"Ra, kita gak usah nunda punya anak ya." kata Revan sambil mengusap lembut perut rata Rara.
Rara membuka matanya, kantuknya seketika hilang. Dia sedikit terkejut mendengar ucapan Revan."Kamu udah siap, Van?." tanya Rara serius. Dia tak menyangka Revan akan membahasnya diawal pernikahan mereka.Rara pikir karena mereka adalah pengantin baru, Revan ingin menikmati dulu kebersamaan mereka hingga beberapa bulan kedepan, baru akan berpikir punya anak.Karena setau Rara, Bastian dan Fina seperti itu, mereka sengaja menunda memiliki anak karena masih ingin berduaan."Siap lahir batin, sayang." kata Revan.Rara membalik tubuhnya sehingga dia dan Revan saling berhadapan. Rara menatap lekat manik mata suaminya itu."Beneran kamu siap?." tanya Rara memastikan.Revan mengangguk."Biasanya kan laki-laki masih pingin begituan lebih lama, Van. Apalagi kita pengantin baru." kata Rara masih belum percaya.Revan tertawa mendengar ucapan Rara, istrinya itu sungguh pintar membuatnya merasa gemas.Revan membelai lembut pipi Rara dan mengusap bibir merahnya yang menggoda."Aku pingin punya anak dari kamu, Ra." kata Revan lembut.Sebenarnya bukan tanpa alasan Revan ingin segera menghamili Rara, dia merasa jika Rara mengandung dan melahirkan anaknya, Revan bisa mengikat Rara selamanya."Kamu mau kan mengandung anakku?." tanya Revan. Rara tertawa, merasa lucu dengan pertanyaan suaminya."Ya, maulah, Van. Kalau enggak, mana mau aku dimasuki bolak balik." cicit Rara.Revan tertawa mendengar jawaban Rara. Revan baru tahu jika Rara sangat ceplas ceplos ketika berbicara."Istriku ini gemesin banget sihhhh." Revan mencubit pipi Rara gemas."Aduhh...sakit, Van." protes Rara sambil menjauh.Dia beranjak dari tempat tidur karena merasa ingin berkemih."Kemana, Ra?." tanya Revan."Mau pipis, ikut?." tanya Rara menantang, tapi niatnya hanya bercanda."Mau, yukkk..." balas Revan semangat, sedangkan Rara malah bengong.Rara menggeleng melihat kelakuan suaminya sendiri, dia mengambil bantal dan menimpuk Revan."Mesum terus pikirannya." kata Rara kemudian kabur.Revan tertawa, dia hendak menyusul Rara tapi langkahnya berhenti ketika melihat ponselnya bergetar. Revan melihat sekilas, dia terkejut saat melihat siapa yang menelponnya."Mela?." desis Revan kesal.Revan segera mematikan pangggilan telpon dari nomor Mela dan memblokir nomor wanita itu. Biarlah wanita itu marah, yang penting bukan Rara yang marah, pikir Revan.Revan lalu membuka aplikasi chat berwarna hijau miliknya, karena melihat ada banyak notifikasi disana.Revan menatap tak percaya, banyak chat masuk di aplikasi hijau itu berasal dari nomor para wanita yang pernah dekat dengannya."Sial!." umpat Revan sambil menyugar rambutnya.Kenapa mereka semua tiba-tiba mengirim chat padanya, tanya Revan dalam hati.Revan kemudian mencoba membuka salah satu chat yang paling atas.'Van, loe udah nikah?.' dibarengi dengan foto pernikahannya dan Rara.'Van, tega banget loe!.' isi chat yang lain lagi, tetap mencantumkan fotonya dengan Rara.'Van, kita perlu bicara!.''Van, apa nih maksudnya?.''Gue patah hati, Van.' Revan berdecih membaca pesan-pesan itu.Revan kemudian memilih menghapus pesan-pesan yang lain tanpa menjawabnya, dia juga memblokir nomor-nomor mereka.Revan lalu mengganti foto profil di aplikasi chat itu dengan fotonya dan foto Rara. Revan tersenyum melihatnya.Rara terheran-heran ketika keluar dari kamar mandi dan mendapati Revan yang senyum-senyum sambil melihat ponsel."Van, kamu ngapain?." tanya Rara. Revan mendongak."Aku ganti foto