Home / Young Adult / Walk On Memories / (3) Lawan Mereka ((?))

Share

(3) Lawan Mereka ((?))

Author: Bella
last update Huling Na-update: 2021-05-09 13:52:18

Kali ini Bella sedikit terlambat datang ke sekolah. Kelasnya sudah ramai, sudah banyak yang datang. 

Bella berjalan kearah mejanya, pandangannya sedikit menunduk, banyak pasang mata yang menatapnya terang-terangan.

Baru saja Bella mendudukkan diri, sudah ada gadis yang menghampirinya. Bella hanya menatapnya, menunggu gadis itu membuka suara. Jika tidak salah, namanya Tari.

"Hai, Bel! Baru dateng ya?" Ucap Tari sekadar basa-basi sesaat. Bella hanya mengangguk sekilas sambil tersenyum samar.

"Tau gak, Bel hari ini aku ulang tahun. Ih, aku seneng banget, Papa aku ngerayain di Do Eat & Café Resto. Kamu tahu, kan disana mahal banget, uang muka aja 6 juta, kamu nanti malem datang ya!" Bella hanya mengangguk lalu tersenyum samar.

"Eh, Bel rasanya jadi anak yatim piatu gimana sih?" awalnya Bella sedikit kaget mendengar pertanyaan seperti itu, kemudian ia hanya tersenyum saja.

"Ya kayak gini, Tari." Ucap Bella tersenyum tipis.

"Kamu pasti kesepian ya, Bel haha kasian banget. Oh iya, Bel kamu nanti datengnya pakai baju yang bagusan dikit ya. Bukan apa-apa, itu 'kan restoran yang mahal, aku gak mau kamu malu-maluin di acara ulang tahun aku!" Lagi-lagi Bella kembali mengangguk saja.

"Jangan lupa bawa hadiah ya! Eh, tapi 'kan kamu pasti ngasih hadiah harga 100 ribuan. Yaudah ini aku pinjemin uang buat kamu beliin aku hadiah!"

"Gak usah, Tari... aku masih punya uang kok..." Tari menilai Bella dari atas sampai ke bawah.

"Emang uang kamu berapa? Udah deh, ini pakai uang aku aja beli hadiahnya. Kamu tau 'kan itu restoran mewah, aku gak mau ya ulang tahun aku hancur gara-gara kamu! Sekalian beli dress buat kamu pakai nanti malam ya!" Bella hanya tersenyum, dirinya tetap tidak ingin menerima uang dari Tari.

"Uang tabungan aku ada kok, Tari..." Tari masih memindai Bella, berbohongkah atau tidak.

"Yaudah kalo gitu. Aku mau kado yang mahal ya, gak mau yang harga 100 ribuan!" Setelah itu Tari kembali ke mejanya.

Bella menghela nafasnya setelah Tari pergi, rasanya sangat susah mengambil nafas didekat Tari tadi. Bella mengambil buku di tasnya dan mulai tenggelam di dunianya selagi guru belum masuk ke kelas. 

Bella merasa seperti ada orang yang menatapnya. Pandangan gadis ini beralih, dan benar saja, Alfa sedang berdiri di samping mejanya. Bella hanya mentap Alfa, cowok ini masih diam.

"Ini kartu lo, dan ini ponsel kemarin! Thanks!" Setelah itu, anak-anak kelas sepertinya penasaran mengapa Alfa memberikan kartu ATM kepada Bella.

"Wah apa itu, Alfa?" Ucap Gerry memancing.

"Oh, ini gue ngembaliin Kartunya Bella!" Balas cowok ini santai. 

Gerry tertawa dan berkata, "Maksudnya ngembaliin?" 

Alfa tersenyum miring, menatap Bella sekilas, "Bella minjemin gue duit kemarin."

Gerry menatap Bella mengejek, "Wow, mengesankan! Bella pinjemin gue uang dong!"

"Hahaha! Bella gue juga mau minjem dong!" Ucap Sennie yang tidak tahu dari kapan sudah ada di samping Bella.

"Oh, pantesan gak mau minjem uang aku, Bella sekarang udah kaya. Udah minjemin uang ke Alfa, ini Alfa lo, Bel. Keluarganya punya ternak sapi terbesar di kota! Kamu punya apa? Hahaha cuma anak yatim piatu aja belagu!" Tari menimpali dari mejanya. 

Bella sekarang jadi bahan olok-olokan teman sekelasnya. Banyak yang menertawai kebodohannya.

"Haha ada-ada aja, mana masih muda!"

"Malu-maluin banget!"

"Benci banget gue sama tu cewek! Emang sok banget!"

Dika tertawa melihat pertunjukkan di kelasnya, "Makanya jangan songong lo!" Setelah mengatakan itu, Dika mendekat dan menjambak kasar rambut Bella.

Alfa tertawa menyeringai, "Emang sombong nih cewek! Belagu banget, lo dapet uang dari mana? Jadi pelacur om-om ya?"

