ALWAYS dan Arvin telah berhasil mengantongi nama-nama para siswa, yang diduga menjadi calon tersangka atas kasus pencurian baru di sekolahnya. Kini, mereka berdua telah berada di ruang siaran untuk mengumumkan nama-nama tersebut, yang akan dikumpulkannya di ruang OSIS, guna untuk diselidiki lebih lanjut oleh pak Sany. Dengan senyum semringah yang terhias di wajahnya, Awes menatap kembali kertas itu yang ada di genggamannya.
"Wes, jangan senyam-senyum gitu. Ayo cepetan panggilin mereka satu-satu," titah Arvin yang merasa jengah melihat sahabatnya itu hanya berdiam diri di depan mikrofon, seraya tersenyum seorang diri.
Awes menyenggih. "Iya. Iya." Ia pun menyalakan mikrofon di depannya, lalu bersiap untuk memanggil nama-nama tersebut.
"Tunggu!" sahut seseorang tiba-tiba.
Keduanya tercengung. Lalu,
PADA pagi hari ini, suasana kelas XI 1PS 3 tampak begitu sepi, tak ada satu pun siswa berwara-wiri dan ke sana kemari. Itu karena semua penghuninya tengah memiliki jadwal di ruang laboratorium komputer yang berada di lantai tiga.Namun, tak lama kemudian, Wolf dengan mengenakan jaket andalannya, mengendap masuk ke dalam kelas yang tak berpenghuni tersebut. Langkahnya surut perlahan setelah menutup pintu kembali. Menuju ke kursi di belakang kelas.Di barisan kedua sayap kiri, di sanalah dirinya berada saat ini, tengah melirik ke arah arloji pada pergelangan tangannya. “Aman,” ucapnya kemudian.Wolf duduk di sana, dengan meletakkan sebuah tas ransel yang cukup bermerk di atas meja. “Waahh … tasnya saja sudah bermerk kayak gini. Pasti di dalamnya banyak barang yang mahal-mahal, nih.” Dari balik masker, Wolf tersenyum riang. Ia mengusap kedua tangannya yang bersarung tangan, sebelum mulai membuka satu persatu ris
KOMBESPOL Adam mengamati setiap sudut-sudut kelas yang terpasang kamera CCTV di depan koridor kelas XI IPS 3 yang tampak sepi. Beralih dari sana, kini manik matanya menangkap sebuah tempat sampah yang terletak tak jauh di depannya. Ia melangkahkan kedua kakinya menuju ke sana, untuk menilik ke dalamnya.Bisa saja si pelaku dengan sengaja membuang hasil curiannya itu ke dalam tempat sampah ini. Batin Adam, ketika sudah berada di depan tempat sampah itu. Segera, ia mengambil sarung tangan di saku seragam dan memakainya. Setelah itu, merogoh isi di dalam tempat sampah itu."Lapo
SIANG telah merangkak sore. Setelah terjadinya insiden tentang kasus pencurian yang dialami oleh Raja, pihak sekolah memilih untuk menghentikan kegiatan belajar mengajar. Kendati begitu, para penghuni sekolah tak ada yang diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing, guna untuk menjalani proses interogasi yang dilakukan oleh para personel Kepolisian.Namun, sore ini hilang semua rasa panik yang mendekap seluruh siswa SMU Pelangi, karena lantaran Polisi telah menetapkan salah satu tersangka yang berasal dari kelas XI IPA 1.Kini, para penghuni sekolah cukup dibuat tak percaya dengan seseorang yang saat ini tengah dirangkul dan dibawa keluar oleh Kapolresto Kombes Adam. Orang itu ialah Yoga yang saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus pencurian ini.Cowok jenius itu tampak tertunduk malu saat dirinya digiring keluar dari kelasnya oleh Adam. Pun, ia harus menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua
