"Ey! Kenapa kamu sangat terkejut? Kamu benar-benar belum mengetahui berita hari ini, ya?"
Olivia terlihat menggoda Ayana dengan cara mencolek dagu sahabatnya. Namun hati Ayana sangat tidak tenang ketika Olivia berbicara dengan serius dari mana dia mendapatkan informasi itu.
"Aku dengar pernikahan mereka akan di adakan besar-besaran, seluruh karyawan akan di undang. Kira-kira kita harus memakai pakaian yang seperti apa? Apa kita harus membeli gaun baru saja?"
Olivia benar-benar bercerita dengan sangat semangat tanpa melihat ekspresi Ayana yang masih sangat terkejut. Ayana tidak tahu harus memberikan respon seperti apa ketika mendengar nama kekasihnya akan menikah.
Satu yang Ayana pikirkan sekarang ini, dia harus meminta klarifikasi dari Azka langsung. Dia tidak ingin lebih dulu percaya dengan berita yang sudah beredar, karena Ayana sangat percaya dengan sang kekasih.
Bahkan tadi pagi saja, Azka tidak bicara apapun tentang pernikahan ataupun terkait dengan hubungan mereka. Benar, Ayana hanya mencoba berpikir positif!
Dia akan bertanya saja nanti malam, hanya itu satu-satunya cara agar hatinya menjadi tenang.
"Jika berita itu benar, kamu akan datang?" Tanya Ayana, mencoba menetralkan nada bicaranya yang sedikit bergetar.
"Tentu saja. Itu adalah momen langka, disana aku akan makan makanan enak dengan gratis. Hahaha itu akan sangat menyenangkan, kita belum pernah datang ke acara pernikahan orang kaya, jadi jangan melewatkan acara besar ini."
Ayana hanya menggelengkan kepalanya di saat mendengar ucapan sahabatnya yang sangat random sekali.
"Hanya makanan enak gratisan saja sudah membuat Olivia senang," pikir Ayana.
Tapi jika berita itu adalah benar, maka apa yang akan terjadi dengan kisah cintanya?Apa kisah cintanya akan kandas seperti ini? Itulah yang hati Ayana ucapkan. seberapa keras otaknya menyuruh dia untuk berpikir positif tapi tetap saja, hatinya terasa sangat bimbang sekarang ini.
Seharian ini Ayana tidak fokus bekerja, apalagi saat jam istirahat makan siang. Ayana terus mendengar berita simpang siur tentang kekasihnya yang terus di bicarakan oleh semua karyawan yang sedang makan siang di kantin perusahaan.
"Kamu tahu, Aura yang akan Pak Azka nikahi?"
"Aku sudah menduga ini akan terjadi, yang aku tahu kelurga Aura dan Pak Azka sangat dekat. Mereka pasti menjodohkan anak-anak mereka, lagi pula Aura sedang naik daun, dia akan membawa harum nama Pak Azka di media."
Ayana hanya menghela nafas beratnya, kedua wanita yang sedang membicarakan kekasihnya itu terlihat tidak peduli dengan kehadiran Ayana yang duduk tidak jauh dari mereka.
Ayana hanya bisa mengaduk makannya dengan tidak minat sama sekali, Olivia yang sedang makan akhirnya melirik piring sahabatnya yang masih penuh.
"Kamu tidak nafsu makan, Ay?"
"Huh?"
Ayana langsung tersadar dari lamunannya di saat Olivia bertanya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Aku bertanya, apa kamu sedang tidak nafsu makan? Hari ini menu makanan favoritmu tapi sejak tadi kamu hanya mengaduknya tanpa henti."
"Ah, aku hanya tidak lapar."
Bohong sekali, Ayana lapar! Tapi dia sangat tidak bernafsu makan karena ocehan orang-orang tentang berita pernikahan Azka yang tiba-tiba. Ayana jadi ingin cepat pulang saja.
"Wow! Ini luar biasa, seorang Ayana tidak lapar disaat melihat rendang yang sangat enak ada di piringnya."
Olivia bertepuk tangan karena mendengar jawaban dari Ayana, Rendang adalah makan favorit Ayana. Biasanya walaupun Ayana sudah merasa kenyang, tapi jika dia melihat rendang maka Ayana akan langsung makan dengan semangat.
Setelah puluhan tahun bersama, Olivia baru kali ini mendengar Ayana tidak lapar saat melihat rendang di depannya.
