"Ey! Kenapa kamu sangat terkejut? Kamu benar-benar belum mengetahui berita hari ini, ya?"
Olivia terlihat menggoda Ayana dengan cara mencolek dagu sahabatnya. Namun hati Ayana sangat tidak tenang ketika Olivia berbicara dengan serius dari mana dia mendapatkan informasi itu.
"Aku dengar pernikahan mereka akan di adakan besar-besaran, seluruh karyawan akan di undang. Kira-kira kita harus memakai pakaian yang seperti apa? Apa kita harus membeli gaun baru saja?"
Olivia benar-benar bercerita dengan sangat semangat tanpa melihat ekspresi Ayana yang masih sangat terkejut. Ayana tidak tahu harus memberikan respon seperti apa ketika mendengar nama kekasihnya akan menikah.
Satu yang Ayana pikirkan sekarang ini, dia harus meminta klarifikasi dari Azka langsung. Dia tidak ingin lebih dulu percaya dengan berita yang sudah beredar, karena Ayana sangat percaya dengan sang kekasih.
Bahkan tadi pagi saja, Azka tidak bicara apapun tentang pernikahan ataupun terkait dengan hubungan mereka. Benar, Ayana hanya mencoba berpikir positif!
Dia akan bertanya saja nanti malam, hanya itu satu-satunya cara agar hatinya menjadi tenang.
"Jika berita itu benar, kamu akan datang?" Tanya Ayana, mencoba menetralkan nada bicaranya yang sedikit bergetar.
"Tentu saja. Itu adalah momen langka, disana aku akan makan makanan enak dengan gratis. Hahaha itu akan sangat menyenangkan, kita belum pernah datang ke acara pernikahan orang kaya, jadi jangan melewatkan acara besar ini."
Ayana hanya menggelengkan kepalanya di saat mendengar ucapan sahabatnya yang sangat random sekali.
"Hanya makanan enak gratisan saja sudah membuat Olivia senang," pikir Ayana.
Tapi jika berita itu adalah benar, maka apa yang akan terjadi dengan kisah cintanya?Apa kisah cintanya akan kandas seperti ini? Itulah yang hati Ayana ucapkan. seberapa keras otaknya menyuruh dia untuk berpikir positif tapi tetap saja, hatinya terasa sangat bimbang sekarang ini.
Seharian ini Ayana tidak fokus bekerja, apalagi saat jam istirahat makan siang. Ayana terus mendengar berita simpang siur tentang kekasihnya yang terus di bicarakan oleh semua karyawan yang sedang makan siang di kantin perusahaan.
"Kamu tahu, Aura yang akan Pak Azka nikahi?"
"Aku sudah menduga ini akan terjadi, yang aku tahu kelurga Aura dan Pak Azka sangat dekat. Mereka pasti menjodohkan anak-anak mereka, lagi pula Aura sedang naik daun, dia akan membawa harum nama Pak Azka di media."
Ayana hanya menghela nafas beratnya, kedua wanita yang sedang membicarakan kekasihnya itu terlihat tidak peduli dengan kehadiran Ayana yang duduk tidak jauh dari mereka.
Ayana hanya bisa mengaduk makannya dengan tidak minat sama sekali, Olivia yang sedang makan akhirnya melirik piring sahabatnya yang masih penuh.
"Kamu tidak nafsu makan, Ay?"
"Huh?"
Ayana langsung tersadar dari lamunannya di saat Olivia bertanya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Aku bertanya, apa kamu sedang tidak nafsu makan? Hari ini menu makanan favoritmu tapi sejak tadi kamu hanya mengaduknya tanpa henti."
"Ah, aku hanya tidak lapar."
Bohong sekali, Ayana lapar! Tapi dia sangat tidak bernafsu makan karena ocehan orang-orang tentang berita pernikahan Azka yang tiba-tiba. Ayana jadi ingin cepat pulang saja.
"Wow! Ini luar biasa, seorang Ayana tidak lapar disaat melihat rendang yang sangat enak ada di piringnya."
Olivia bertepuk tangan karena mendengar jawaban dari Ayana, Rendang adalah makan favorit Ayana. Biasanya walaupun Ayana sudah merasa kenyang, tapi jika dia melihat rendang maka Ayana akan langsung makan dengan semangat.
