "Aku butuh uang banyak, Tuan, aku butuh uang untuk berobat ibuku sehari-hari, aku juga harus segera membawanya ke rumah sakit jika sudah mendapat uang darimu." Penjelasan Ivy ternyata cukup menyentuh hati Avyan. Rentetan kalimat sederhana yang diungkapkan Ivy benar-benar menggerakkan hati tuan muda sombong itu. Avyan juga sangat menyayangi ibunya dan akan berkorban apapun untuk kebahagiaan wanita yang telah melahirkannya itu. Avyan seketika luluh dan yakin dengan pilihannya kali ini. Tidak pikir panjang lagi, Avyan segera berdiri dan mendekati Ivy. "Baiklah, aku memilihmu dan kita akan segera melangsungkan pernikahan.""Jatuh cinta ...?" ulang Arman. Dia sudah menduganya, tapi menunggu kejujuran Raymond. "Bagaimana bisa?""Tentu saja bisa." Karena pikirannya telah dibayang-bayangi oleh Alya, Raymond menjawab dengan singkat."Ya, tentu saja bisa, semua itu tentang perasaan." Arman membenarkan karena dia sendiri adalah sosok yang sulit untuk mendapatkan cinta sejati. Berulang kali menjalin hubungan dengan wanita, namun tak satu pun dari hubungan itu yang berlanjut ke jenjang pernikahan."Belasan tahun bersama Martha, tapi tak sekalipun aku merasakan perasaan seperti ini, Arman," Raymond mengungkapkan perasaannya dengan jujur. "Menurutmu, apa salah jika aku jatuh cinta pada Alya?" Arman tak berani menjawab. Dia tidak hanya dekat dengan Raymond, tapi juga berteman baik dengan Martha."Alya bukan tipe wanita yang mudah untuk ditaklukkan, aku yakin butuh waktu juga untuk meyakinkannya bahwa perasaanku tulus untuknya," lanjut Raymond."Selain itu banyak juga yang menjadi sainganmu," Arman mengingatkan. "S
Mohan dan Kimmy masih berada di diskotik malam itu. Ketika sedang bersenang-senang, dia mengabaikan semua panggilan dalam ponselnya, termasuk panggilan orang tua dan mertuanya. "Sebenarnya aku melihat Avyan tadi. Ternyata adik bungsuku itu juga ingin cari hiburan di sini." Sambil berjoget ringan, Mohan berbisik. "Aku yakin pria itu adalah Avyan karena dia langsung menghindar ketika melihatku." "Avyan di sini?" Tidak seperti Mohan, Kimmy justru yakin jika kedatangan Avyan pasti bersama dengan Ivy. "Kenapa tidak bilang padaku?" "Gimana aku mau bilang kamu saja ribut terus dengan wanita bernama Ivy itu," keluh Mohan sebelum akhirnya tertarik kembali dengan Ivy. "Ngomong-ngomong tentang Ivy, apa kamu mengenalnya dengan baik? Di mana dia tinggal? Apa di sekitar klub ini juga?" "Kenapa?" Kimmy mendelik tajam. "Apa kamu juga mulai menyukai wanita itu?" "Bukan begitu." Mohan berdalih. "Aku tidak mungkin menyukai wanita dari kelas bawah. Aku hanya tertarik untuk mengerjainya saja. Bi
Ivy menikmati kebersamaan dengan Darius. Mereka berdansa mengikuti alunan musik malam itu.Setiap detik yang mereka habiskan, membuat Darius semakin tertarik pada Ivy."Apa yang kamu lihat dari Avyan?" Darius sepertinya ingin mempengaruhi Ivy. "Wajahnya selalu tegang begitu, dia juga tidak bisa romantis. Selain itu, Avyan selalu mendambakan seorang gadis dari masa lalunya. Apa lagi yang kamu pertahankan dari pria dingin itu?""Justru aku menyukai semua yang ada dalam dirinya," Ivy menjawab tanpa keraguan. "Coba lihat wajah Avyan sekarang, dia pasti sedang menahan marah. Aku suka saat dia menunjukkan rasa cemburunya.""Itu namanya kamu memanfaatkan aku." Darius merengut. "Aku kira kamu berdansa denganku karena dorongan hati."Ivy tergelak melihat ekspresi Darius. "Jangan marah, nanti hilang gantengnya!""Apa benar aku ganteng?"Pada saat Ivy ingin memberi penghiburan lagi pada Darius, tiba-tiba muncul seorang wanita di sisi kanan mereka. Sontak saja Ivy melepaskan diri dari Darius.Kim
