Share

BAB 8

Revan sedang berbicara dengan seorang wanita di proyeknya, Rara yang duduk tak jauh dari tempat mereka berdiri memperhatikan dengan seksama.

Rara sedikit kesal melihat klien wanita disamping Revan itu terus melihat dan memperhatikan suaminya.

Rara tahu tatapan wanita itu bukan tatapan yang biasa, tapi tatapan suka dan memuja. Padahal Revan tadi sudah memperkenalkan Rara sebagai istrinya pada wanita itu, tapi ternyata tak membuat wanita itu menjaga matanya.

"Dasar wanita genit." Rara mengomel sendiri, dia menyesap jus jeruk yang ada didepannya.

Revan memang laki-laki yang tampan, bahkan ketampanannya diatas rata-rata. Tubuhnya yang tinggi dan atletis dengan berat badan yang ideal membuatnya semakin rupawan.

Revan sesekali terlihat menoleh ke arah Rara, saat mata mereka bertemu, senyum mereka saling mengembang. Rara menyukai interaksi kecilnya dengan Revan.

Dulu ketika bersama dengan Nathan, entah mengapa Rara tidak pernah mendapati hal-hal kecil yang manis seperti ini.

"Baiklah kalau begitu, nanti staff saya akan mengirimkan revisi sesuai dengan kesepakatan kita." kata Revan yang masih berbicara dengan klien wanitanya, mereka tampak berjalan kembali ke arah meja dimana Rara duduk.

"Terima kasih ya pak Revan, saya senang sekali perusahaan Bapak mau bekerja sama dengan perusahaan saya, saya yakin investasi kita pasti akan berhasil ditempat ini." kata wanita itu.

"Pak Revan sudah makan siang? Bagaimana kalo kita makan siang bersama, ada restoran yang sangat spesial didekat sini." ajak wanita itu karena masih ingin bersama dengan Revan lebih lama, dia bahkan tidak melihat ke arah Rara sama sekali.

"Oh, maaf. Saya sudah ada rencana dengan istri saya" kata Revan menolak.

Revan menyentuh tangan Rara memberikan kode agar istrinya itu berdiri.

Wanita itu menatap Rara, dia tersenyum tapi terpaksa.

"Saya tidak menyangka loh, beberapa hari yang lalu kita bertemu, pak Revan masih singgle."

"Sekarang, tau-tau sudah menikah aja." kata wanita itu, gaya bahasanya tidak lagi formal, membuat Revan tak suka.

"Baiklah, saya rasa pekerjaan kita sudah selesai, untuk selanjutnya staff saya yang akan melanjutkan."

"Saya akan memantaunya dari Jakarta." kata Revan tanpa merespon ucapan wanita itu.

Wanita itu mengangguk, tapi wajahnya terlihat masam karena Revan tidak menanggapi perkataannya.

Revan kemudian menggandeng tangan Rara dan melenggang pergi setelah berpamitan.

Wanita itu menghentakkan kakinya kesal, padahal dia sudah susah payah mencari cara agar perusahaannya bisa bekerja sama dengan perusahaan Revan. Dia sudah senang ketika mendengar Revan sendiri yang akan datang melihat proyek, dan dia berharap bisa mendekati Revan melalui kerja sama mereka, tapi ternyata semuanya malah zonk. Revan sudah menikah.

***

"Klien kamu tadi genit banget ya, Van." kata Rara ketika mereka sudah didalam mobil.

"Sayang, cemburu?." tanya Revan sambil tersenyum.

"Gak suka aja sih lihatnya." kata Rara ketus.

Revan tertawa mendengar ucapan Rara. Diremasnya jemari Rara dengan satu tangannya yang tidak sibuk menyetir.

"Makanya aku bawa kamu ke proyek tadi, karena itu klien memang suka curi-curi kesempatan." kata Revan.

Rara menoleh.

"Itu Klien yang kamu temui kemarin malam?." tanya Rara.

Revan mengangguk.

"Apa semua klien wanita kamu seperti itu, Van?." tanya Rara lagi.