Setelah puluhan tahun bersama, Olivia baru kali ini mendengar Ayana tidak lapar saat melihat rendang di depannya.
"Kalau kamu mau, kamu bisa habiskan. Aku mau ke toilet dulu, perutku terasa tidak enak."
"Kamu sakit perut?"
"Tidak, hanya tidak nyaman saja."
Ayana akhirnya meninggalkan meja makan lalu berjalan menuju kamar mandi. Ayana bercermin ketika dia mencuci tangannya.
"Aku dengar Pak Azka akan menikah, dengan siapa?"
"Aku dengar dengan artis yang sedang naik daun, kamu tahu Aura?"
"Aura yang bermain film Love To Love itu?"
"Iya, betul sekali."
"Aku kira dia akan menikahi salah satu artis kita, ternyata aku salah."
Lagi dan lagi Ayana hanya bisa menutup kedua matanya saat ada dua wanita dari bagian staf kembali membahas pernikahan Azka. Kedua wanita cantik itu berlalu setelah selesai memperbaiki make up mereka.
"Hah... ada apa ini, kenapa hatiku sangat sakit mendengar semua orang membahas pernikahan Azka. Aku harus bertanya, tapi... apa aku tidak menganggu dia?"
Ayana hanya bisa melirik layar ponselnya yang masih padam, dia ingin melakukan panggilan kepada kekasihnya namun dia ragu untuk melakukannya. Ayana takut jika Ayana menggangu waktu istirahat yang dimiliki oleh Azka.
Tapi karena hatinya terus terasa tidak nyaman dan dadanya terasa sesak, Ayana akhirnya menekan nomor kontak sang kekasih lalu melakukan panggilan.
TUT....
TUT....
TUT....
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk, silahkan-"
Ayana menutup panggilannya disaat Azka menolak panggilan darinya. Ada rasa kecewa bercampur kesal yang dirasakan oleh Ayana karena panggilannya ditolak oleh Azka.
PIP....
Tidak lama suara pesan singkat masuk ke dalam ponsel yang masih dipegang oleh Ayana dengan tatapan nanar. Itu pesan dari Azka, kekasihnya.
(Maaf... Aku sedang makan siang dengan direktur, aku akan menghubungi kamu jika sudah selesai. Dan jangan lupa tunggu aku saat pulang, aku mencintaimu, Ayana.)
"Aku juga mencintaimu."
Ayana menjawab secara otomatis disaat dia berhasil membaca pesan dari Azka hingga akhir. Setidaknya pesan singkat dan juga pengakuan cinta dari bosnya itu sedikit membuat Ayana merasa jika berita yang tersebar di perusahaan hanya gosip semata saja.
Setelah sepuluh jam bekerja, Ayana akhirnya berjalan menuju jalan trotoar. Tubuhnya sangat lelah sekali karena harus lembur selama dua jam, kini Ayana menatap langit yang sudah gelap.
"Sudah larut malam," itulah yang Ayana ucapkan di dalam hatinya. Sebenarnya Ayana ingin langsung pulang dan melihat kondisi sang Nenek tapi Ayana sudah punya janji dengan Azka untuk pulang bersama, jadi dia akan menunggu kekasihnya dulu.
Lelaki yang tengah di tunggu oleh Ayana kini sedang bergegas untuk mengambil blazer hitam miliknya. Sesekali dia melirik jam tangan mahal yang terikat di pergelangan tangannya.
"Oh, aku terlambat."
Ujar Azka saat dia tahu jika jam pulang Ayana sudah lewat dari setengah jam yang lalu. Azka akan meminta maaf karena terlalu sibuk hingga dia lupa waktu.
"Azka?"
Azka baru saja menutup pintu ruangan kerjanya namun panggilan dari arah belakang membuat Azka langsung menoleh.
"Papa?"
"Kamu sudah selesai dengan pekerjaanmu?"
"Emmm."
"Kalau begitu ikut dengan Papa sekarang!"
"Hah?"
Azka sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar, Papanya meminta Azka untuk ikut? Kemana?
"Papa, aku tidak bisa. Aku ada janji, aku harus pergi sekarang juga."
Seketika Ayah dan juga sekertaris Ayahnya itu berhenti berjalan, Azka bisa lihat jika tatapan tajam dari Ayahnya itu sangat menusuk.
