Revan sedang berbicara dengan seorang wanita di proyeknya, Rara yang duduk tak jauh dari tempat mereka berdiri memperhatikan dengan seksama.
Rara sedikit kesal melihat klien wanita disamping Revan itu terus melihat dan memperhatikan suaminya.Rara tahu tatapan wanita itu bukan tatapan yang biasa, tapi tatapan suka dan memuja. Padahal Revan tadi sudah memperkenalkan Rara sebagai istrinya pada wanita itu, tapi ternyata tak membuat wanita itu menjaga matanya."Dasar wanita genit." Rara mengomel sendiri, dia menyesap jus jeruk yang ada didepannya.Revan memang laki-laki yang tampan, bahkan ketampanannya diatas rata-rata. Tubuhnya yang tinggi dan atletis dengan berat badan yang ideal membuatnya semakin rupawan.Revan sesekali terlihat menoleh ke arah Rara, saat mata mereka bertemu, senyum mereka saling mengembang. Rara menyukai interaksi kecilnya dengan Revan.Dulu ketika bersama dengan Nathan, entah mengapa Rara tidak pernah mendapati hal-hal kecil yang manis seperti ini."Baiklah kalau begitu, nanti staff saya akan mengirimkan revisi sesuai dengan kesepakatan kita." kata Revan yang masih berbicara dengan klien wanitanya, mereka tampak berjalan kembali ke arah meja dimana Rara duduk."Terima kasih ya pak Revan, saya senang sekali perusahaan Bapak mau bekerja sama dengan perusahaan saya, saya yakin investasi kita pasti akan berhasil ditempat ini." kata wanita itu."Pak Revan sudah makan siang? Bagaimana kalo kita makan siang bersama, ada restoran yang sangat spesial didekat sini." ajak wanita itu karena masih ingin bersama dengan Revan lebih lama, dia bahkan tidak melihat ke arah Rara sama sekali."Oh, maaf. Saya sudah ada rencana dengan istri saya" kata Revan menolak.Revan menyentuh tangan Rara memberikan kode agar istrinya itu berdiri.Wanita itu menatap Rara, dia tersenyum tapi terpaksa."Saya tidak menyangka loh, beberapa hari yang lalu kita bertemu, pak Revan masih singgle.""Sekarang, tau-tau sudah menikah aja." kata wanita itu, gaya bahasanya tidak lagi formal, membuat Revan tak suka."Baiklah, saya rasa pekerjaan kita sudah selesai, untuk selanjutnya staff saya yang akan melanjutkan.""Saya akan memantaunya dari Jakarta." kata Revan tanpa merespon ucapan wanita itu.Wanita itu mengangguk, tapi wajahnya terlihat masam karena Revan tidak menanggapi perkataannya.Revan kemudian menggandeng tangan Rara dan melenggang pergi setelah berpamitan.Wanita itu menghentakkan kakinya kesal, padahal dia sudah susah payah mencari cara agar perusahaannya bisa bekerja sama dengan perusahaan Revan. Dia sudah senang ketika mendengar Revan sendiri yang akan datang melihat proyek, dan dia berharap bisa mendekati Revan melalui kerja sama mereka, tapi ternyata semuanya malah zonk. Revan sudah menikah.***"Klien kamu tadi genit banget ya, Van." kata Rara ketika mereka sudah didalam mobil."Sayang, cemburu?." tanya Revan sambil tersenyum."Gak suka aja sih lihatnya." kata Rara ketus.Revan tertawa mendengar ucapan Rara. Diremasnya jemari Rara dengan satu tangannya yang tidak sibuk menyetir."Makanya aku bawa kamu ke proyek tadi, karena itu klien memang suka curi-curi kesempatan." kata Revan.Rara menoleh."Itu Klien yang kamu temui kemarin malam?." tanya Rara.Revan mengangguk."Apa semua klien wanita kamu seperti itu, Van?." tanya Rara lagi."Hmmm...gak semua sih Ra, biasanya yang udah oma-oma enggak begitu." kata Revan sambil melirik Rara."Ihsss..." Rara meninju lengan Revan membuat laki-laki itu tertawa."Ternyata nikah sama sahabat sendiri itu kayak gini ya, Ra." kata Revan tiba-tiba.Rara mengernyitkan keningnya."Seru..asik...bisa