"Oh, Astaga!" Pekik Ayana karena terkejut.
"Sssttt!"
Pria bertubuh tegap itu langsung saja menempelkan telunjuknya di atas bibir tipis milik Ayana. Ayana hanya memutar kedua bola matanya dengan malas saat dia tahu siapa yang sudah menarik tangannya dan menyudutkan tubuh mungilnya di dinding.
"Kamu ini! Bagaimana jika ada yang melihat kita?" Protes Ayana karena kelakuan sang kekasih yang baru saja mengecup pipinya kilas.
"Aku tidak keberatan jika ada yang melihat, maka aku akan bilang jika kamu adalah milikku. Akh!"
Ayana akhirnya memukul pundak atasannya itu dengan kencang. Ucapan Azka, kekasihnya itu memang kadang tidak pernah di pikirkan lebih dulu. Ayana sangat tidak ingin jika hubungannya dengan general managernya itu di ketahui oleh orang lain, terutama orang-orang kantor.
Jika di tanya kenapa Ayana tidak ingin go publik tentang hubungan asmaranya, maka Ayana akan menjawab jika dia belum siap jika orang-orang tahu jika dia menjalin kasih dengan pria tampan yang sangat di gilai banyak wanita di perusahan mereka.
"Apa kamu malu karena aku yang menjadi kekasihmu? Kita sudah seperti ini hampir tiga bulan, apa kamu tidak ingin aku menjadi kekasihmu?"
Ini adalah ke lima kalinya Azka bertanya seperti ini kepada gadis yang berhasil menarik perhatiannya dengan sifat lugunya. Azka yang tadinya seperti kulkas berjalan langsung luluh saat dia sadar jika dia begitu tertarik dengan salah satu gadis yang selalu datang lebih awal untuk bekerja.
Mendengar pertanyaan dari sang kekasih, Ayana hanya bisa menundukkan wajahnya lalu memainkan dasi yang menggantung di leher Azka dengan random kemudian berkata pelan, "Kamu sudah tahu jawabannya."
Azka hanya menghela nafasnya, jika sudah seperti ini mana bisa Azka menuntut jawaban lain dari Ayana. Gadis berwajah kecil itu akan bicara dengan nada yang pelan dan menghilangkan semua kepercayaan dirinya.
Azkapun langsung menarik tubuh mungil milik kekasihnya untuk lebih rapat kepadanya, tangannya mengelus dengan lembut punggung Ayana. Sedangkan Ayana masih diam, dia tidak berniat untuk membalas pelukan dari Azka karena setiap kali Azka bertanya seperti itu... Ayana akan merasa jika dirinya tidak pantas untuk Azka.
"Aku takut kamu malu, aku hanya-"
"Jika kamu mengatakannya lagi, aku akan marah! Berapa kali harus aku katakan? Aku tidak peduli dengan posisi pekerjaan kamu... aku tulus mencintaimu, Ayana."
Ayana langsung saja membungkam kedua belah bibirnya di saat Azka menyela kalimatnya. Azka memang paling tidak suka jika Ayana sudah berbicara tentang perbedaan jabatan mereka.
Bagi Ayana perbedaan kasta antara dirinya dan sang kekasihnya itu sangat berbeda jauh, bagaikan bumi dan langit. Apa Ayana boleh berharap jika kehidupan cintanya akan seperti cerita Cinderella?
"Maaf," ucap Ayana dengan lirih.
"Peluk aku juga!" Perintah Azka membuat kedua tangan Ayana langsung bergerak untuk melingkari pinggang sang kekasih.
"Nanti aku akan mengantar kamu pulang, kamu tunggu aku di tempat biasa, ok?"
"Hmmm."
Lama mereka dengan posisi seperti itu, Azka memang sangat suka sekali jika dia memeluk tubuh kekasihnya. Entah karena hubungan mereka masih baru terjalin atau memang Azka memang sangat nyaman berada di dekat Ayana.
"Ngomong-ngomong, aku berkeringat. Kamu tidak apa-apa dengan itu?"
Ayana baru ingat jika dia baru saja selesai mengepel lantai di ruangan kerja Azka, karena kekasihnya itu tiba-tiba datang dan memeluknya, Ayana jadi lupa jika dia sedang berkeringat. Ayana takut jika Azka akan risih dengan bau keringat yang keluar dari tubuhnya.