profilku pake foto kita." kata Revan terdengar bucin.Rara terhenyak, dia bahkan belum sampai memikirkan hal itu.Rara mendekati Revan dan ikut melihat ponselnya, dilihatnya bukan hanya foto profil lelaki itu yang berganti, tapi juga wallpaper ponselnya sudah menampilkan wajah mereka.Rara sedikit tersipu, tak bisa dipungkiri hatinya merasa senang.Rara kemudian mengambil ponselnya dan melakukan hal yang sama dengan suaminya."Sayang, hari ini aku mau ke proyek, ikut yuk!.""Nanti, pulangnya kita jalan-jalan." ajak Revan pada Rara."Bener gak papa aku ikut? Nanti aku malah ganggu." kata Rara."Enggak dong, malah semangat akunya." kata Revan menggombal. Rara tertawa."Ya, udah. Aku mandi dulu kalo gitu." kata Rara."Mandi bareng, sayang." ajak Revan."Beneran mandinya, jangan plus-plus!." kata Rara sambil menyipitkan matanya.Revan tertawa dan mendorong istrinya masuk ke kamar mandi.Tentu saja acara mandi plus-plus pun terjadi, bagaimana mungkin seorang Revan bisa tahan melihat tubuh polos istrinya didepan mata."Sepertinya wanita ini putus asa, Bastian. Hingga dia memerlukan pertolonganmu untuk menghamilinya!.""Dan dia melakukannya agar bisa menekanku untuk bertanggung jawab padanya!." Revan melihat Bastian yang tengah menatap tajam pada Marsya. Rahang laki-laki itu mengeras karena marah pada wanita didepannya."Apa itu benar, Sya!. Kamu memperalatku?." tanya Bastian, sedangkan Marsya menggeleng lemah."Katakan, Sya!. Apa benar Bastian adalah ayah bayimu?." tantang Revan."Bukankah kamu tidak ingin hamil dan melahirkan tanpa seorang suami?.""Aku tidak mungkin bertanggung jawab, karena aku tidak menghamilimu!.""Jadi, sekarang Bastian adalah satu-satunya kesempatanmu, Sya!.""Ayah kandung anakmu ada didepanmu, apa kamu tidak mau menyuruhnya bertanggung jawab?." Sindir Revan.Marsya terdiam, air matanya masih mengalir membasahi pipinya. Dia tidak menyangka kalau jebakannya pada Revan tidak berhasil. Dia tidak pernah tahu kalau laki-laki itu memutus jalur spe*manya."Bas...aku..." Marsya tida
"Lepas, Van!. Sakitt!." Marsya menarik tangan Revan yang tengah mencengkram rahangnya.Revan melepaskan wajah Marsya dengan kasar membuat wanita itu terhuyung dan nyaris terjatuh."Revan!. Kau bisa mencelakai anak kita!." protes Marsya dengan suara yang sedikit keras. Dia berani membentak Revan karena percaya diri kalau anak yang tengah dikandungnya adalah milik Revan."Anakku?. Benarkah?." ejek Revan sambil memindai Marsya dari atas sampai bawah."Marsya...Marsya...aku tidak percaya ternyata aku membesarkan ular selama ini!." kata Revan sambil mengambil minuman dari meja bar dan meneguknya.Marsya yang mendengar ejekan Revan hanya mengernyitkan keningnya."Kupikir selama ini kamu adalah wanita yang polos, Sya!. Dan aku sangat merasa bersalah karenanya!.""Bersalah karena sudah meniduri wanita polos dan lugu sepertimu..." Revan duduk di meja bar sambil menggoyang gelasnya, matanya memperhatikan Marsya yang masih berdiri ditempatnya."Ternyata aku salah, kamu ternyata adalah seorang pe