Dua hari sebelum penangkapanYoga fokus mencatat dengan bolpoin yang terselip di antara jari-jemarinya, sembari mendengarkan guru yang sedang menerangkan di depan kelas. Namun, diam-diam, dengan jari tangan kirinya yang bebas, Yoga juga menyelipkan sebuah bolpoin milik teman sebangkunya. Dengan sengaja membiarkan benda itu terjatuh ke lantai dan menginjaknya.Yoga tersenyum, kemudian menundukkan kepalanya untuk dibenamkan ke dalam tangan kiri yang sudah dilipatnya di atas meja. Ia menjulurkan tangan kanan dan dengan segera mengambil bolpoin yang terjatuh untuk disembunyikan di kolong laci mejanya. Dalam sekejap, bolpoin itu telah bersarang di laci mejanya yang sudah lebih dulu penuh dengan barang-barang curian.Beruntung, teman-teman sekelasnya yang merasa telah kehilangan alat tulis mereka, tak ada satu pun yang mencurigainya, apa
WOLF berada di suatu tempat yang luas dengan dominasi ruang serba putih. Di depannya, ada beberapa ranjang yang berjejer dan saling berhadapan. Pun, tercium aroma khas obat-obatan yang begitu menyengat berasal dari ruangan ini.Wolf duduk di dekat dinding, dengan jari jemari lentiknya menari indah di atas kertas. Apalagi jika bukan menulis sebuah pesan yang ditujukan untuk korbannya.Wolf tersenyum senang setelah mengakhiri tulisannya. Ia pun kembali membaca tulisan tersebut di dalam hati. Setelah itu, ia menyeringai dan berkata, “Aku tidak menyukaimu, Monyet!”Namun, tak lama kemudian, ponselnya berdering. Ia menoleh ke arah ponselnya yang terletak tak jauh dari kertasnya. Lagi-lagi, ia tersenyum senang saat mendapati sebuah panggilan masuk dari seseorang yang sangat dikenalinya.Buru-buru ia mengangkat panggilan tersebut. Hingga tak sadar dengan apa yang telah diucapkannya. “Halo, Nyet.”
"Ayah," panggil Happy lirih."Hmmm.""Apa yang … akan Ayah lakukan, jika seandainya ... Wolf itu aku?” tanyanya begitu berhati-hati saat mengucapkan setiap kalimatnya.Adam tercengung. Sungguh, perkataan putrinya itu sukses membuat jantungnya terasa berhenti, dan membuat tubuhnya membeku di tempat. Apa yang dibilang anak itu tadi? Apa itu sebuah pengakuan darinya? Batinnya. Namun, dengan cepat Adam menepis pikiran negatifnya itu. Ia pun memilih untuk menatap Happy yang juga tengah melakukan hal yang sama.Adam tersenyum manis ke arah Happy. “Ayah nggak akan melakukan apapun. Karena Ayah percaya, kalau putri cantik Ayah ini adalah gadis yang baik.”••••
GAYANDRA mengembuskan napas beratnya, setelah membaca surat yang diberikan Wolf untuk Bobi, dari balik meja kerjanya. Ia tertunduk pilu seraya memijit kening dengan kedua tangannya. Gejolak amarahnya pun meletup hingga membuat sesak di dada. Mau sampai kapan SMU Pelangi dirunding masalah besar seperti ini terus? Bisa-bisa masalah ini akan tercium juga oleh awak media, dan sudah pasti membuat reputasi sekolah ini menurun. Dan ... hal itu tak boleh sampai terjadi.Kini, Pak Gay menatap Arvin, Awes dan Bobi yang hanya bergeming, berdiri di hadapannya. Ya, setelah mendapat laporan ada keributan di kantin tadi, ia langsung memanggil ketiganya itu untuk datang ke ruangan ini.Pak Gay mendesah pelan. “Kalian, boleh keluar!” titahnya akhirnya, setelah cukup lama menatap ketiga muridnya itu.Arvin terpegun. “Ta-tapi, Pak. Bagaimana dengan kasus Wolf kali ini? Apa saya dan Awes harus mengadakan sidak untuk para siswa?”
RAJA terduduk di sofa lusuh, seraya menatap penuh tanya amplop berwarna cokelat yang saat ini ada di pangkuannya. Ada debaran yang tak wajar di dalam sana, saat akan membukanya. Sungguh, entah apa isi di dalam amplop yang tebal ini, hingga membuat keringat dinginnya merebak keluar.Raja tercengung, tangannya bergetar ketika menemukan sepucuk surat dan juga uang di dalam amplop tersebut. Uang yang jumlahnya tidaklah sedikit, sehingga berkali-kali netranya mengerjap tak percaya.Raja meletakkan uang tersebut di atas meja. Kemudian, tanpa buang waktu, ia membuka surat dan membacanya."Hai katak ....Kenapa kau bersembunyi? Kau tahu? Aku jadi sulit untuk menemukanmu. Tapi, bukan Wolf, jika aku tak bisa menemukan keberadaanmu saat ini.