"Tak apa, aku tidak keberatan sama sekali. Biarkan seperti ini dulu, aku sangat merindukanmu... rasanya lama sekali aku tidak melihat wajah kekasihku."
"Cikh... kita hanya tidak bertemu selama dua hari, mulutmu itu sangat pintar sekali jika bicara begitu manis."
"Tapi kamu suka, kan?"
Pipi Ayana sedikit bersemu dengan ungkapan dari kekasihnya, walaupun kata-kata manis itu begitu terdengar sangat norak namun Ayana tidak bisa berbohong jika hatinya semakin merasa berdebar tidak menentu.
Azka memang baru saja pulang dari perjalanan bisnis di luar kota, Ayana tahu jika kekasihnya itu akan kembali hari ini, namun Ayana tidak tahu jika Azka akan datang begitu pagi sekali. Bahkan Ayana belum selesai bekerja dan jika sudah seperti ini Ayana tidak akan fokus bekerja karena Azka tidak akan membiarkan Ayana pergi begitu saja.
"Aku harus kembali bekerja, sebentar lagi karyawan akan berdatangan dan aku harus segera membersihkan ruangan meeting."
Ayana mendorong dada bidang milik Azka untuk sedikit menjauh dari tubuhnya, Azka terlihat tidak suka saat melihat Ayana tersenyum untuk meminta izin pergi. Azka tidak pernah menyukai seseorang sampai seperti sekarang ini, rasanya Azka ingin selalu melihat dan menyentuh Ayana kapanpun dan dimana pun.
"Ayolah, jangan marah. Hmmm? Aku akan mampir ke apartemen kamu malam ini, aku akan memasak untuk makan malam kita, bagaimana?"
Azka jika sudah menunjukan wajah judesnya membuat Ayana merasa tidak enak hati, ekspresinya sekarang itu terlihat sangat dingin dan sangat menyebalkan. Itulah mengapa Ayana membujuk Azka dengan menawarkan membuat makan malam, Azka pernah bilang jika masakan Ayana sangat enak dan cocok dengan lidahnya.
"Baiklah."
"Kamu marah?"
"Tidak. Aku tidak marah," bohong Azka lalu memalingkan wajahnya, "Kenapa kamu tidak mau menerima tawaran menjadi sekretarisku saja? Itu akan membuat kita mempunyai banyak waktu untuk saling melihat, kan?"
Azka memang pernah menawarkan Ayana untuk menjadi sekretarisnya, namun Ayana menolaknya karena dia tidak berpendidikan tinggi dan juga tidak pintar. Ayana hanya tidak ingin mempermalukan Azka, itu saja.
Bahkan sampai saat inipun, Ayana masih merasa jika dirinya tidak pantas bersanding dengan Azka. Ayana tidak bisa membayangkan bagaimana jika nantinya keluarga Azka tahu jika putra sulung mereka menjain hubungan dengan seorang office girl?
Ayana terlalu rendahan untuk berlian seperti Azka!
CHU....
"Sudah waktunya aku pergi, kita bahas lagi ini nanti. Ya?"
"Hahh, ok."
Helaan nafas dari Azka keluar begitu saja, dia masih merindukan sang kekasih. Walaupun dia mendapatkan kecupan mesra dari Ayana tapi jujur saja Azka ingin bersama Ayana lebih lama lagi.
Kini Ayana langsung bergegas untuk keluar, namun saat dia keluar dari ruangan Azka, dia berpapasan dengan CEO perusahaan. Ayana sedikit terkejut saat kedua matanya bertatapan tidak sengaja dengan Ayah dari kekasihnya itu.
"Huuff..."
Ayana bernafas dengan lega saat dia berhasil melewati orang-orang penting dari tempat dia bekerja. Ayana kini bergegas untuk pergi ke ruangan meeting karena ruangan itu akan segera di pakai sekitar satu jam lagi.
"Ayana?"
"Ya?"
Seorang pegawai dengan seragam yang sama menghampiri Ayana dengan tergesa-gesa. Ayana hanya tersenyum di saat sang sahabat sampai di depannya.
"Malam ini temani aku, ya?"
"Kemana?"
"Menemui seseorang."
"Eng... bagaimana ya?" Ayana terlihat berpikir sejenak, "Aku sepertinya tidak bisa, Olivia. Maaf."
"Kenapa? Kamu ada acara?"
