Share

BAB 7. Sangkal putung.

“Aneh, orang tua kok begitu, seumur-umur aku baru tahu orang tua aneh ya, sekarang ini,” timpal Joko.

“Heh, ambil itu bingkisan dari Asih. Bukannya diambil malah dibiarkan saja,” titah ibu.

“Iya, Bu, terima kasih “ Kuambil bingkisan itu lalu kubawa masuk.

“Dik, kami langsung berangkat ya, kamu hati-hati di rumah, assalamualaikum.” Pamit suamiku. Aku raih tangannya penuh takzim kudoakan keselamatan dan kesembuhan untuknya.

Uang yang kumiliki sangat aku irit-irit makan seadanya jadilah yang penting tidak kelaparan. Sayur mayur di kebun ini sebenarnya cukup, tapi semua diakui milik ibu. Jadi mau tidak mau aku menanam sendiri di sekitar gubukku ini.

Kubuka bingkisan dari ibu tadi. Hatiku mencelos ini memberi makan untuk hewan apa manusia kenapa isinya begini? Nasi yang tercampur urapan dan kering tempe sudah agak basi. Dari pada aku sakit lebih baik aku berikan saja pada ayam tetangga.

Aku akan merebus daun singkong dan sambal orek saja untuk lauk malam ini.

“Ita ... sudah kaya kau rupan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status