"Apa yang lebih penting dari perintah Papamu?" Azka tidak menjawab. Mana mungkin Azka menjawab jika Ayana lebih penting dari ucapan Ayahnya.
"Ikut Papa untuk makan malam dengan keluarga Pak Wisnu!"
Azka bisa lihat jika Papanya itu menunggu dia untuk masuk ke dalam lift. Azka hanya bisa menurut lalu mengikuti langkah Ayahnya. Azka kemudian mengeluarkan ponselnya untuk mengetik pesan kepada sang pujaan hatinya.
Dengan perasaan menyesal, Azka meminta maaf karena sudah membuat Ayana menunggu dan menyuruhnya untuk pulang sendirian saja. Namun tanpa dilihat lagi oleh Azka, ternyata pesan itu gagal terkirim karena ponsel Ayana mati.
"Kenapa dia sangat lama sekali? Ah sial... kenapa baterainya habis?"
Ayana hanya bisa menggerutu karena sudah lama dia menunggu Azka yang tak kunjung datang, lebih tepatnya tidak akan datang!
"Baiklah, aku akan menunggu dia sebentar lagi. Jika dalam waktu sepuluh menit dia tidak datang, maka aku akan tinggalkan saja dia."
Sepuluh menit berlalu.
Dua puluh menit berlalu.
Tiga puluh menit berlalu.
Satu jam berlalu, Ayana masih di tempat yang sama dengan harapan kekasihnya itu cepat datang.
BERSAMBUNG...
"Dia tidak datang," gumam Ayana dengan menatap arah perusahaan tempat dia bekerja. Ayana melirik jam tangan pemberian Azka minggu lalu, kini jarum jam tangannya sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Ayana menunggu kekasihnya hingga empat jam, Ayana ingin menangis saja! "Huftt, kenapa ponselku harus mati? Apa Azka memberi kabar jika dia tidak akan datang?" Ayana akhirnya pergi dari tempat itu untuk mencari kendaraan yang bisa membawanya pulang. Sang Nenek pasti sangat khawatir karena Ayana belum pulang sampai larut malam, sepertinya Ayana harus mengganti ponselnya karena benda itu sudah sering mati mendadak. KLEK Ayana membuka pintu rumahnya dengan perlahan, Ayana mengira jika sang Nenek sudah tidur karena sudah malam. Namun Ayana salah, karena sang Nenek ternyata sedang menunggunya pulang di ruang tengah. "Kamu lembur lagi, Nak?" "Eh! Ah, iya, Nek. Nenek kenapa belum tidur?" Ayana awalnya terdengar sangat terkejut denga
"Pa!"Azka tidak mau menikahi wanita yang tidak di cintainya. Azka ingin menikahi Ayana dan hidup dengan bahagia dengan gadis pilihannya."Tidak ada protes, sekarang kamu mulailah untuk mendekati Aura karena dia akan menjadi istrimu dalam waktu dua bulan lagi.""Pa, aku selalu melakukan apapun yang Papa mau. Untuk kali ini... aku tidak bisa, aku tidak mau menikahi wanita yang tidak aku cintai!""Jika kamu menolak perjodohan ini maka sama saja kamu membunuh Papa!"Setelah mengatakan hal yang sangat mengerikan itu, akhirnya Ayah dari Azka beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Azka yang bahkan belum sempat duduk sama sekali, kini Azka hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar."Sebaiknya kamu menikah saja Bro, Aura cukup cantik dan dia juga kaya raya. Dia sangat cocok denganmu."Tiba-tiba saja Mahen muncul dari belakang tubuh Azka, Azka sedikit terkejut karena kehadiran sang adik. Tidak biasanya adik laki-lakinya itu pulang ke ruma
"Terima kasih banyak, Pak."Setelah berterima kasih kepada supir yang mengantar Azka, Ayana langsung membawa tubuh kekasihnya untuk masuk ke dalam. Ayana mengerutkan indra penciumannya di saat bau menyengat mulai menggangu hidungnya.Padahal baru saja beberapa jam, Ayana menangisi Azka tapi saat melihat mata teler kekasihnya dia langsung saja merasa khawatir. Azka sudah berjanji, dia tidak akan minum alkohol lagi kepada Ayana tapi apa sekarang ini?Azka mabuk dan tepar di sebuah kursi di ruang tengah rumahnya!"Kamu mabuk dengan wanita itu hingga jam segini?"Ayana bermonolog sendiri sambil menatap wajah tampan Azka yang terpejam. Wajah Ayana langsung terlihat bingung di saat otaknya kembali bekerja."Dari mana dia tahu alamat rumahku?""Eng! Ayana, ini panas sekali. Akh!"Pikiran Ayana kembali buyar di saat Azka mulai membuka kancing kemejanya, hanya dua kancing atasnya saja yang terbuka karena Azka kembali tidak sadarkan diri