manis, bisa romantis, bisa gemesin..." kata Revan."Panas di ranjang, seru di obrolan." lanjutnya sambil mencubit pipi Rara dengan gemas.Rara tersipu mendengar ucapan Revan. Tapi Revan benar, Rara merasa lebih lepas dan bisa menjadi dirinya sendiri ketika bersama dengan Revan. Mereka akrab seperti teman, tapi sangat panas ketika urusan ranjang."Ra, bulan madu yuk!." ajak Revan."Hmmm...mau ga yaaa..." Rara pura-pura ragu."Eh, udah pinter becandain suami sendiri sekarang ya." kata Revan sambil mengelitik pinggang Rara, membuat Rara tertawa geli.Mobil mereka sudah sampai di tujuan sekarang."Sini, sayang." Revan menarik tubuh Rara dan membawanya ke pangkuannya."Van, ini di mobil loh!." kata Rara mengingatkan."Cuma duduk aja, gak keliatan kok dari luar, kaca mobilku gelap" kata Revan.Rara akhirnya menurut.Revan mengelus lembut pipi Rara, merapikan anak rambutnya dan membingkai wajah wanita itu."I love you, Kinara." kata Revan lembut lalu mencumbu bibir Rara.Mereka berciuman cukup lama sampai akhirnya berhenti karena nafas yang hampir habis."Kamu mau bulan madu ke mana, sayang?." tanya Revan sambil memeluk pinggang Rara, sedangkan tangan Rara melingkari leher Revan."Hmmmm, gimana kalau ke Bali?." usul Rara."Boleh, kamu suka Bali?." tanya Revan.Rara mengangguk."Tapi, apa kamu gak sibuk, Van? Kerjaan kamu gimana?." tanya Rara."Bisa diatur sayang, kan lagi cuti menikah.""Karyawan aku aja bisa cuti habis menikah, masa bosnya gak bisa!." kata Revan membuat Rara tertawa.Revan sangat candu sekali mendengar suara tawanya."Seminggu aja ya, Van." kata Rara."Kenapa? Kita bisa kok lebih lama disana, sebulan juga boleh." kata Revan.Rara mendelik mendengarnya, suaminya pasti modus lagi."Aku ada jadwal pameran bulan depan, aku belum bikin apa-apa buat galeri aku." kata Rara.Revan baru ingat, istrinya ini adalah seorang pelukis, dari kecil memang bakat Rara adalah menggambar dan memainkan warna, jadi tidak heran sekarang dia menjadi pelukis."Oh ya, sayang, di Jakarta nanti, kamu mau tinggal di apartemen atau di rumah seperti rumah papa mama?." tanya Revan teringat."Hmmm, kita tinggal sendiri?" tanya Rara."Iya, kita tinggal sendiri aja ya, biar kita lebih ada privasi" jawab Revan.Rara mengangguk, memang lebih baik tinggal dirumah sendiri ketika mereka sudah menikah."Hmmm, kalau rumah aja gimana, biar aku bisa bikin kebun bunga" kata Rara kemudian."Oke, Nyonya.""Perintah Nyonya akan segera saya laksanakan" kata Revan sambil menempelkan tangannya ke kening membuat Rara tertawa.Mereka akhirnya turun dari mobil sambil bergandengan tangan, wajah mereka berseri-seri tampak sangat bahagia.Sayangnya senyum kebahagiaan mereka memudar ketika melihat sosok seseorang yang sedang menatap tajam ke arah mereka."Van, aku mau bicara!" kata sosok itu ketika sudah lebih dekat dengan mereka.Rara menggigit bibirnya dalam, dia menatap Revan dan sosok wanita itu bergantian. Rara lalu melepaskan tangannya dari tangan Revan, membuat Revan menoleh."Aku tunggu disana, Van." kata Rara lalu segera masuk ke restoran tanpa menunggu jawaban suaminya.Revan sedikit keberatan, dia hendak mengejar Rara namun wanita didepannya menghandang. Matanya melotot."Kamu mau apa sih, ganggu banget jadi cewek!" kata Revan kesal."Kamu berhutang penjelasan sama aku, Van!" kata wanita itu.Revan menarik nafasnya panjang. Kesal."Dengar ya, Dinda. Dari awal kamu ngejar aku, aku sudah bilang gak akan menjanjikan hubungan apa-apa sama kamu.""Kita cuma one night stand, gak lebih!.""Aku juga gak pernah maksa kamu. Jadi aku gak berhutang apa-apa sama kamu!." kata Revan dengan suara rendah tapi penuh penekanan. Wajahnya marah dan serius."Tapi aku mencintai kamu, Van." kata Dinda sedih, air matanya berlinang.Revan melihat ora