Ayana bisa lihat jika sahabatnya itu terlihat kecewa dengan penolakan yang dia lakukan, tapi Ayana sudah berjanji akan pulang dan mampir ke tempat Azka nanti malam.
"Emm, tidak. Aku harus pulang cepat, kamu tahukan jika Nenek sedang sakit?"
"Ah, iya. Aku lupa, bagaimana kesehatannya sekarang?"
"Ya seperti itu saja, kamu tahukan aku tidak bisa merawatnya di rumah sakit? Aku hanya memberinya obat dari apotek saja."
Ayana bercerita dengan lesu, dia selalu saja merasa bersalah karena tidak bisa membawa Neneknya ke rumah sakit. Olivia menyentuh pundak Ayana dengan lembut lalu tersenyum, mencoba untuk memberi semangat sahabatnya.
"Semoga keadaan Nenek cepat membaik dan lekas sembuh."
"Terima kasih, Oliv."
"Sama-sama, maaf aku belum berkunjung lagi ke rumah kalian."
Olivia langsung saja membantu Ayana untuk mengelap meja dan merapihkan kursi di ruangan itu. Ayana dan Olivia memang karyawan yang cukup teladan, walaupun Olivia selalu bekerja sambil berbicara.
"Ayana, kamu sudah mendengar hot news tentang Pak Azka?"
"Hahaha apa lagi gosip tentang beliau?"
Ayana sedikit tertawa saat Olivia bercerita dengan sangat antusias. Olivia memang sangat suka sekali bercerita tentang apapun. Olivia langsung mendekati Ayana lalu kembali berbicara yang membuat Ayana seketika menghentikan aktifitasnya, dan tubuhnya langsung membeku.
"Pak Azka akan menikah."
"A-apa?"
BERSAMBUNG...
"Ey! Kenapa kamu sangat terkejut? Kamu benar-benar belum mengetahui berita hari ini, ya?"Olivia terlihat menggoda Ayana dengan cara mencolek dagu sahabatnya. Namun hati Ayana sangat tidak tenang ketika Olivia berbicara dengan serius dari mana dia mendapatkan informasi itu."Aku dengar pernikahan mereka akan di adakan besar-besaran, seluruh karyawan akan di undang. Kira-kira kita harus memakai pakaian yang seperti apa? Apa kita harus membeli gaun baru saja?"Olivia benar-benar bercerita dengan sangat semangat tanpa melihat ekspresi Ayana yang masih sangat terkejut. Ayana tidak tahu harus memberikan respon seperti apa ketika mendengar nama kekasihnya akan menikah.Satu yang Ayana pikirkan sekarang ini, dia harus meminta klarifikasi dari Azka langsung. Dia tidak ingin lebih dulu percaya dengan berita yang sudah beredar, karena Ayana sangat percaya dengan sang kekasih.Bahkan tadi pagi saja, Azka tidak bicara apapun tentang pernikahan ataupun terkait
"Dia tidak datang," gumam Ayana dengan menatap arah perusahaan tempat dia bekerja. Ayana melirik jam tangan pemberian Azka minggu lalu, kini jarum jam tangannya sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Ayana menunggu kekasihnya hingga empat jam, Ayana ingin menangis saja! "Huftt, kenapa ponselku harus mati? Apa Azka memberi kabar jika dia tidak akan datang?" Ayana akhirnya pergi dari tempat itu untuk mencari kendaraan yang bisa membawanya pulang. Sang Nenek pasti sangat khawatir karena Ayana belum pulang sampai larut malam, sepertinya Ayana harus mengganti ponselnya karena benda itu sudah sering mati mendadak. KLEK Ayana membuka pintu rumahnya dengan perlahan, Ayana mengira jika sang Nenek sudah tidur karena sudah malam. Namun Ayana salah, karena sang Nenek ternyata sedang menunggunya pulang di ruang tengah. "Kamu lembur lagi, Nak?" "Eh! Ah, iya, Nek. Nenek kenapa belum tidur?" Ayana awalnya terdengar sangat terkejut denga