"Hmmm...gak semua sih Ra, biasanya yang udah oma-oma enggak begitu." kata Revan sambil melirik Rara.

"Ihsss..." Rara meninju lengan Revan membuat laki-laki itu tertawa.

"Ternyata nikah sama sahabat sendiri itu kayak gini ya, Ra." kata Revan tiba-tiba.

Rara mengernyitkan keningnya.

"Seru..asik...bisa manis, bisa romantis, bisa gemesin..." kata Revan.

"Panas di ranjang, seru di obrolan." lanjutnya sambil mencubit pipi Rara dengan gemas.

Rara tersipu mendengar ucapan Revan. Tapi Revan benar, Rara merasa lebih lepas dan bisa menjadi dirinya sendiri ketika bersama dengan Revan. Mereka akrab seperti teman, tapi sangat panas ketika urusan ranjang.

"Ra, bulan madu yuk!." ajak Revan.

"Hmmm...mau ga yaaa..." Rara pura-pura ragu.

"Eh, udah pinter becandain suami sendiri sekarang ya." kata Revan sambil mengelitik pinggang Rara, membuat Rara tertawa geli.

Mobil mereka sudah sampai di tujuan sekarang.

"Sini, sayang." Revan menarik tubuh Rara dan membawanya ke pangkuannya.

"Van, ini di mobil loh!." kata Rara mengingatkan.

"Cuma duduk aja, gak keliatan kok dari luar, kaca mobilku gelap" kata Revan.

Rara akhirnya menurut.

Revan mengelus lembut pipi Rara, merapikan anak rambutnya dan membingkai wajah wanita itu.

"I love you, Kinara." kata Revan lembut lalu mencumbu bibir Rara.

Mereka berciuman cukup lama sampai akhirnya berhenti karena nafas yang hampir habis.

"Kamu mau bulan madu ke mana, sayang?." tanya Revan sambil memeluk pinggang Rara, sedangkan tangan Rara melingkari leher Revan.

"Hmmmm, gimana kalau ke Bali?." usul Rara.

"Boleh, kamu suka Bali?." tanya Revan.

Rara mengangguk.

"Tapi, apa kamu gak sibuk, Van? Kerjaan kamu gimana?." tanya Rara.

"Bisa diatur sayang, kan lagi cuti menikah."

"Karyawan aku aja bisa cuti habis menikah, masa bosnya gak bisa!." kata Revan membuat Rara tertawa.

Revan sangat candu sekali mendengar suara tawanya.

"Seminggu aja ya, Van." kata Rara.

"Kenapa? Kita bisa kok lebih lama disana, sebulan juga boleh." kata Revan.

Rara mendelik mendengarnya, suaminya pasti modus lagi.

"Aku ada jadwal pameran bulan depan, aku belum bikin apa-apa buat galeri aku." kata Rara.

Revan baru ingat, istrinya ini adalah seorang pelukis, dari kecil memang bakat Rara adalah menggambar dan memainkan warna, jadi tidak heran sekarang dia menjadi pelukis.

"Oh ya, sayang, di Jakarta nanti, kamu mau tinggal di apartemen atau di rumah seperti rumah papa mama?." tanya Revan teringat.

"Hmmm, kita tinggal sendiri?" tanya Rara.

"Iya, kita tinggal sendiri aja ya, biar kita lebih ada privasi" jawab Revan.

Rara mengangguk, memang lebih baik tinggal dirumah sendiri ketika mereka sudah menikah.

"Hmmm, kalau rumah aja gimana, biar aku bisa bikin kebun bunga" kata Rara kemudian.

"Oke, Nyonya."

"Perintah Nyonya akan segera saya laksanakan" kata Revan sambil menempelkan tangannya ke kening membuat Rara tertawa.

Mereka akhirnya turun dari mobil sambil bergandengan tangan, wajah mereka berseri-seri tampak sangat bahagia.

Sayangnya senyum kebahagiaan mereka memudar ketika melihat sosok seseorang yang sedang menatap tajam ke arah mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status