Sore harinya Jeremy pulang, dengan membawa beberapa obat penurun panas dan pereda nyeri untuk Rai. Meski sebenarnya ia tak ingin menyia-nyiakan uang untuk orang tak dikenal, tapi sisi kemanusiaaannya tak tega jika harus membiarkan Rai dalam keadaan sengsara.
Sesampainya di rumah, ia mulai berteriak,
"Bu ... Bu." Ia memastikan, jika ibunya ada di rumah."Masuklah, Jemz. Jangan berteriak seperti itu." Ibu Jeremy menasehati.
"Bu, di mana pria itu? Ia belum mati, kan?" canda Jeremy.
Plak.
"Aw ... sakit, Bu." Jeremy meringis, saat sebuah sapu mendarat di kepalanya.
"Jaga ucapanmu, Jemz. Kau tidak lihat, pria itu duduk di kursi tamu?!" Ibu Jeremy memelototi anaknya itu.
"Ups!" Jeremy menutup mulutnya, saat menoleh dan mendapati Rai yang tengah menatapnya sangar.
"Hei, Bro. Kau sudah bangun rupanya. Bagaimana perasaanmu? Apa kau masih bisa merasakan denyut jantungmu?" Jeremy masih saja bercanda, kemudiPlak!Tamparan keras mendarat di pipi Natalie, saat ia tengah berada di sebuah cafe sore ini."Perempuan laknat! Berani sekali kau mendekati suamiku! Kau pikir siapa dirimu! Beraninya kau menggoda suamiku!" Tak cukup puas, wanita itu kemudian memaki Natalie.Natalie hanya mengelus pipinya, sambil menyeringai ke arah wanita yang baru saja menamparnya."Kembalikan harta yang telah diberikan suamiku padamu!" Wanita itu kembali merendahkan Natalie."Hei, Nona! Apa kau sadar yang kau lakukan?" Natalie memandang wanita itu dengan sinis."Aku sangat sadar! Hei semuanya ... dengarlah! Wanita ini adalah pelakor! Dia suka merayu lelaki yang telah bersuami!" Wanita itu lalu berteriak, sembari menunjuk-nunjuk Natalie, membuat beberapa orang di dalam cafe menatap ke arah mereka.Natalie masih dengan santai menanggapinya, sesekali mencemooh wanita di hadapannya."Cih! Lihatlah wanita ini. Mengatakan wanita lain penggoda
"Natalie ... buka pintunya, Natalie!" Suara ketukan terus terdengar dari balik pintu.Sementara Natalie masih terlihat tenang, mendandani dirinya di depan cermin."Natalie ... apa kau dengar aku? Kumohon buka pintunya!" Suara itu terdengar memelas. Namun tak cukup membuat Natalie merasa iba, malah membuatnya jijik."Natalie ... please! Aku akan segera membawa Celine ke hadapanmu! Aku akan membuat dia berlutut meminta maaf padamu! Kumohon, buka pintunya!" Suara Rio terdengar serak."Cih! Merepotkan!" Natalie mencibir."Huh ... baiklah. Mari kita tes kemampuan aktingku!" Natalie berjalan menuju sebuah rak kosmetik. Ia mengambil eyeshadow, lalu mulai melukis wajahnya. Sentuhan terakhir, ia memakai tetes mata, supaya terlihat seperti orang menangis hingga mata membengkak.Tak lama kemudian, ia membuka pintu."Natalie ...." Terlihatlah wajah Rio yang cemas. "Kau baik-baik saja?" tanyanya kemudian."Rio ...." Tanpa segan, Natalie m
Hari ini Rio dan Natalie sedang berjalan-jalan di sebuah mall untuk berbelanja keperluan harian Natalie. Mulai hari ini ia akan tinggal di kediaman Rio dan Celine. Rio mengajaknya tinggal bersama usai keributan yang dilakukan Celine kemarin. Rio mengatakan bahwa itu adalah bentuk kompensasi, sekaligus hukuman untuk Celine."Mulai besok, Natalie akan tinggal di rumahku!" tegas Rio kemarin, di tengah-tengah tangisan Celine."Tidak! Kau tidak bisa melakukan itu, Rio!" Celine tak terima."Bukankah aku sudah memperingatkanmu! Jika kau menyakiti Natalie sekali lagi, kau akan menerima akibatnya. Seharusnya kau bersyukur, berkat Natalie kau tidak jadi kuceraikan," cerca Rio."Sudahlah, Rio. Celine tidak salah. Aku lah yang salah. Maafkan aku!" Seperti biasa, Natalie berpura-pura mengalah."Tidak, Natalie. Seharusnya aku mengenalmu lebih dulu, bukan wanita ini!" Rio menunjuk ke arah Celine yang masih tersungkur di lantai."Baiklah-baiklah! Tida