"Pa!"Azka tidak mau menikahi wanita yang tidak di cintainya. Azka ingin menikahi Ayana dan hidup dengan bahagia dengan gadis pilihannya."Tidak ada protes, sekarang kamu mulailah untuk mendekati Aura karena dia akan menjadi istrimu dalam waktu dua bulan lagi.""Pa, aku selalu melakukan apapun yang Papa mau. Untuk kali ini... aku tidak bisa, aku tidak mau menikahi wanita yang tidak aku cintai!""Jika kamu menolak perjodohan ini maka sama saja kamu membunuh Papa!"Setelah mengatakan hal yang sangat mengerikan itu, akhirnya Ayah dari Azka beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Azka yang bahkan belum sempat duduk sama sekali, kini Azka hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar."Sebaiknya kamu menikah saja Bro, Aura cukup cantik dan dia juga kaya raya. Dia sangat cocok denganmu."Tiba-tiba saja Mahen muncul dari belakang tubuh Azka, Azka sedikit terkejut karena kehadiran sang adik. Tidak biasanya adik laki-lakinya itu pulang ke ruma
"Terima kasih banyak, Pak."Setelah berterima kasih kepada supir yang mengantar Azka, Ayana langsung membawa tubuh kekasihnya untuk masuk ke dalam. Ayana mengerutkan indra penciumannya di saat bau menyengat mulai menggangu hidungnya.Padahal baru saja beberapa jam, Ayana menangisi Azka tapi saat melihat mata teler kekasihnya dia langsung saja merasa khawatir. Azka sudah berjanji, dia tidak akan minum alkohol lagi kepada Ayana tapi apa sekarang ini?Azka mabuk dan tepar di sebuah kursi di ruang tengah rumahnya!"Kamu mabuk dengan wanita itu hingga jam segini?"Ayana bermonolog sendiri sambil menatap wajah tampan Azka yang terpejam. Wajah Ayana langsung terlihat bingung di saat otaknya kembali bekerja."Dari mana dia tahu alamat rumahku?""Eng! Ayana, ini panas sekali. Akh!"Pikiran Ayana kembali buyar di saat Azka mulai membuka kancing kemejanya, hanya dua kancing atasnya saja yang terbuka karena Azka kembali tidak sadarkan diri
"Hei! Hei! Tidak bisa begitu. Jangan bicara seperti itu, aku tidak ingin putus denganmu."Azka protes dengan menahan tangan Ayana begitu cepat sebelum kekasihnya itu pergi dari hadapannya. Azka bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Ayana begitu mudah mengatakan perpisahan setelah apa yang telah mereka berdua lalui selama ini?"Lepas! Sebaiknya kamu pulang saja sekarang, aku harus segera pergi bekerja."Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah tubuhnya sudah menjawab untuk menanggapi perintah Ayana.Ucapan Ayana terdengar sangat dingin sekali, sepertinya Ayana benar-benar sedang bicara serius. Tapi memutuskan hubungan dengan Azka tidak akan semudah itu karena pria berahang tegas itu begitu mencintai Ayana."Kita belum selesai bicara, kamu tidak boleh pergi!""Tapi ini sudah siang, aku akan dimarahi Bu Gita jika datang terlambat. Lagi p
"Kenapa begitu terkejut? Kamu tidak pernah mengira jika aku akan ada disini kan?"Aura berbicara dengan senyum lebarnya, dia sangat senang melihat ekspresi Azka yang terlihat begitu terkejut dengan keberadaannya.Semakin dilihat Azka semakin terlihat tampan, Aura sepertinya sudah memilih pilihan yang sangat tepat karena menerima perjodohan dari sang Ayah."Bagaimana bisa kamu masuk kesini, aku tidak suka jika ada pengganggu disaat aku bekerja." Tegas Azka."Azka! Kamu terlalu kasar sekali, aku bukannya mau mengganggumu. Aku hanya membawakan ini... seharusnya kamu berterima kasih bukannya mengataiku pengganggu."Aura sangat tidak terima dengan apa yang baru saja Azka katakan karena ucapan Azka terdengar sangat memojokkan dirinya, itu juga menyinggung harga dirinya.Azka memang tidak suka jika ada yang mengganggunya ketika bekerja, pengecualian jika Ayana yang menjadi pengganggu maka Azka selalu menunda pekerjaannya dan membiarkan Ayana berceloteh hingga puas."Cobalah, aku membelinya d