"Van, ayo kita ngobrol!." kata Rara ketika melihat Revan yang baru saja keluar dari kamar mandi.Revan tertegun, ternyata Rara masih mengingat janjinya siang tadi."Baiklah, aku ganti baju dulu ya." kata Revan sambil membuka lemari dan mengambil piyama tidurnya.Rara duduk ditepian ranjang menunggu suaminya berganti pakaian. Rara sudah mulai terbiasa melihat tubuh polos suaminya.Revan terdiam sesaat sebelum menghampiri Rara. Sebenarnya ada perasaan takut terselip dihatinya, Revan takut Rara tidak bisa menerima masa lalunya dan membuat pernikahan mereka yang baru seumur jagung menjadi berantakan."Ra, aku sudah cerita kan kalo aku jatuh cinta padamu sejak dulu." kata Revan setelah duduk disebelah istrinya.Rara mengangguk, dibiarkannya Revan menggenggam jemari tangannya."Dan, saat aku tahu kalau kamu bertunangan, aku patah hati." Revan terdiam sejenak sebelum melanjutkan ceritanya."Aku mulai suka mabuk-mabukan.""Aku sering menghabiskan waktu di club. Aku jadi suka kehidupan malam."
"Rara..." Revan terkejut saat melihat istrinya sudah bangun dan sedang duduk ditepian ranjang."Sudah bangun?." Revan berusaha tenang dan tersenyum padahal hatinya cemas, apakah Rara tadi mendengarnya sedang menerima telpon didalam kamar mandi.Rara membalas senyum Revan dan memandangnya, terlihat sekali jika laki-laki sedang memperhatikan mimik wajahnya. Mungkin dia sedang mencari kecurigaan dimata Rara."Hmm...Aku baru saja bangun." jawab Rara pendek."Kamu tadi kemana?." tanyanya, berharap suaminya itu jujur."Aku kekamar mandi, buang air kecil." jawab Revan sambil membelai rambut Rara yang hitam berkilau."Ohhhh..." ada sedikit rasa kecewa di hati Rara, dan Revan melihatnya dari cara Rara menatapnya."Hmmm...tadi sekretarisku telpon, tiket pesawat dan hotel untuk bulan madu kita sudah siap. Siang besok kita bisa berangkat." kata Revan yang akhirnya memilih bercerita dia juga mengangkat telpon."Sekretaris kamu?." tanya Rara. Revan mengangguk.Rara ingin bertanya siapa namanya, nam
"Apa kau juga termasuk yang mengincar suamiku?." tanya Rara sengaja, membuat senyum Ines memudar dan menatap tajam ke arahnya.Kedua wanita itu saling menatap dingin, membuat Revan menjadi salah tingkah."Hmmm...sayang ayo kita pergi." ajak Revan pada istrinya. Namun Rara masih enggan beranjak.Rara melihat Ines yang melangkah mendekatinya, wanita itu tersenyum sinis dan berbisik didekat telinganya."Suamimu itu, pernah menghabiskan malam panas denganku.""Dia sangat hebat diranjang, hmmm aku sangat menikmati permainannya." kata Ines sedikit mendesah mencoba mempengaruhi Rara."Apa dia pernah bercerita?." tanya Ines sambil tertawa.Tangan Rara mengepal, dia sudah mengira bahwa wanita seperti Ines pasti akan mengatakan hal seperti itu.Ines sedikit menjauh dari tubuh Rara setelah berbisik. Dia menatap puas pada wajah Rara. Dia berharap Rara marah dan mempermalukan dirinya sendiri.Namun Rara justru tersenyum menatap Ines, membuat wanita itu heran. Rara lalu mendekati Ines dan berbisik