"Hei! Hei! Tidak bisa begitu. Jangan bicara seperti itu, aku tidak ingin putus denganmu."Azka protes dengan menahan tangan Ayana begitu cepat sebelum kekasihnya itu pergi dari hadapannya. Azka bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Ayana begitu mudah mengatakan perpisahan setelah apa yang telah mereka berdua lalui selama ini?"Lepas! Sebaiknya kamu pulang saja sekarang, aku harus segera pergi bekerja."Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah tubuhnya sudah menjawab untuk menanggapi perintah Ayana.Ucapan Ayana terdengar sangat dingin sekali, sepertinya Ayana benar-benar sedang bicara serius. Tapi memutuskan hubungan dengan Azka tidak akan semudah itu karena pria berahang tegas itu begitu mencintai Ayana."Kita belum selesai bicara, kamu tidak boleh pergi!""Tapi ini sudah siang, aku akan dimarahi Bu Gita jika datang terlambat. Lagi p
"Kenapa begitu terkejut? Kamu tidak pernah mengira jika aku akan ada disini kan?"Aura berbicara dengan senyum lebarnya, dia sangat senang melihat ekspresi Azka yang terlihat begitu terkejut dengan keberadaannya.Semakin dilihat Azka semakin terlihat tampan, Aura sepertinya sudah memilih pilihan yang sangat tepat karena menerima perjodohan dari sang Ayah."Bagaimana bisa kamu masuk kesini, aku tidak suka jika ada pengganggu disaat aku bekerja." Tegas Azka."Azka! Kamu terlalu kasar sekali, aku bukannya mau mengganggumu. Aku hanya membawakan ini... seharusnya kamu berterima kasih bukannya mengataiku pengganggu."Aura sangat tidak terima dengan apa yang baru saja Azka katakan karena ucapan Azka terdengar sangat memojokkan dirinya, itu juga menyinggung harga dirinya.Azka memang tidak suka jika ada yang mengganggunya ketika bekerja, pengecualian jika Ayana yang menjadi pengganggu maka Azka selalu menunda pekerjaannya dan membiarkan Ayana berceloteh hingga puas."Cobalah, aku membelinya d
Azka membawa paksa kekasihnya menuju kediaman mewahnya, Ayana juga sudah tidak melakukan pemberontak lagi. Dia sudah pasrah."Bersihkan tubuhmu, malam ini kamu menginap di sini."Ayana sudah mengangkat bibirnya untuk menolak tapi Azka sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya, "Tidak ada penolakan.""Kamu selalu berbuat semaumu," ujar Ayana yang menatap Azka sedang membuka dasi yang melilit di lehernya.Mendengar itu, Azka hanya menghela nafas. Dia juga tidak ingin jadi pemaksa untuk Ayana tapi kekasihnya itu belakang ini senang sekali membuat tensi darahnya meninggi.Tak ada pembicaraan apapun lagi setelah Ayana menuruti semua ucapan Azka, dia pergi ke arah kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya. Sebelum beranjak dari kamar mandi, Ayana sempat mengirim pesan kepada Neneknya jika dia tidak akan pulang malam ini.Terpaksa Ayana harus berbohong dan mengatakan jika dia sedang lembur di kantor."Hahh ... sepertinya aku harus mengakhirinya malam ini." Ujar Ayana saat melihat pantulan dirinya