Dika duduk di kursi samping Bella, "Mending kerja sama gue, gue bayar satu juta semalam, gimana?"

Sennie tertawa mengejek kearah Bella, "Murah banget, Dik!"

Dika merangkul bahu Bella, lelaki ini masih saja tertawa, "Dia aja murah, kenapa harus dibayar mahal?"

Satu kelas tertawa terpingkal-pingkal. Mereka sangat suka melihat pertunjukkan gratis, sangat menyenangkan dan menghibur.

Sennie kembali berkata, "Emang lo mau sama barang murah, Dik?"

Dika tertawa sarkas, "Bukan buat gue tapi, buat satpam di rumah gue!"

Gerry bertepuk tangan, "Sial, humor gue anjlok! Hahaha"

Andra yang sedari tadi diam tidak tahan untuk tidak mengejek, "Sekalian tukang kebun gue, duda lo, Bel!"

Revan tiba-tiba datang dan ikut memeriahkan suasana, "Kalo sama sopir, mau gak lo?"

Gerry tertawa ngakak, "Bangsat! HAHAHA."

Bella berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas. Hatinya sangat sakit, ingin membantah semua tuduhan itu tapi ia terlalu takut.

Bella berjalan memasuki lift dan menekan angka 8. Bella ingin menangis rasanya. Setelah sampai, Bella menaiki tangga sebentar sebelum sampai di rooftop sekolah.

Pemandangannya sangatlah indah dan sangat menenangkan. Disinilah Bella memangis menumpahkan semua kesedihannya.

Dari awal seharusnya ia tidak menerima beasiswa ini. Kesenjangan sosial amat sangat kentara. Ia hanyalah anak yatim piatu, tidak ada siapa-siapa.

Mengapa dunia sangat kejam? Setidaknya, datangkan kekayaan untuknya agar tidak ada yang merendahkannya seperti tadi. Tidak peduli seberapa pintar Bella, jika miskin orang-orang akan menghinanya.

Orang-orang akan berteman dengan orang kaya, bukan dengan orang miskin apa lagi anak yatim piatu seperti Bella.

Gadis ini menangis tersedu-sedu, air matanya tidak bisa berhenti, "Mama Papa, Bella kangen..."

"Hati Bella sakit banget... Bella gak gitu, Mama. Bella gak gitu, Papa. Bilangin sama mereka..."

"Mereka jahat..."

Seseorang berjalan mendekat kearah Bella, "Hei, kenapa lo nangis?"

Bella menatap orang itu, dengan cepat Bella menghapus air matanya. Bella hanya menggeleng dan beranjak pergi.

Cepat-cepat orang itu mencegatnya, "Nangis aja, jangan malu. Gue Daniel,"

Bella hanya menunduk, tidak berani berdekatan dengan Daniel yang notebene-nya lelaki yang Bella sukai.

Daniel yang melihat Bella menunduk itu pun membuka kembali suaranya, "Nama lo siapa? Gue pendengar yang baik, siapa tahu lo butuh teman buat cerita."

Bella menatap Daniel walau masih ada keraguan, "Aku Bella. Makasih, Daniel aku gak papa."

Daniel tersenyum sangat manis, "Kalo gitu kenapa nangis, Bella?"

"Gak mungkin cuma kelilipan, kan?" Lanjut Daniel sebelum Bella membuka suara.

Bella diam saja, Daniel tersenyum manis lagi. "Lo tahu, Bel. Saat sapi terluka karena dipukuli manusia, sapi itu pengen banget melawan tapi gak bisa karena sapi diiket dan gak bisa ngomong buat berhentiin manusia tadi."

Daniel memindai apakah ada perubahan dari raut wajah Bella. Tapi, tidak pandangan Bella tetap kosong dan datar. "Manusia punya kebebasan, manusia punya mulut buat melawan segala bentuk tindasan." 

Daniel diam sejenak, lelaki ini tersenyum samar saat Bella mulai merubah raut wajahnya. "Jangan diam aja saat orang lain nindas lo, Bel. Lo gak diiket kayak sapi, lo punya mulut dan bisa bicara,"  

Bella menatap Daniel, lelaki ini tersenyum lagi. Tangan Daniel mengelus rambut kepala Bella dan berkata, "Lawan mereka yang merundung lo, Bella!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Walk On Memories   (107) Hancur Sudah

    Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi

  • Walk On Memories   (106) Dunianya yang Gelap

    Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem

  • Walk On Memories   (105) Luka yang Dalam

    Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter

  • Walk On Memories   (104) Pencarian

    Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal

  • Walk On Memories   (103) Diculik

    Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,

  • Walk On Memories   (102) Milikku

    Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.

  • Walk On Memories   (101) Tahu Identitas Bella

    Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar

  • Walk On Memories   (100) Sudah Usai

    Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k

  • Walk On Memories   (99) Karya Wisata

    Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status