Natalie tiba di sebuah rumah yang terbilang mewah. Tanpa segan Natalie langsung masuk, karena pagar yang tak terkunci. Sampai di depan pintu, Natalie mulai menekan bel.Tak ada tanda-tanda tuan rumah akan membuka pintu, hingga Natalie mengulang perbuatannya untuk yang keempat kalinya.Tak lama kemudian, pintu terbuka. Natalie menangkap wajah tak asing di balik pintu."Kau!" Wanita itu mengarahkan telunjuknya pada Natalie, dengan suara yang penuh tekanan emosi.Natalie hanya tersenyum menghadapi wanita itu."Jangan bertanya. Bukankan Rio sudah memberitahumu untuk bersiap-siap menyambutku, Celine?" Natalie memanas-manasi Celine."Ini tidak akan lama, Natalie. Aku pastikan Rio akan melihat wajah aslimu!" Celine mengancam."Oh ... aku akan menunggu dengan senang hati, Celine. Karena melihat musuh hancur tanpa perlawanan sangat tidak seru!" tantang Natalie, lalu dengan sombong menabrak tubuh Celine."Awas kau, Nata
Natalie kecil masih diam, hanya terus memperhatikan Laila yang mengeluarkan minuman dari tasnya, lalu mulai meneguk air mineral itu."Aku ingin melakukan pekerjaan sepertimu." Natalie memberanikan diri mengungkapkan keinginannya.Byur.Air menyembur keluar dari mulut Laila."Uhuk-uhuk-uhuk ...." Karena terkejut, Laila sampai terbatuk-batuk."Apa katamu?" Laila memastikan pendengarannya."Aku ingin sepertimu. Kau keren, ketika menghajar om gendut itu," ucap Natalie polos."Hahaha ... keren katamu? Kau bahkan tak tahu perjuangan seperti apa yang kulakukan hingga bisa seperti ini." Laila tertawa menanggapi ucapan gadis kecil di hadapannya.Natalie diam. Ia memang tak mengerti apa-apa saat ini. Tapi yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara melindungi diri. Sesaat Laila menatap ke arah gadis kecil di hadapannya. Ada rasa iba mengingat masa kecilnya hampir mirip dengan yang dialami gadis ini.Dia menghela napas panjang, la
"Apa kau tertarik dengan wanita itu, Rai?" Sebuah pertanyaan muncul dari meja lainnya."Tertarik? Pada wanita itu?" Lelaki yang dipanggil Rai itu, menunjuk ke arah Natalie."Kau pikir aku tak sadar, matamu terus menatap ke arah gadis itu,""Hei, kau jangan salah sangka! Apa kau pikir, aku akan tertarik dengan wanita seperti itu? Dia bukan seleraku!" sangkal Rei."Ckck ... jangan sampai aku tahu, kau diam-diam mencari tahu identitas wanita itu nantinya. Aku bersumpah, tak akan membantumu!""Oh ... ayo lah, Jeremy. Aku tahu kau tak akan tega." Rei menghipit leher Jeremy, kawan kecilnya itu.Sementara sorot matanya, tak lepas dari gadis seksi, yang sedari tadi terlihat mengoceh tak jelas.*** "Huh ... baiklah! Cukup senang-senangnya. Mari kita kembali ke medan perang." Natalie mengaitkan tas di tangannya, lalu mulai meninggalkan tempat.Ia berhenti di sebuah halte, menunggu taks
Cahaya pagi mulai terasa menusuk kulit serta penglihatan. Memaksa diri untuk segera membuka penglihatan."Uh ...." Natalie membuka mata, perlahan mengumpulkan kesadaran.Lama ia memperhatikan ruangan tempatnya tidur, lalu beralih ke selimut putih yang membungkus tubuhnya.Sontak ia terbangun, lalu hal pertama yang ia lakukan ialah membuka selimut. Memastikan pakaiannya masih lengkap."Fiuh ...." Natalie menarik napas lega."Sepertinya tak terjadi apa-apa," lanjutnya lagi."Tapi di mana aku?" Ia mulai meneliti setiap sudut ruangan yang serba putih itu. Ia memulai mengingat satu persatu kejadian yang berkaitan."Apa aku diculik?" pikir Natalie.Natalie lalu berdiri, membuka sebuah tirai besar yang menghalangi cahaya masuk. Nampak sebuah kolam renang di sana, dengan seorang pria yang tampak duduk santai dengan memegang laptop."Pasti dia penculiknya." Natalie lalu keluar dari kamar, akan menuju kolam renang itu.&n
Brak.Celine mendobrak pintu Natalie dengan bantuan beberapa pria kekar. Dengan tersenyum jahat, Celine memerintahkan pria-pria kekar itu menyeret Natalie keluar dari kamar."Seret wanita ini keluar! Cepat!" Perintah Celine."Baik, Nyonya!" Pria-pria itu hanya mengiyakan."Apa-apaan kau, Celine? Begini kah caramu memperlakukan tamu?" tanya Natalie, yang langsung bangkit dari tidur. Mendapati kamarnya telah dipenuhi beberapa orang."Cih! Kau menjadi tamu, hanya karena Rio menyukaimu. Tapi setelah ini, Rio tidak akan lagi memperlakukanmu dengan kasih sayang!" cebik Celine, dengan amarah yang membara."Apa maksudmu?! Apa kau pikir, aku akan pergi dari rumah ini hanya karena ancaman murahanmu itu, hah?!" Natalie bersikukuh, tak ingin pergi.Celine tak tinggal diam. Ia kemudian memperdengarkan sebuah rekaman yang ia ambil beberapa saat sebelumnya."Tidakkah ini cukup untuk membuatmu pergi?"