Azka membawa paksa kekasihnya menuju kediaman mewahnya, Ayana juga sudah tidak melakukan pemberontak lagi. Dia sudah pasrah."Bersihkan tubuhmu, malam ini kamu menginap di sini."Ayana sudah mengangkat bibirnya untuk menolak tapi Azka sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya, "Tidak ada penolakan.""Kamu selalu berbuat semaumu," ujar Ayana yang menatap Azka sedang membuka dasi yang melilit di lehernya.Mendengar itu, Azka hanya menghela nafas. Dia juga tidak ingin jadi pemaksa untuk Ayana tapi kekasihnya itu belakang ini senang sekali membuat tensi darahnya meninggi.Tak ada pembicaraan apapun lagi setelah Ayana menuruti semua ucapan Azka, dia pergi ke arah kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya. Sebelum beranjak dari kamar mandi, Ayana sempat mengirim pesan kepada Neneknya jika dia tidak akan pulang malam ini.Terpaksa Ayana harus berbohong dan mengatakan jika dia sedang lembur di kantor."Hahh ... sepertinya aku harus mengakhirinya malam ini." Ujar Ayana saat melihat pantulan dirinya
"Aghm!"Azka menggeram nikmat saat dia berhasil menyalukan hasratnya, dia langsung terengah setelah menggulingkan tubuhnya di samping sang kekasih.Ayana pun nampak begitu kelelahan saat melakukan kegiatan panas dengan Azka, dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa mencoba mengatur nafasnya dengan susah payah.Melihat wanita yang dicintainya sudah seutuhnya menjadi miliknya, Azka menarik sudut bibirnya lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka.Sang Genral manager masih tidak bisa percaya jika akhirnya dia bisa menyentuh wanita yang paling di cintainya. Hatinya begitu bahagia dan dia bersumpah, sampai mati pun dia tidak akan pernah meninggalkan Ayana."Terima kasih sudah percaya padaku, Ayana." Ujar Azka yang menarik tubuh Ayana agar bisa dia peluk. Ayana tidak menggeming, dia hanya menikmati kehangatan yang keksihnya berikan.Lama Ayana terdiam, akhirnya dia mulai tersadar dengan hal bodoh yang sudah dia lakukan dengan Kekasihnya. Seharusnya dia mengakhiri
"Hahaha, apa yang kamu bicarakan? Bercandamu sangat tidak lucu sekali."Ayana menepuk pundak Mahen sambil tertawa. Tapi Mahen tidak merubah ekspresi wajahnya, dia masih begitu serius menatap Ayana. Sampai akhirnya, Ayana perlahan menghentikan tawanya.Mahen menatap dalam, penuh harapan, membuat Ayana menjadi merasa ada aura yang berbeda. Ayana pun mengedipkan kedua matanya dengan lucu."Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang?" Tanya Mahen yang membuat Ayana menutup mulutnya rapat-rapat."Aku tidak bercanda, Ayana. Aku ingin menikahimu, kehamilanmu juga akan semakin membesar. Bayi ini membutuhkam sosok Ayah dan aku bersedia menjadi Ayahnya.""...."Ayana masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Perlahan, Mahen pun memegang tangan Ayana dan tatapan hangatnya sama sekali tidak pernah redup."Ayo, memulai hidup baru bersamaku, aku akan menerima semuanya. Aku akan mencintaimu dan juga anak dalam kandunganmu, biarkan dia menjadi anakku juga, Ayana."Pengungkapan Mah
"Bagaimana? Apa sampai saat ini kamu tidak bisa mengetahui dia dimana?"Tio menunduk pasrah saat Azka bertanya dengan tatapan yang begitu tajam. Dia langsung memijat pelipisnya, hari demi hari rasanya semakin buruk karena kabar Ayana sama sekali tidak terdengar."Maafkan saya, Tuan.""Ini sudah hampir 4 bulan, sebenarnya apa yang kamu kerjakan? Kerjamu sangat tidak becus!"Azka langsung saja pergi dari ruangan kerjanya. Kepalanya sedikit terasa berat dan dia pun berjalan menuju kantin, kebetulan sekali, Sang Genral manager itu melihat seorang gadis yang sedang makan dengan lahap di sudut kantin.Dengan kakinya yang gelisah, dia datang menghampiri Olivia, sahabat Ayana. Dia tidak punya pilihan lain, dia harus bertanya langsung pada Olivia."Boleh saya duduk disini?" Tanya Azka yang membuat Olivia langsung tersedak dengan makanannya."Uhuk!""Ah, maaf, membuatmu terkejut."Olivia benar-benar akan mengeluarkan kedua bola matanya karena melihat siapa yang datang ke tempatnya."Ah, tidak!
