🌸🌸🌸🌸Mas Danu sedang dilatih berjalan oleh bapak di halaman depan, tadi bapak sudah membuatkan tongkat untuk Mas Danu. Aku sedang memakaikan baju Kia, sore ini aku merasa sangat bahagia.“Ibu ini kenapa sekarang setuju hubungan Mbak Ita sama Mas Danu?” ucap Wira. Ibu dan Wira memang masih di dapur. Tadi mereka membantuku mengisi bak mandi.“Sudah jodohnya Mbaku Wir. Ibu tidak mau jadi orang tua jahat yang tidak mau mengerti perasaan anaknya. Mungkin dulu Ibu tidak setuju, tapi setelah tahu semuanya begini dan nasihat-nasihat bapakmu membuat Ibu sadar bahwa selama ini Ibu salah,” jawab ibu.Aku jadi ingat dulu sewaktu meminta restu orang tua. Ibu dan Wira adalah orang-orang yang paling menentang hubunganku dengan Mas Danu. Kata mereka asal-usulnya tidak jelas maka dari itu apa pun yang aku alami tidak pernah sedikit pun mengeluh pada keluarga. Aku takut disuruh pergi meninggalkan Mas Danu oleh mereka. Syukur sekarang ini ibu sudah ikhlas dan merestui hubungan kami.“Aku tetap tida
Sepeninggal ibu mertuaku Wira marah-marah padaku dan terus saja mengomporiku untuk meninggalkan Mas Danu. Aku tahu adikku peduli dan sayang padaku, tapi bukan berarti aku harus meninggalkan Mas Danu.“Wira, Pelankan suaramu. Enggak enak didengar tetangga!” tegur ibu.Wira marah dan seperti biasa dia akan pergi keluar entah ke mana. Adikku itu memang sangat care pada keluarga, tapi sifat temperamentalnya terkadang membuatku jengah.“Gelap banget Mbak, baru juga Maghrib lampu sudah dipadamkan,” gerutu Wira.“Pakai lilin kan, ada. Tadi Ibu sudah beli satu pack,” sahut ibu.“Hari gini masih pakai lilin, semiskin-miskinnya kita enggak pernah kita gelap-gelapan begini,” ujar Wira lagi, kali ini sambil melirikku dan juga Mas Danu.“Besok pasang listrik sendiri aja, Mbak. Susah bener hidup sekali juga.”“Insya Allah. Do’akan saja kami banyak rezeki ya, biar bisa pasang sendiri,” ucap Mas Danu.“Aamiin ....” Aku mengaminkan ucapan Mas Danu begitu pula bapak dan ibu.“Kerja selama ini ke mana
Setelah selesai aku segera pergi ke rumah Wak Tono, di sanalah tempat setor Jimpitannya. Wak Tono ini kakak tertuanya ibu mertuaku maka dari itu semua urusan yang menyangkut keluarga besar beliaulah yang diberi kepercayaan untuk mengembannya.Sampai di sana sudah rame, ada Mbak Asih dan suaminya. Mereka melihatku langsung membuang muka, padahal aku belum sempat menyapa mereka.Tibalah giliranku dipanggil. Aku sedikit gemetaran dan juga takut untuk menemui Wak Tono karena aku hari ini tidak setor dan memutuskan untuk tidak ikut jimpitan lagi.“Baiklah, Danu Pratomo bulan lalu nunggak jadi setorannya Rp.500.000 sudah sama bunganya,” ucap Wak Toni sambil menunjukkan buku catatan.“Ck, itulah yang bikin jimpitan kita enggak maju-maju nunggak-nunggak gitu bayarnya,” cicit Mbak Asih di belakangku diiyakan keluarga yang lain.“Em ... begini Wak, aku mewakili Mas Danu ingin mengambil uang jimpitan kami yang 35% dan juga untuk menyampaikan bahwa kami tidak melanjutkan lagi jimpitan keluarga. K
#Sebelumnya terima kasih banyak semuanya atas apresiasinya 🙏😘. Maaf kalau diksinya sederhana memang aku mengambil tema-tema harian yang memakai bahasa sederhana.Happy reading everyone ❤️ Bantu follow akunku, subs semua cerbungku ....🌸🌸🌸Di rumah masih ada stok beras dan juga sarden masih cukup untuk makan dua hari, tapi uang sudah semakin menipis tidak akan cukup apa lagi Mas Danu sakit.Kulihat di pematang sawah ada kangkung yang tumbuh subur, tapi tidak diambil oleh yang punya mungkin jika aku beli sedikit saja boleh, lumayan untuk lauk besok.“Permisi, Bulek. Apa boleh aku beli kangkung itu lima ribu rupiah saja?” tanyaku pada ibu-ibu yang sedang menyiangi rumput di antara sela-sela tanaman padinya.“Boleh, Nak. Ambil saja enggak usah beli. Itu banyak banget enggak ada yang mau sudah Bulek tawar-tawarin ke orang,” jawabnya ramah.“Benarkah? Alhamdulillah,” ucapku senang.“Iya, Nak. Ambil saja yang muda-muda itu kamu bawa pulang dijual juga boleh. Dulu Bulek rajin ngambil dan