"Kalau kamu mau, kamu bisa habiskan. Aku mau ke toilet dulu, perutku terasa tidak enak."
"Kamu sakit perut?"
"Tidak, hanya tidak nyaman saja."
Ayana akhirnya meninggalkan meja makan lalu berjalan menuju kamar mandi. Ayana bercermin ketika dia mencuci tangannya.
"Aku dengar Pak Azka akan menikah, dengan siapa?"
"Aku dengar dengan artis yang sedang naik daun, kamu tahu Aura?"
"Aura yang bermain film Love To Love itu?"
"Iya, betul sekali."
"Aku kira dia akan menikahi salah satu artis kita, ternyata aku salah."
Lagi dan lagi Ayana hanya bisa menutup kedua matanya saat ada dua wanita dari bagian staf kembali membahas pernikahan Azka. Kedua wanita cantik itu berlalu setelah selesai memperbaiki make up mereka.
"Hah... ada apa ini, kenapa hatiku sangat sakit mendengar semua orang membahas pernikahan Azka. Aku harus bertanya, tapi... apa aku tidak menganggu dia?"
Ayana hanya bisa melirik layar ponselnya yang masih padam, dia ingin melakukan panggilan kepada kekasihnya namun dia ragu untuk melakukannya. Ayana takut jika Ayana menggangu waktu istirahat yang dimiliki oleh Azka.
Tapi karena hatinya terus terasa tidak nyaman dan dadanya terasa sesak, Ayana akhirnya menekan nomor kontak sang kekasih lalu melakukan panggilan.
TUT....
TUT....
TUT....
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk, silahkan-"
Ayana menutup panggilannya disaat Azka menolak panggilan darinya. Ada rasa kecewa bercampur kesal yang dirasakan oleh Ayana karena panggilannya ditolak oleh Azka.
PIP....
Tidak lama suara pesan singkat masuk ke dalam ponsel yang masih dipegang oleh Ayana dengan tatapan nanar. Itu pesan dari Azka, kekasihnya.
(Maaf... Aku sedang makan siang dengan direktur, aku akan menghubungi kamu jika sudah selesai. Dan jangan lupa tunggu aku saat pulang, aku mencintaimu, Ayana.)
"Aku juga mencintaimu."
Ayana menjawab secara otomatis disaat dia berhasil membaca pesan dari Azka hingga akhir. Setidaknya pesan singkat dan juga pengakuan cinta dari bosnya itu sedikit membuat Ayana merasa jika berita yang tersebar di perusahaan hanya gosip semata saja.
Setelah sepuluh jam bekerja, Ayana akhirnya berjalan menuju jalan trotoar. Tubuhnya sangat lelah sekali karena harus lembur selama dua jam, kini Ayana menatap langit yang sudah gelap.
"Sudah larut malam," itulah yang Ayana ucapkan di dalam hatinya. Sebenarnya Ayana ingin langsung pulang dan melihat kondisi sang Nenek tapi Ayana sudah punya janji dengan Azka untuk pulang bersama, jadi dia akan menunggu kekasihnya dulu.
Lelaki yang tengah di tunggu oleh Ayana kini sedang bergegas untuk mengambil blazer hitam miliknya. Sesekali dia melirik jam tangan mahal yang terikat di pergelangan tangannya.
"Oh, aku terlambat."
Ujar Azka saat dia tahu jika jam pulang Ayana sudah lewat dari setengah jam yang lalu. Azka akan meminta maaf karena terlalu sibuk hingga dia lupa waktu.
"Azka?"
Azka baru saja menutup pintu ruangan kerjanya namun panggilan dari arah belakang membuat Azka langsung menoleh.
"Papa?"
"Kamu sudah selesai dengan pekerjaanmu?"
"Emmm."
"Kalau begitu ikut dengan Papa sekarang!"
"Hah?"
Azka sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar, Papanya meminta Azka untuk ikut? Kemana?
"Papa, aku tidak bisa. Aku ada janji, aku harus pergi sekarang juga."
Seketika Ayah dan juga sekertaris Ayahnya itu berhenti berjalan, Azka bisa lihat jika tatapan tajam dari Ayahnya itu sangat menusuk.
"Apa yang lebih penting dari perintah Papamu?" Azka tidak menjawab. Mana mungkin Azka menjawab jika Ayana lebih penting dari ucapan Ayahnya.