"Aghm!"Azka menggeram nikmat saat dia berhasil menyalukan hasratnya, dia langsung terengah setelah menggulingkan tubuhnya di samping sang kekasih.Ayana pun nampak begitu kelelahan saat melakukan kegiatan panas dengan Azka, dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa mencoba mengatur nafasnya dengan susah payah.Melihat wanita yang dicintainya sudah seutuhnya menjadi miliknya, Azka menarik sudut bibirnya lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka.Sang Genral manager masih tidak bisa percaya jika akhirnya dia bisa menyentuh wanita yang paling di cintainya. Hatinya begitu bahagia dan dia bersumpah, sampai mati pun dia tidak akan pernah meninggalkan Ayana."Terima kasih sudah percaya padaku, Ayana." Ujar Azka yang menarik tubuh Ayana agar bisa dia peluk. Ayana tidak menggeming, dia hanya menikmati kehangatan yang keksihnya berikan.Lama Ayana terdiam, akhirnya dia mulai tersadar dengan hal bodoh yang sudah dia lakukan dengan Kekasihnya. Seharusnya dia mengakhiri
"Hiks ... hiks ... hiks ...." Ayana tak bisa menahan dan membendung air matanya, dia terus terisa dengan pasrah di dalam kamarnya. Dia mencoba meredam tangisannya di atas bantal, tapi ternyata suara tangisannya terdengar oleh sang Nenek. Nenek yang hendak memanggil cucunya makan malam pun mendengar suara tangisan Ayana, tangannya yang sudah melayang di ambang pintu pun menjadi ragu untuk memberikan ketukan. Tangan Sang Nenek mengepal ragu, dia mundar mandir di depan pintu kamar Ayana dengan panik. Dengan meyakinkan dirinya, Nenek pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Tok Tok Tok "Ayana? Ayo makan dulu, Nak?" Ajak Sang Nenek yang semakin khawatir karena Ayana sejak tadi tidak keluar kamar dan hanya menangis dalam diam. "Ayana Sayang?" Panggil Nenek lagi untuk kedua kalinya yang akhirnya membuat Ayana mendengar dengan jelas panggilan Sang Nenek. Tidak ingin membuat Neneknya khawatir, Ayana pun berteriak untuk menjawab ajakan Neneknya makan malam. "Tidak, Nek. Nenek saja y
"Hahaha, apa yang kamu bicarakan? Bercandamu sangat tidak lucu sekali."Ayana menepuk pundak Mahen sambil tertawa. Tapi Mahen tidak merubah ekspresi wajahnya, dia masih begitu serius menatap Ayana. Sampai akhirnya, Ayana perlahan menghentikan tawanya.Mahen menatap dalam, penuh harapan, membuat Ayana menjadi merasa ada aura yang berbeda. Ayana pun mengedipkan kedua matanya dengan lucu."Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang?" Tanya Mahen yang membuat Ayana menutup mulutnya rapat-rapat."Aku tidak bercanda, Ayana. Aku ingin menikahimu, kehamilanmu juga akan semakin membesar. Bayi ini membutuhkam sosok Ayah dan aku bersedia menjadi Ayahnya.""...."Ayana masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Perlahan, Mahen pun memegang tangan Ayana dan tatapan hangatnya sama sekali tidak pernah redup."Ayo, memulai hidup baru bersamaku, aku akan menerima semuanya. Aku akan mencintaimu dan juga anak dalam kandunganmu, biarkan dia menjadi anakku juga, Ayana."Pengungkapan Mah
"Bagaimana? Apa sampai saat ini kamu tidak bisa mengetahui dia dimana?"Tio menunduk pasrah saat Azka bertanya dengan tatapan yang begitu tajam. Dia langsung memijat pelipisnya, hari demi hari rasanya semakin buruk karena kabar Ayana sama sekali tidak terdengar."Maafkan saya, Tuan.""Ini sudah hampir 4 bulan, sebenarnya apa yang kamu kerjakan? Kerjamu sangat tidak becus!"Azka langsung saja pergi dari ruangan kerjanya. Kepalanya sedikit terasa berat dan dia pun berjalan menuju kantin, kebetulan sekali, Sang Genral manager itu melihat seorang gadis yang sedang makan dengan lahap di sudut kantin.Dengan kakinya yang gelisah, dia datang menghampiri Olivia, sahabat Ayana. Dia tidak punya pilihan lain, dia harus bertanya langsung pada Olivia."Boleh saya duduk disini?" Tanya Azka yang membuat Olivia langsung tersedak dengan makanannya."Uhuk!""Ah, maaf, membuatmu terkejut."Olivia benar-benar akan mengeluarkan kedua bola matanya karena melihat siapa yang datang ke tempatnya."Ah, tidak!