“Boleh, tentu saja boleh. Besok tiga hari lagi ke sini pasti itu sudah tunas lagi.”“Alhamdulillah, Bulek terima kasih banyak, ya,” ucapku penuh haru. Beliau hanya mengangguk saja dan mengelus-elus bahuku.Di pertigaan jalan perbatasan jalan kami berpisah. Bulek Minah masih metapku hingga aku belok ke arah jalan rumahku. Alhamdulillah meski aku sangat lelah, tapi aku senang semoga saja habis dan berkah jadi cukup untuk kebutuhan kami.“Kamu bawa apa, Dik?” tanya Mas Danu heran rupanya dia sudah pulang.“Kangkung, Mas. Besok aku mau jualan kangkung. Ini tadi aku dapat ngambil dari sawah Bulek Minah, orangnya baik sekali,” jawabku sumringah.Mas Danu tidak menanggapi celotehanku, dia langsung masuk ke dalam. Aku yang bingung langsung memasukkan sepeda dari pintu belakang. Lalu memasak air hangat untuk mandi Kia.“Mas ... apa kamu marah padaku?” Kuhampiri suamiku. Mas Danu hanya menggeleng.“Mas, bukan marah, tapi merasa sangat malu. Kamu berjuang sendiri sampai nekat mau jual kangkung m
#Bantu follow akunku ya, Guys ....🌸🌸🌸Dinginnya udara pagi tidak menyurutkanku untuk mengais rezeki. Setelah salat subuh tadi aku langsung bergegas menggowes sepedaku menuju pasar yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Dengan tekat kuat kuniatkan mencari rezeki membantu suami Alhamdulillah di perjalanan lancar.Sampai pasar sudah ramai aku segera menggelar daganganku berjejer dengan para penjual lain. Mereka bilang kalau mau dagang harus datang jam 4 subuh jadi kalau baru menggelar dagangan sekarang aku kesiangan.Kutawarkan kangkung pada setiap pengunjung yang berlalu lalang di depan lapakku. Alhamdulillah satu per satu laku terakhir ada juragan yang memborong katanya untuk makan ikan di empangnya. Juragan itu juga memesan lagi besok aku diberi alamat untuk mengantarkan ke rumahnya.Pasar semakin ramai kepalaku pusing sekali sepertinya efek belum sarapan. Aku hanya minum air putih saja dari tadi. Alhamdulillah 100 ikat kangkung habis dalam waktu 3 jam. Aku beberes tempat dan be
“Tidak ada Mbak, sudah habis untuk beli kebutuhan dapur,” jawabku jujur.“Halah, bohong aja mana sini dompetmu!” Mbak Lili merebut paksa dompetku yang aku letakkan di dekat belanjaan. Uangku sisa Rp. 50.000 dan itu diambil semua oleh Mbak Lili.Mas Danu terlihat sangat marah dan geram atas perbuatan Mbaknya, tapi karena kakinya sakit dia tidak bisa berbuat banyak.“Demi apa pun aku tidak ikhlas uangku kamu ambil, Mbak,” kataku terisak.“Halah, lebai hanya uang segini saja enggak ikhlas! Apa kamu lupa selama ini menumpang hidup di mana?” jawabnya tanpa rasa bersalah sama sekali.“Kembalikan uang Ita, Mbak, atau aku tidak akan pernah lagi mau menganggap Mbak sebagai saudariku," teriak Mas Danu.“Ha-ha ... kamu itu lucu Danu. Orang miskin seperti kalian itu enggak anggap aku saudara pun tidak masalah. Masih banyak saudaraku yang lebih bermanfaat dan menguntungkan enggak seperti kalian! Ah, sudahlah aku sibuk.” Mbak Lili pulang dengan penuh kemenangan.“Itu uang belanjaku Mas, rencananya
“Mas Eko ....” tegurku. Ajaib wanita hamil bersama Mas Eko ini langsung pasang badan dan menatapku dari atas sampai bawah.“Eh ... em—anu kenalin, Ta, ini Desi," ucap Mas Eko memperkenalkan wanita yang bersamanya. Aku senyum saja, jujur meski Mbak Lili sangat jahat padaku, tapi aku tidak membenarkan tindakan Mas Eko yang menikah lagi tanpa sepengetahuan kami semua.“Desi ... kenalin ini Ita, Adik iparku,” kata Mas Eko lagi. Wanita bernama Desi itu tersenyum padaku dan menyalamiku.“Kamu jangan salah paham ya, Ta. Desi ini teman lamaku kami kebetulan bertemu ....” Astaghfirullah aku sudah su’uzhon pada Mas Eko ternyata mereka hanya teman lama.“Eh, iya, Mas ....”“Mantan pacar, lebih tepatnya aku mantan pacar Mas Eko, dan kami sengaja bertemu sedang proses menuju halal,” sahut Desi. Mereka berdua saling lempar pandangan Mas Eko seperti tidak suka dengan kejujuran Desi dan yang lebih mengagetkanku lagi ternyata Desi ini cukup berani.“Oh ... iya, Mbak Desi. Permisi ... aku mau belanja.”