"Ikut Papa untuk makan malam dengan keluarga Pak Wisnu!"
Azka bisa lihat jika Papanya itu menunggu dia untuk masuk ke dalam lift. Azka hanya bisa menurut lalu mengikuti langkah Ayahnya. Azka kemudian mengeluarkan ponselnya untuk mengetik pesan kepada sang pujaan hatinya.
Dengan perasaan menyesal, Azka meminta maaf karena sudah membuat Ayana menunggu dan menyuruhnya untuk pulang sendirian saja. Namun tanpa dilihat lagi oleh Azka, ternyata pesan itu gagal terkirim karena ponsel Ayana mati.
"Kenapa dia sangat lama sekali? Ah sial... kenapa baterainya habis?"
Ayana hanya bisa menggerutu karena sudah lama dia menunggu Azka yang tak kunjung datang, lebih tepatnya tidak akan datang!
"Baiklah, aku akan menunggu dia sebentar lagi. Jika dalam waktu sepuluh menit dia tidak datang, maka aku akan tinggalkan saja dia."
Sepuluh menit berlalu.
Dua puluh menit berlalu.
Tiga puluh menit berlalu.
Satu jam berlalu, Ayana masih di tempat yang sama dengan harapan kekasihnya itu cepat datang.
BERSAMBUNG...
Tak!Ponsel Ayana seketika terjatuh dari tangannya. Pikirannya sudah melayang entah kemana."Dia Kakakku yang perfeksionis itu, dulu aku sering bercerita tentang dia padamu, kan? Sampai saat ini hubungan kami masih seperti itu, seperti musuh saja. Menyebalkan sekali, kan?"Ocehan Mahen membuat jantung Ayana seketika berdetak tak karuan. Fakta yang sangat mengejutkan bagi Ayana, kenapa dia tidak tahu jika Mahen dan Azka adalah saudara?"Ayana? Ayana?"Mahen memanggil Ayana tapi Ayana sedang terkejut bukan main. Sehingga Mahen menutup panggilannya, sedangkan Ayana masih terdiam dengan tatapan tak percaya."Kenapa? Kenapa harus Mahen yahg menjadi adikknya? Kenapa?" Ayana menjatuhkan air matanya tanpa ia sadari.Baru saja Ayana merasa hidupnya bisa berlanjut tapi mengapa ia harus terus terlibat dengan keluarga Wijaya lagi? Apa sekarang dia harus kabur dari Mahen juga?"Hah... Ayana bodoh, kenapa kamu terus terlibat dengan keluarga mereka?" Gumam Ayana yang langsung mengusap air matanya.T
"Hahaha, apa yang kamu bicarakan? Bercandamu sangat tidak lucu sekali."Ayana menepuk pundak Mahen sambil tertawa. Tapi Mahen tidak merubah ekspresi wajahnya, dia masih begitu serius menatap Ayana. Sampai akhirnya, Ayana perlahan menghentikan tawanya.Mahen menatap dalam, penuh harapan, membuat Ayana menjadi merasa ada aura yang berbeda. Ayana pun mengedipkan kedua matanya dengan lucu."Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang?" Tanya Mahen yang membuat Ayana menutup mulutnya rapat-rapat."Aku tidak bercanda, Ayana. Aku ingin menikahimu, kehamilanmu juga akan semakin membesar. Bayi ini membutuhkam sosok Ayah dan aku bersedia menjadi Ayahnya.""...."Ayana masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Perlahan, Mahen pun memegang tangan Ayana dan tatapan hangatnya sama sekali tidak pernah redup."Ayo, memulai hidup baru bersamaku, aku akan menerima semuanya. Aku akan mencintaimu dan juga anak dalam kandunganmu, biarkan dia menjadi anakku juga, Ayana."Pengungkapan Mah
"Bagaimana? Apa sampai saat ini kamu tidak bisa mengetahui dia dimana?" Tio menunduk pasrah saat Azka bertanya dengan tatapan yang begitu tajam. Dia langsung memijat pelipisnya, hari demi hari rasanya semakin buruk karena kabar Ayana sama sekali tidak terdengar. "Maafkan saya, Tuan." "Ini sudah hampir 4 bulan, sebenarnya apa yang kamu kerjakan? Kerjamu sangat tidak becus!" Azka langsung saja pergi dari ruangan kerjanya. Kepalanya sedikit terasa berat dan dia pun berjalan menuju kantin, kebetulan sekali, Sang Genral manager itu melihat seorang gadis yang sedang makan dengan lahap di sudut kantin. Dengan kakinya yang gelisah, dia datang menghampiri Olivia, sahabat Ayana. Dia tidak punya pilihan lain, dia harus bertanya langsung pada Olivia. "Boleh saya duduk disini?" Tanya Azka yang membuat Olivia langsung tersedak dengan makanannya. "Uhuk!" "Ah, maaf, membuatmu terkejut." Olivia benar-benar akan mengeluarkan kedua bola matanya karena melihat siapa yang datang ke tempat