"Dengar... aku tidak akan bertanya jika kamu tidak ingin bercerita lebih dulu. Tapi satu hal yang bisa kamu ingat, aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi ceritakan apapun yang ingin kamu bagikan denganku, aku siap menjadi pendengar yang baik untukmu."Kedua bola mata Ayana kembali berkaca-kaca, setiap ucapan Mahen sangat menyentuh hatinya. Dengan cepat, Ayana memeluk Mahen."Aku bingung, Mahen. Haruskah aku memberitahu Ayah dari bayi ini? Apa yang harus aku lakukan?"Mahen terdiam untuk sesaat, membiarkan Ayana meluapkan emosinya dengan menangis. Dengan sabar, Mahen menepuk-nepuk punggung Ayana dengan lembut. Berharap itu bisa membantu menenangkan hati Ayana yang kebingungan.Tapi jika boleh Mahen jujur, dia ingin tahu siapa yang telah berani menodai gadis sebaik Ayana. Kenapa Ayana sampai merelakan tubuh dan harga dirinya demi seorang pria?Itu sangat bukan Ayana yang Mahen kenal, dia pikir, Ayana tidak akan terjebak dalam hubungan seperti itu."Apa aku boleh berpendapat?" Tanya Mah
Setelah bertemu kembali dengan Ayana, Mahen semakin sering datang ke Cafe Cielo. Dia datang hanya untuk melihat Ayana, yang ternyata pandai beradaptasi. Sebenarnya Mahen masih merasa ada yang mengganjal, soal tangisan Ayana hari itu."Kenapa kamu terus menatapnya, apa dia gadis yang sering kamu ceritakan padaku?" Cielo bertanya sambil menyeruput kopi miliknya.Dia sejak tadi memperhatikan Mahen yang terus mantap Ayana yang sedang bekerja. Sampai akhirnya Cielo menghampiri Mahen untuk menemaninya sarapan."Dunia ternyata sangat sempit, ya, Cielo. Aku sekarang merasa sangat bodoh, seharusnya aku tidak jadi pengecut dan melarikan diri saat itu.""Kalian masih muda kala itu, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Aku dengar, dia datang kemari untuk pengobatan Neneknya. Dia juga belum menikah, kalian mungkin di pertemukan kembali agar kalian bisa bersama setelah kalian dewasa." Mahen melirik Cielo lalu tersenyum, "Apa aku boleh mengejar cintanya lagi?""Lakukan sesukamu! Bukankah sela
"Halo, selamat pagi?" Sapa seorang wanita bernama Cielo."Halo, Saya Ayana yang melamar kerja kemarin."Ayana bicara bahasa spanyol sebisanya, dan itu terdengar lucu di telinga Cielo. Cielo pun tersenyum dengan begitu ramah, sampai akhirnya Cielo berbicara bahasa Indonesia yang membuat Ayana sangat terkejut."Oh, kamu orang Indonesia, kan? Silahkan masuk, kita bicara di dalam.""Eh? Anda bisa bahasa Indonesia?" Tanya Ayana yang sangat terkejut dan tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Tentu saja, aku dulu pernah tinggal di Indonesia sebagai mahasiswa.""Ah, pantas saja.""Tenang saja, disini juga banyak orang Indonesia yang sering datang. Kamu akan mendapatkan banyak teman nantinya.""Aku harap begitu."Ayana masih malu-malu dengan keramahan yang diberikan oleh Cielo. Dia hanya mengikuti wanita berumur 35 tahun itu menuju ke dalam sebuah cafe yang masih tutup."Sengaja aku memintamu datang lebih awal agar aku bisa memberitahumu aturan kerja di sini." Ungkap Cielo yang hanya
Pagi ini suasana kamar mewah Azka nampak begitu tenang, si tampan menggeliat saat tubuhnya mulai terbangun dari alam mimpi."Engh!" Geraman halus keluar begitu saja saat perlahan matanya terbuka, namun dia merasa ada yang aneh ketika dia mengucek matanya.Tanganya merasa begitu ringan padahal dia ingat betul, semalam dia memeluk kekasihnya dengan posesif. Perlahan matanya pun terbuka, ranjang sebelahnya ternyata sudah kosong."Kemana dia?" Gumamnya yang kemudian membuka selimut dan turun dari ranjang.Azka pun melirik jam yang sudah menujukan pukul 10 lebih, dia juga langsung mengecek ponselnya yang ternyata ada puluhan panggilan tak terjawab dari Tio, sang sekertaris."Dia tidak meninggalkan pesan sama sekali," ucap Azka yang melihat aplikasi pesan singkat yang ternyata tidak ada satu pun pesan singkat yang di kirim oleh Ayana.Di pun langsung menekan layar benda pipih itu untuk menghubungi nomor sang kekasih. Tapi ponsel Ayana tidak bisa dihubungi membuat Azka mengerutkan keningnya.