2.Tugas Ivy selesai tepat waktu dan memuaskan.Pada pukul setengah enam sore, para anak didik itu mulai meninggalkan villa, termasuk Daniel yang juga berpamitan langsung pada Ivy."Kapan-kapan aku ingin mengundangmu makan malam di rumahku, apa kamu bersedia?" tawar Daniel sebelum meninggalkan villa. "Aku tidak bisa berjanji," tolak Ivy dengan halus. "Kamu tahu sendiri aku punya banyak pekerjaan. Selain kerja di luar, aku juga harus bekerja di dalam villa. Aku tidak bisa sembarangan meninggalkan pekerjaan.""Oh begitu ya," Daniel sedikit kecewa, tapi dalam sekejap dia mengubah moodnya. "Tidak apa-apa kalau kamu tidak sempat sekarang, tapi aku harap satu hari nanti kamu tidak akan menolak tawaranku," harapnya seakan tak menyerah."Ya, Kita lihat nanti saja. Sampai jumpa." Setelah itu, Ivy langsung berbalik meninggalkan Daniel.Di dalam villa, ketika Ivy berpapasan dengan Mary, wanita paruh baya itu mengutarakan pendapatnya tentang Daniel."Aku lihat tatapan tuan Daniel sedikit aneh se
"Dasar jalang sialan ...!" Mohan marah besar dengan perlakuan Ivy padanya. Ini pertama kalinya dia ditolak oleh seorang wanita sekaligus diinjak-injak oleh wanita yang sama. Dan yang lebih memalukan, kejadiannya disaksikan oleh banyak orang membuatnya harus menanggung malu."Lihat saja, aku pasti akan membalasmu, jalang sialan," gumam Mohan kemudian menarik lengan Thalita ke luar untuk menuntaskan hasrat mereka.Pada pagi harinya, Ivy bercerita pada Avyan tentang pertemuannya dengan Mohan. Dia terlihat bersemangat, namun tidak menyebutkan nama dan status asli pria itu.Ekspresi Avyan terlihat datar dan biasa saja. Entah apa yang dipikirkannya, dia hanya berkata singkat, "Kamu terlalu berani.""Bukankah kamu yang mengajariku sebelumnya?" Ivy mengingatkan. "Kamu yang mengatakan agar aku tidak terlalu lemah dan jangan mau ditindas oleh orang lain.""Tapi yang kamu lakukan itu namanya mencari masalah," Avyan menasihati. "Tidak seharusnya kamu mengejek sampai mengangkat jari tengah padany
Ivy sedikit tertarik dengan tawaran itu. Sikap genit Mohan menarik minat Ivy untuk mengenal pria itu lebih dekat.Lagi pula hanya menemaninya dalam satu meja. Tidak masalah bagi Ivy jika hanya sekedar bertukar cerita. "Baiklah ...," ucap Ivy dengan santainya, tanpa dia sadari tatapan Thalita kian menjeling ketika menatapnya.'Beraninya wanita sialan ini ...!" Thalita ingin marah, tapi dia tak berani mengungkapkannya karena khawatir dicap buruk oleh para pengunjung, khususnya Mohan.Di kediaman Ronald.Ronald baru saja keluar dari kamar putrinya ketika mendapat informasi dari orang suruhannya.Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ronald segera duduk agar lebih fokus membaca keterangannya satu persatu.Dari sekian banyak info yang didapatkannya, Ronald paling tertarik tentang keikusertaan Ivy dan kedua saudarinya untuk mencalonkan diri sebagai wanita penghibur untuk tuan muda Avyan."Avyan sampai senekat ini membuka lowongan untuk wanita-wanita muda. Dia seputus asa itu untuk mendapatkan p