Rara mendengar suara seseorang memencet kode keamanan pada pintu apartemen, tak lama pintu pun terbuka dan Revan terlihat masuk."Sayang, kamu belum tidur?." Revan menatap Rara yang masih duduk di sofa sambil menonton tivi."Hmmm...aku belum bisa tidur." jawab Rara sambil berdiri dan menghampiri Revan. Diambilnya tas kerja Revan dari tangannya."Apa kamu sengaja menungguku?" tanya Revan dengan berbinar, dikecupnya pipi Rara dengan mesra. Rara hanya tersenyum samar, tapi tak menolak ciuman Revan dipipinya."Kamu sudah makan?" tanya Rara mengalihkan perhatian."Belum? Kamu?"Rara menggeleng, dilepasnya dasi Revan dari kerah kemejanya."Kamu mandi aja dulu, aku panasin makanan." kata Rara sambil berlalu, dia hendak menyimpan tas kerja Revan juga dasinya.Revan terdiam, merasakan sesuatu yang berbeda dari istrinya. Rara terlihat agak murung malam ini."Sayang, apa terjadi sesuatu?" tanya Revan sambil menyusul langkah Rara.Rara berhenti, ditatapnya Revan dengan sorot mata datar."Kamu man
"Sya, ini istri saya, Kinara." kata Revan memperkenalkan Rara. Rara tertegun mendengar Revan menyebut nama sekretarisnya.Marsya tersenyum, matanya bergantian menatap Rara dan Revan."Selamat pagi, bu Kinara, saya Marsya sekretaris pak Revan." kata Marsya sambil mengulurkan tangan. Kinara menyambutnya."Selamat pagi." Rara mengulum senyumnya yang paling cantik. Rara menatap lekat manik mata wanita itu, dan menangkap kegelisahan disana.Marsya melepas tangannya dengan salah tingkah. Beberapa kali Rara melihat wanita itu mencuri pandang ke arah suaminya."Saya haus, boleh saya minta air?" pinta Rara. Marsya terkejut lalu memandang Revan."Bawakan istri saya jus jeruk dan air mineral ya, juga camilan. Biar istri saya gak bosen nemenin saya di kantor." kata Revan sambil menatap Marsya. Rara memperhatikan interaksi mereka. Dari sudut Revan, Rara melihat suaminya bersikap biasa saja. Namun dari sudut Marsya, Rara melihat wanita itu sedikit keberatan."Ba...baik, Pak." terdengar suara gugup
"Van, kamar sebelah aku pake buat kerja ya?,""Barang-barangku besok datang, tadi ekspedisi yang kirim telpon." kata Rara sambil mengoleskan lotion ditangannya."Perlu kita renovasi gak kamar sebelah?." tanya Revan."Gak usah. Gitu aja.""Aku cuma bawa dikit, yang penting-penting aja. Nanti lukisanku yang udah ready, langsung aku taruh di galeri." kata Rara.Revan memeluk tubuh Rara dari belakang ketika dilihatnya Rara sudah selesai mengoles lotion di tubuhnya. Rara meletakkan botol lotionnya diatas meja."Sayang, kamu kalo lagi dapet tanggal berapa?." tanya Revan sambil mengendus leher dan pipi Rara.Rara merasa geli dengan tingkah suaminya."Hmmm, kalo tanggalnya suka maju sih, Van. Kenapa?" tanya Rara."Kamu catetin gak?." tanya Revan."Catet sih, di aplikasi hape aku." jawab Rara sambil meraih ponselnya yang ada di ranjang.Rara lalu membuka aplikasi khusus wanita yang gunanya untuk mencatat periode bulanannya.Rara terhenyak. Kalau berdasarkan aplikasi itu seharusnya kemarin dia
Revan membuka pintu apartemennya dengan sedikit kesusahan, karena kedua tangannya penuh dengan barang belanjaan."Van, beli apa aja, banyak banget!." tanya Rara terkejut melihat Revan membawa beberapa tas belanja.Revan menaruh barang belanjaannya di sofa, dia menyempatkan mencium pipi Rara.Ini test pack dan susu hamil, yang ini camilan buat kamu." kata Revan bangga.Rara mengernyitkan keningnya, dia membuka tas belajaan dari apotek yang tampak penuh. Matanya membola saat melihat dua kotak susu ibu hamil dan segambreng alat tes kehamilan."Ya ampun, Revan!. Banyak banget belinya!." kata Rara sambil melihat gemas pada suaminya."Gak papa sayang, aku tadi bingung mau pilih yang mana!." jawab Revan sambil meringis.Rara geleng-geleng mendengar jawaban Revan."Terus ini susu buat apa?." tanya Rara sambil menatap suaminya."Biar langsung bisa minum begitu besok positif hehee..."Revan mendekat dan berlutut sehingga wajahnya ada didepan perut Rara."Papa yakin dedek sudah ada disini." kata