"Kamu datang terlalu cepat, aku belum selesai masak." Ujar Ayana yang tahu jika yang memeluknya saat ini adalah Azka."Aku sudah tidak sabar untuk pulang setelah membaca pesan darimu, terimakasih karena tidak mengikuti perintah dari Ibuku."Ayana seketika terdiam, dia tidak tahu harus menjawabnya dengan apa. Jika saja Azka tahu, jika ini adalah malam terakhir mereka, apa yang akan di lakukan oleh pria yang kini memeluknya dengan posesif itu?"Pergilah mandi lebih dulu, kamu bau. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat." Ujar Ayana yang membuat Azka langsung mencium tubuhnya."Apa aku bau?" Tanyanya keheranan. Dia merasa masih wangi, karena parfum mahalnya tidak hilang dengan cepat."Ya, kamu bau. Sana pergi mandi!!" Usir Ayana yang kini memutar tubuh Azka dan mendorongnya untuk menjauh. Azka terkekeh saat mendengar Ayana tertawa dan kembali fokus pada daging yang sedang dia panggang.Setelah selang beberapa menit, Azka benar-benar pergi mandi. Dia membersihkan tubuhnya dengan cepat ag
"Kamu dari mana?"Langkah Aura terhenti saat Azka melihatnya baru pulang pukul satu malam. Padahal sejak kemarin, Azka menunggu istrinya itu pulang. "Syuting." Jawab Aura singkat. Baru saja Aura akan berjalan menuju kamarnya tapi Azka kembali membuka mulutnya."Ikut aku, aku ingin bicara. Bukannya kamu juga ingin bicara soal Ayana, kan?"Mendengar sebuah nama yang ia benci, Aura menatap kesal Azka yang lebih dulu masuk ke ruang kerjanya. Meskipun lelah, tapi apa yang dikatakan oleh Azka ada benarnya juga, dia juga ingin mendengar apa yang akan di kataka Azka tentang perselingkuhannya dengan Ayana.Azka menaruh kopinya di meja kerjanya, dia melirik Aura yang baru saja masuk ke ruangannya. Terlihat jelas tatapan Aura tidak seperti biasanya, ada kemarahan yang sangat ketara disana."Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Aura dengan tenang."Bukankah itu pertanyaan yang harusnya aku tanyakan padamu?" Jawab Azka yang kini duduk di kursi kerjanya.Aura langsung mengerutkan keningnya, Azka
KLEKSuara pintu di buka membuat Ayana menoleh seketika. Pandangannya membola saat tahu siapa yang datang. Dengan cepat Ayana berdiri dari duduknya untuk menghampiri Azka."Azka, sudah kubilang untuk tidak usah datang." Bisik Ayana karena dia takut membangunkan sang Nenekk."Kita perlu bicara.""Akh!"Ayana memekik pelan saat Azka menariknya keluar dari ruangan rawat Neneknya. Ayana yang tidak mau terjadi keributan hanya bisa diam dan menurut saja saat Azka membawanya ke rooptop rumah sakit."Apa maksudnya dengan jangan menemuimu lagi, hah?"Azka memulai pembicaraan dengan sedikit emosional, walaupun dia terlihat menahan semua amarahnya. Ayana menutup matanya untuk beberapa saat, sampai akhirnya dia menghela nafas beratnya."Kamu ingin kita berakhir? Jelaskan pesan ini dengan jelas karena aku tidak mengerti." Ujar Azka yang melempar ponselnya ke tubuh Ayana, tidak terlalu keras, sehingga Ayana bisa menangkap benda itu dengan aman.Ayana memang langsung mematikan panggilan Azka beberap