"Dengar... aku tidak akan bertanya jika kamu tidak ingin bercerita lebih dulu. Tapi satu hal yang bisa kamu ingat, aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi ceritakan apapun yang ingin kamu bagikan denganku, aku siap menjadi pendengar yang baik untukmu."Kedua bola mata Ayana kembali berkaca-kaca, setiap ucapan Mahen sangat menyentuh hatinya. Dengan cepat, Ayana memeluk Mahen."Aku bingung, Mahen. Haruskah aku memberitahu Ayah dari bayi ini? Apa yang harus aku lakukan?"Mahen terdiam untuk sesaat, membiarkan Ayana meluapkan emosinya dengan menangis. Dengan sabar, Mahen menepuk-nepuk punggung Ayana dengan lembut. Berharap itu bisa membantu menenangkan hati Ayana yang kebingungan.Tapi jika boleh Mahen jujur, dia ingin tahu siapa yang telah berani menodai gadis sebaik Ayana. Kenapa Ayana sampai merelakan tubuh dan harga dirinya demi seorang pria?Itu sangat bukan Ayana yang Mahen kenal, dia pikir, Ayana tidak akan terjebak dalam hubungan seperti itu."Apa aku boleh berpendapat?" Tanya Mah
Setelah bertemu kembali dengan Ayana, Mahen semakin sering datang ke Cafe Cielo. Dia datang hanya untuk melihat Ayana, yang ternyata pandai beradaptasi. Sebenarnya Mahen masih merasa ada yang mengganjal, soal tangisan Ayana hari itu."Kenapa kamu terus menatapnya, apa dia gadis yang sering kamu ceritakan padaku?" Cielo bertanya sambil menyeruput kopi miliknya.Dia sejak tadi memperhatikan Mahen yang terus mantap Ayana yang sedang bekerja. Sampai akhirnya Cielo menghampiri Mahen untuk menemaninya sarapan."Dunia ternyata sangat sempit, ya, Cielo. Aku sekarang merasa sangat bodoh, seharusnya aku tidak jadi pengecut dan melarikan diri saat itu.""Kalian masih muda kala itu, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Aku dengar, dia datang kemari untuk pengobatan Neneknya. Dia juga belum menikah, kalian mungkin di pertemukan kembali agar kalian bisa bersama setelah kalian dewasa." Mahen melirik Cielo lalu tersenyum, "Apa aku boleh mengejar cintanya lagi?""Lakukan sesukamu! Bukankah sela
"Halo, selamat pagi?" Sapa seorang wanita bernama Cielo."Halo, Saya Ayana yang melamar kerja kemarin."Ayana bicara bahasa spanyol sebisanya, dan itu terdengar lucu di telinga Cielo. Cielo pun tersenyum dengan begitu ramah, sampai akhirnya Cielo berbicara bahasa Indonesia yang membuat Ayana sangat terkejut."Oh, kamu orang Indonesia, kan? Silahkan masuk, kita bicara di dalam.""Eh? Anda bisa bahasa Indonesia?" Tanya Ayana yang sangat terkejut dan tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Tentu saja, aku dulu pernah tinggal di Indonesia sebagai mahasiswa.""Ah, pantas saja.""Tenang saja, disini juga banyak orang Indonesia yang sering datang. Kamu akan mendapatkan banyak teman nantinya.""Aku harap begitu."Ayana masih malu-malu dengan keramahan yang diberikan oleh Cielo. Dia hanya mengikuti wanita berumur 35 tahun itu menuju ke dalam sebuah cafe yang masih tutup."Sengaja aku memintamu datang lebih awal agar aku bisa memberitahumu aturan kerja di sini." Ungkap Cielo yang hanya
Pagi ini suasana kamar mewah Azka nampak begitu tenang, si tampan menggeliat saat tubuhnya mulai terbangun dari alam mimpi."Engh!" Geraman halus keluar begitu saja saat perlahan matanya terbuka, namun dia merasa ada yang aneh ketika dia mengucek matanya.Tanganya merasa begitu ringan padahal dia ingat betul, semalam dia memeluk kekasihnya dengan posesif. Perlahan matanya pun terbuka, ranjang sebelahnya ternyata sudah kosong."Kemana dia?" Gumamnya yang kemudian membuka selimut dan turun dari ranjang.Azka pun melirik jam yang sudah menujukan pukul 10 lebih, dia juga langsung mengecek ponselnya yang ternyata ada puluhan panggilan tak terjawab dari Tio, sang sekertaris."Dia tidak meninggalkan pesan sama sekali," ucap Azka yang melihat aplikasi pesan singkat yang ternyata tidak ada satu pun pesan singkat yang di kirim oleh Ayana.Di pun langsung menekan layar benda pipih itu untuk menghubungi nomor sang kekasih. Tapi ponsel Ayana tidak bisa dihubungi membuat Azka mengerutkan keningnya.