"Dengar... aku tidak akan bertanya jika kamu tidak ingin bercerita lebih dulu. Tapi satu hal yang bisa kamu ingat, aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi ceritakan apapun yang ingin kamu bagikan denganku, aku siap menjadi pendengar yang baik untukmu."Kedua bola mata Ayana kembali berkaca-kaca, setiap ucapan Mahen sangat menyentuh hatinya. Dengan cepat, Ayana memeluk Mahen."Aku bingung, Mahen. Haruskah aku memberitahu Ayah dari bayi ini? Apa yang harus aku lakukan?"Mahen terdiam untuk sesaat, membiarkan Ayana meluapkan emosinya dengan menangis. Dengan sabar, Mahen menepuk-nepuk punggung Ayana dengan lembut. Berharap itu bisa membantu menenangkan hati Ayana yang kebingungan.Tapi jika boleh Mahen jujur, dia ingin tahu siapa yang telah berani menodai gadis sebaik Ayana. Kenapa Ayana sampai merelakan tubuh dan harga dirinya demi seorang pria?Itu sangat bukan Ayana yang Mahen kenal, dia pikir, Ayana tidak akan terjebak dalam hubungan seperti itu."Apa aku boleh berpendapat?" Tanya Mah
Setelah bertemu kembali dengan Ayana, Mahen semakin sering datang ke Cafe Cielo. Dia datang hanya untuk melihat Ayana, yang ternyata pandai beradaptasi. Sebenarnya Mahen masih merasa ada yang mengganjal, soal tangisan Ayana hari itu."Kenapa kamu terus menatapnya, apa dia gadis yang sering kamu ceritakan padaku?" Cielo bertanya sambil menyeruput kopi miliknya.Dia sejak tadi memperhatikan Mahen yang terus mantap Ayana yang sedang bekerja. Sampai akhirnya Cielo menghampiri Mahen untuk menemaninya sarapan."Dunia ternyata sangat sempit, ya, Cielo. Aku sekarang merasa sangat bodoh, seharusnya aku tidak jadi pengecut dan melarikan diri saat itu.""Kalian masih muda kala itu, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Aku dengar, dia datang kemari untuk pengobatan Neneknya. Dia juga belum menikah, kalian mungkin di pertemukan kembali agar kalian bisa bersama setelah kalian dewasa." Mahen melirik Cielo lalu tersenyum, "Apa aku boleh mengejar cintanya lagi?""Lakukan sesukamu! Bukankah sela
"Halo, selamat pagi?" Sapa seorang wanita bernama Cielo."Halo, Saya Ayana yang melamar kerja kemarin."Ayana bicara bahasa spanyol sebisanya, dan itu terdengar lucu di telinga Cielo. Cielo pun tersenyum dengan begitu ramah, sampai akhirnya Cielo berbicara bahasa Indonesia yang membuat Ayana sangat terkejut."Oh, kamu orang Indonesia, kan? Silahkan masuk, kita bicara di dalam.""Eh? Anda bisa bahasa Indonesia?" Tanya Ayana yang sangat terkejut dan tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Tentu saja, aku dulu pernah tinggal di Indonesia sebagai mahasiswa.""Ah, pantas saja.""Tenang saja, disini juga banyak orang Indonesia yang sering datang. Kamu akan mendapatkan banyak teman nantinya.""Aku harap begitu."Ayana masih malu-malu dengan keramahan yang diberikan oleh Cielo. Dia hanya mengikuti wanita berumur 35 tahun itu menuju ke dalam sebuah cafe yang masih tutup."Sengaja aku memintamu datang lebih awal agar aku bisa memberitahumu aturan kerja di sini." Ungkap Cielo yang hanya