Rara akhirnya sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, dengan catatan dia harus beristirahat total di rumah.Sepulang dari rumah sakit, Revan segera membawa Rara ke rumah baru mereka yang terletak di kawasan perumahan elit tengah kota."Van, aku bisa jalan sendiri!." protes Rara ketika Revan menggendongnya saat turun dari mobil."Dokter bilang kamu gak boleh banyak bergerak dulu, sayang!.""Itu artinya kamu harus digendong!." kata Revan lembut.Rara mencebikkan bibirnya, mau tak mau dia mengalungkan tangannya ke leher suaminya."Bawa barang-barang kami ke atas ya, bik!." kata Revan pada wanita paruh baya yang merupakan asisten rumah tangga."Baik, den!." jawabnya.Revan lalu membawa Rara ke lantai atas, ke kamar mereka. Rara memperhatikan sekeliling rumah itu, namun tidak semuanya bisa dia lihat."Sekarang istirahat dulu ya, besok aku akan membawamu melihat-lihat rumah kita!." kata Revan lembut ketika memperhatikan Rara mengedarkan pandangannya.Rara hanya terdiam, dia tidak menjawab u
"Aku mendengar kamu tidak jadi menikah. Dan itu kabar baik buatku."Rara melihat mata Revan yang menatapnya lebih dalam, seolah sedang menyelami perasaan Rara."Aku tergila-gila padamu, Ra!. Perasaanku tidak pernah bisa hilang sejak kita masih kecil!.""Jadi, ketika kamu putus dengan tunanganmu, aku berusaha mencari cara untuk mendekatimu!.""Aku mulai meninggalkan semua kehidupan malamku, termasuk Marsya.""Aku berhenti ke club, aku berhenti mencari wanita-wanita diluar sana, dan aku berhenti menemui Marsya.""Kami hanya bertemu di kantor!."Rara berusaha merangkai penjelasan Revan. Itu artinya sudah cukup lama Revan dan Marsya tidak bertemu."Kapan terakhir kali kamu menemui Marsya secara pribadi?. Apakah di apartemennya?." tanya Rara karna mengingat jas Revan yang tertinggal disana.Suami Rara itu terlihat menghembuskan nafas panjang."Sebulan sebelum aku bertemu denganmu, itu terakhir kali aku menemuinya di apartemennya." jawab Revan."Tapi kami hanya bicara, kami tidak melakukan
"Marsya mengaku dia hamil anak Revan,." kata Revan membuat kedua orang tuanya terkejut."Revan yakin, Marsya menyuruh ibunya untuk meneror Rara. Wanita itu sengaja mendatangi Rara dan mengatakan kehamilan anaknya!." kata Revan terlihat marah."Revan, tunggu...apa maksud kamu?. Sekretaris kamu hamil, apa itu anakmu?." tanya papanya tak percaya."Enggak pa, itu bukan anak Revan!." sanggah Revan cepat."Kamu yakin?." tanya papanya lagi. Tentu saja dia ikut merasa cemas.Mama Revan tampak sedih dan meneteskan air mata. Dia bisa membayangkan bagaimana perasaan Rara."Revan yakin, Pa. Revan bahkan menantang Marsya untuk tes DNa, tapi dia tidak mau.""Dia ingin Revan menikahi dia, setelah dia melahirkan baru dia bersedia tes DNa...""Tapi, Revan yakin kalau itu hanya akal-akalan Marsya saja, Pa!.""Dia mau menjebak Revan." kata Revan panjang lebar.Papa Revan membetulkan letak kacamatanya. Dengan bijaksana dia bertanya pada Revan."Jika dia anak kamu, bagaimana?.""Kamu berani bertindak, kam
Revan memarkir mobilnya dengan sembarangan ketika sudah sampai didepan rumah sakit, dia bahkan meninggalkan mobilnya masih lengkap dengan kuncinya. Dia langsung turun dan segera berlari kedalam rumah sakit, meninggalkan mobilnya dengan pintu yang terbuka."Dimana pasien atas nama Kinara Larasati?." tanya Revan dengan terburu-buru, nafasnya memburu karena dia berlari sejak tadi."Nyonya Kinara ada di ruang observasi ibu hamil, disebelah sana!." petugas front office memberikan arah pada Revan. Revan segera berlari, jantungnya berdegup sangat kencang, ada ketakutan menyergapnya.Seseorang menelpon Revan ketika dia sedang meeting, mengabarkan bahwa Rara terjatuh di supermarket dan sedang dibawa oleh ambulance ke rumah sakit. Revan seketika menghentikan rapatnya dan menuju ke rumah sakit.Ruang Observasi Ibu Hamil. Revan membaca papan petunjuk didepan pintu, Revan segera masuk dan melihat seorang perawat."Pasien atas nama Kinara Larasati, apakah istri saya ada disini?." tanyanya dengan ce