"Kamu datang terlalu cepat, aku belum selesai masak." Ujar Ayana yang tahu jika yang memeluknya saat ini adalah Azka."Aku sudah tidak sabar untuk pulang setelah membaca pesan darimu, terimakasih karena tidak mengikuti perintah dari Ibuku."Ayana seketika terdiam, dia tidak tahu harus menjawabnya dengan apa. Jika saja Azka tahu, jika ini adalah malam terakhir mereka, apa yang akan di lakukan oleh pria yang kini memeluknya dengan posesif itu?"Pergilah mandi lebih dulu, kamu bau. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat." Ujar Ayana yang membuat Azka langsung mencium tubuhnya."Apa aku bau?" Tanyanya keheranan. Dia merasa masih wangi, karena parfum mahalnya tidak hilang dengan cepat."Ya, kamu bau. Sana pergi mandi!!" Usir Ayana yang kini memutar tubuh Azka dan mendorongnya untuk menjauh. Azka terkekeh saat mendengar Ayana tertawa dan kembali fokus pada daging yang sedang dia panggang.Setelah selang beberapa menit, Azka benar-benar pergi mandi. Dia membersihkan tubuhnya dengan cepat ag
"Kamu dari mana?"Langkah Aura terhenti saat Azka melihatnya baru pulang pukul satu malam. Padahal sejak kemarin, Azka menunggu istrinya itu pulang. "Syuting." Jawab Aura singkat. Baru saja Aura akan berjalan menuju kamarnya tapi Azka kembali membuka mulutnya."Ikut aku, aku ingin bicara. Bukannya kamu juga ingin bicara soal Ayana, kan?"Mendengar sebuah nama yang ia benci, Aura menatap kesal Azka yang lebih dulu masuk ke ruang kerjanya. Meskipun lelah, tapi apa yang dikatakan oleh Azka ada benarnya juga, dia juga ingin mendengar apa yang akan di kataka Azka tentang perselingkuhannya dengan Ayana.Azka menaruh kopinya di meja kerjanya, dia melirik Aura yang baru saja masuk ke ruangannya. Terlihat jelas tatapan Aura tidak seperti biasanya, ada kemarahan yang sangat ketara disana."Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Aura dengan tenang."Bukankah itu pertanyaan yang harusnya aku tanyakan padamu?" Jawab Azka yang kini duduk di kursi kerjanya.Aura langsung mengerutkan keningnya, Azka
KLEKSuara pintu di buka membuat Ayana menoleh seketika. Pandangannya membola saat tahu siapa yang datang. Dengan cepat Ayana berdiri dari duduknya untuk menghampiri Azka."Azka, sudah kubilang untuk tidak usah datang." Bisik Ayana karena dia takut membangunkan sang Nenekk."Kita perlu bicara.""Akh!"Ayana memekik pelan saat Azka menariknya keluar dari ruangan rawat Neneknya. Ayana yang tidak mau terjadi keributan hanya bisa diam dan menurut saja saat Azka membawanya ke rooptop rumah sakit."Apa maksudnya dengan jangan menemuimu lagi, hah?"Azka memulai pembicaraan dengan sedikit emosional, walaupun dia terlihat menahan semua amarahnya. Ayana menutup matanya untuk beberapa saat, sampai akhirnya dia menghela nafas beratnya."Kamu ingin kita berakhir? Jelaskan pesan ini dengan jelas karena aku tidak mengerti." Ujar Azka yang melempar ponselnya ke tubuh Ayana, tidak terlalu keras, sehingga Ayana bisa menangkap benda itu dengan aman.Ayana memang langsung mematikan panggilan Azka beberap